Indonesia.go.id - Klaster UMKM, Kemudahan bagi yang Lemah dan Kecil

Klaster UMKM, Kemudahan bagi yang Lemah dan Kecil

  • Administrator
  • Jumat, 16 Oktober 2020 | 03:02 WIB
UU CIPTA KERJA
  Pekerja menyelesaikan pembuatan tas kulit Gammara di Bandung, Jawa Barat, Rabu (14/10/2020). Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Salah satu tujuan UU Cipta Kerja adalah mengangkat kapasitas UMKM agar menjadi aktor ekonomi utama di Indonesia. Sebanyak 97 persen tenaga kerja Indonesia ada di sana.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan leading sector dalam perekonomian Indonesia.   UMKM Indonesia berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Mereka menyumbang hingga Rp8.573,9 triliun (57,8 persen) ke PDB Indonesia yang pada 2018 mencapai Rp14.838,3 triliun. Bahkan, UMKM kini mempekerjakan sekitar 117 juta (97 persen) dari total tenaga kerja Indonesia, dan menghadirkan 64 juta unit usaha, atau 99,99% dari total unit usaha di Indonesia.

Maka, dalam UU Cipta Kerja, UMKM kini mendapat perhatian khusus, kalau tidak bisa disebut prioritas. Ketentuan hukum dalam UU baru ini dirancang untuk membantu mengurai belitan persoalan laten di kalangan UMKM, seperti permodalan, kesulitan perizinan, pemasaran, basis data, dan akses terhadap proyek-proyek pemerintah.

Dalam konsideran “menimbang” pada UU Cipta Kerja itu disebutkan bahwa pemberian kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan UMKM diletakkan pada susunan terdepan bersama-sama dengan koperasi, baru kemudian disusul dengan peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.

Ada bab khusus yang menjabarkan sejumlah kemudahan untuk UMKM. Bab V, misalnya, menjabarkan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan yang diberikan terhadap UMKM dan koperasi. Khusus bagi UMKM normanya membentang dari Pasal 87 hingga Pasal 104. Bab V ada 17 pasal sebagai karpet merah untuk UMKM. Selain itu sejumlah kemudahan lainnya juga terdapat pada pasal tentang Jaminan Produk Halal, Perseroan Terbatas, Ketenagakerjaan, dan lain-lain.

Perhatian terhadap UMKM di mulai dengan mengubah Pasal 6 UU nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM yang mengatur kriteria. Dalam ketentuan lama, kriteria UMKM hanya memuat kekayaan bersih.  Sedangkan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang ada di UU 20/2008 tentang UMKM.

Salah satunya terlihat dalam di 87 butir (1) yang memperbarui ketentuan sebelumnya dengan memuat kriteria UMKM yang terkait modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi. Selanjutnya, kriteria UMKM bisa memuat insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.

Sebagai perbandingan, dalam UU tentang UMKM sebelumnya, pemerintah merincikan kriteria UMKM. Detailnya, usaha mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta. Selanjutnya, kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 juta sampai Rp500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar.

Sedangkan, kriteria usaha menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500 juta hingga Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliar.

Perluasan kriteria ini diharapkan makin banyak unit usaha yang bisa dikategorikan sebagai UMKM, dan dengan demikian urusan perizinannya dipermudah.

Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan kemudahan perizinan UMKM diatur dalam Pasal 91 UU Cipta Kerja. Pasal itu menjelaskan, pendaftaran UMKM dilakukan secara daring atau luring dengan melampirkan, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat keterangan berusaha dari RT. Selanjutnya, pelaku UMKM bisa mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) melalui perizinan berusaha secara elektronik. NIB tersebut merupakan perizinan tunggal yang berlaku untuk semua kegiatan usaha.

Sementara itu, perizinan tunggal itu meliputi perizinan berusaha, standar nasional Indonesia (SNI), dan sertifikasi jaminan produk halal. UU Cipta Kerja juga menyatakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan terhadap perizinan berusaha, pemenuhan standar, SNI, dan sertifikasi jaminan produk halal.

Selain itu UU Cipta Kerja juga memberikan akses kemudahan lainnya untuk UMKM, khususnya sektor ekonomi kreatif, yakni kemudahan mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan kemudahan dalam mendirikan perseroan terbuka (PT) perseorangan. Melalui UU Cipta Kerja ini Lembaga Pemeriksa Halal diperluas lingkupnya, kini dapat dilakukan secara inklusif oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri. Lebih cepat dan lebih mudah.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam sebuah konferensi pers mengatakan, setidaknya ada 6 poin yang akan menguntungkan UMKM dan Koperasi yang diatur dalam UU Cipta Kerja ini. Pertama,  UU Cipta Kerja bisa mempermudah akses pembiayaan, akses pasar, akses pengembangan usaha, akses perizinan dan akses rantai pasok. Kedua, dengan adanya UU ini, kemampuan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja akan semakin besar. 

Ketiga, UU Cipta Kerja bisa memberikan kemudahan memaksimalkan potensi startup lokal. Terlebih startup yang berasal dari kalangan anak-anak muda kampus yang terdidik. Keempat, UU Cipta Kerja memberikan penguatan dan proteksi terhadap persaingan dengan usaha besar. Kelima, dengan adanya UU Cipta Kerja ini, jaminan kredit program tidak harus berupa aset, tetapi kegiatan UMK yang dapat dijadikan jaminan kredit. 

Selama ini, dalam sistem pembiayaan perbankan konvensional, aset yang menjadi jaminan untuk mendapatkan modal kerja maupun investasi. Tapi sekarang dengan adanya UU ini, kegiatan usaha, rencana usaha, order dan lain sebagainya bisa dijadikan semacam jaminan untuk mendapatkan modal kerja. Keenam, UU Cipta Kerja bisa memberikan kesempatan berusaha yang mudah dan juga memiliki kesempatan untuk berkembang sebagaimana korporasi. Yang kecil dan lemah dimudahkan jalannya.

 "Kemitraan juga kita dorong, pengalaman di dalam negara dan banyak negara, UMKM yang tumbuh besar adalah yang bermitra dengan usaha besar. Sistemnya terintegrasi dengan industri besar," kata Teten. Ia pun menambahkan, bahwa kemitraan pemerintah juga didorong untuk bisa mengakomodasi pengembangan bisnis UMKM seperti di rest area, bandara, terminal, dan tempat umum lainnya.

Tidak hanya itu, UU ini juga memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendirikan koperasi. Apabila koperasi harus memiliki 20 orang anggota pada saat mendirikan, kini lewat UU Cipta Kerja, anggota pendiri koperasi cukup hanya 9 orang.

 

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini