Perekonomian Indonesia selama ini 50% lebih bertumpu pada konsumsi masyarakat. Adapun sektor yang menjadi tulang punggung berputarnya roda perekonomian nasional adalah kalangan informal dan pertanian di wilayah perdesaan.
Meski perekonomian nasional bertumpu dari suplai desa, kondisi sosial ekonomi masyarakat desa berbanding terbalik dengan masyarakat kota. Untuk itu, pemerintahan Joko Widodo menggulirkan program Dana Desa sejak 2015 untuk meningkatkan kontribusi desa kepada perekonomian nasional sekaligus menyerap tenaga kerja.
Betapa strategisnya desa. Tiap tahun alokasi Dana Desa dinaikkan. Tahun ini saja, anggaran Dana Desa mencapai Rp72 triliun. Jumlah itu naik Rp2 triliun dari tahun 2019. Anggaran tersebut ke depan difokuskan pada pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa. Khususnya, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Salah satu upaya mempercepat kontribusi desa adalah menghilangkan sekat dan aturan yang menghambat potensi rakyat desa. Salah satunya pemerintah dan DPR menilai penting peranan ekonomi desa dengan menguatkan posisi BUMDes alam Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam Undang-undang Cipta Kerja ini diatur soal kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan BUMDes, koperasi, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menjalankan usaha serta kemudahan dalam berinvestasi yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja serta peningkatan ekonomi desa secara signifikan.
Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, pihaknya turut berkontribusi dalam penyusunan UU Cipta Kerja terutama dalam menguatkan posisi BUMDes sebagai badan hukum. Pasalnya, posisi atau keberadaan BUMDes menjadi suatu permasalahan yang telah membelit sejak 2014, ketika Undang-Undang 6/2014 tentang Desa menyebut BUMDes sebagai badan usaha, namun belum tegas tertulis sebagai badan hukum.
Meski sudah berjalan lima tahun, problem tersebut yang membebani BUMDes selama ini. Alhasil mereka sulit untuk menjalin kerja sama bisnis dengan pihak lain, serta sulit menjangkau modal perbankan. Pihak-pihak ketiga tersebut tidak menjumpai legal standing (kedudukan yang sah di hadapan hukum) BUMDes, sehingga tidak bisa bermitra secara setara.
“Karena tidak terdefinisikan sebagai badan hukum, Kemenkumham juga tidak bisa mengesahkan BUMDes. Akibatnya, berbagai kesempatan kerja sama, permodalan, hingga perluasan usaha BUMDes terhambat,” ujar Abdul Halim Iskandar, Kamis (8/10/2020).
Di dalam beleid Cipta Kerja tertulis bahwa Badan Usaha Milik Desa adalah Badan Hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Selanjutnya ditetapkan, bahwa desa dapat mendirikan BUMDes yang harus dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum, serta dapat membentuk unit usaha berbadan hukum.
Selama ini, pengurus BUMDes tidak bisa menjalin bisnis dengan entitas usaha yang tidak memiliki legal standing (kedudukan yang sah di hadapan hukum). Akibatnya, pupuslah beragam kesempatan kerja sama, permodalan, dan perluasan usaha BUMDes. Meskipun saat ini 40.434 BUMDes aktif, total asetnya tidak lebih dari Rp2,5 triliun.
Sebelum UU Cipta Kerja ditetapkan, lubang masalah ini diusahakan ditutup melalui registrasi BUMDes. Kemendesa PDTT melakukan verifikasi lapangan, mengecek laporan keuangan dan kelembagaan, lalu memberikan nomor registrasi bagi BUMDes yang lulus proses ini. Nomor registrasi hakikatnya rekognisi yang meresmikan BUMDes itu diakui negara.
Surat keputusan Menteri Desa PDTT itulah yang menggantikan formalitas BUMDes ketika berhubungan dengan lembaga formal lain. Contohnya, daftar 10.629 BUMDes yang teregistrasi pada Juli 2020 telah disampaikan ke enam bank pembangunan daerah yang menerima tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Sesuai filosofinya sebagai Omnibus Law, UU Cipta Kerja menghapus masalah tersebut dengan menetapkan definisi yang jelas. Yaitu, BUMDes merupakan badan hukum yang didirikan desa atau bersama desa-desa lain. BUMDes juga dapat membentuk unit usaha berbadan hukum.
Selain itu, klausul BUMDes merupakan badan hukum yang didirikan desa atau bersama desa-desa lain ini juga dikuatkan dalam pasal lainnya yakni kemudahan dalam pendirian perseroan terbatas (PT) untuk BUMDes dan UMK di desa. Pendirian badan hukum PT untuk UMK diberikan keringanan biaya.
Keuntungan lainnya yakni kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan UMKM. Di antaranya yakni pendirian koperasi primer cukup beranggotakan sembilan orang, dan dapat menjalankan prinsip usaha syariah. Lalu pendirian UMKM cukup melalui pendaftaran, bukan lagi perizinan.
Selain itu, UMKM mendapatkan insentif berupa tidak dikenakan biaya atau diberikan keringanan biaya pendaftaran usaha dan Sertifikasi halal bagi UMK digratiskan.
Tentu saja, klausul BUMDes di UU Cipta Kerja ini akan diturunkan lebih detail melalui Peraturan Pemerintah serta diharmonisasikan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Setidaknya, dari penguatan peran BUMDes di UU Cipta Kerja memacu gairah rakyat desa memulai usaha, mengembangkan usaha, serta bekerja sama dengan mitra bisnis. Tidak cuma BUMDes, koperasi dan UMKM juga masuk ekosistem perekonomian ini. Dua entitas terakhir inilah yang juga selama ini menggerakkan ekonomi petani, perajin, peternak, dan nelayan di desa-desa.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini