Semua telah mencapai kata sepakat. Sepuluh Menteri Perdagangan dari sepuluh negara ASEAN dan lima mitranya dari Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok, serentak menandatangani dokumen Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional, alias Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Secara virtual, penandatanganan disaksikan masing-masing kepala negara/pemerintahan pada Minggu, 15 November 2020. Prosesi tersebut dilaksanakan di akhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) RCEP ke-4 yang menjadi bagian penting dari rangkaian acara KTT ASEAN ke-37. Negara anggota RCEP yang terdiri dari negara di kawasan Asia Tenggara dan lima negara lain, yaitu Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto mengatakan penandatanganan ini menandai selesainya perundingan RCEP yang dimulai pada Mei 2013. “Penandatanganan RCEP hari ini merupakan pencapaian tersendiri bagi Indonesia di kancah perdagangan internasional. Kita patut berbangga karena RCEP lahir atas gagasan Indonesia pada 2011 dan proses perundingannya hingga selesai sepenuhnya dipimpin salah satu putra terbaik Indonesia.
Apalagi, RCEP merupakan kesepakatan perdagangan regional terbesar di dunia dan diharapkan dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dunia dari resesi global terparah sejak perang dunia kedua ini,” jelas Mendag Agus.
RCEP menjadi perjanjian perdagangan terbesar di dunia di luar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ditinjau dari cakupan dunia untuk total Produk Domestik Bruto (PDB), yakni 30,2 persen dari PDB dunia, investasi asing langsung (FDI) 29,8 persen, penduduk 29,6 persen, dan nilai perdagangan 27,4 persen yang sedikit di bawah EU-27 yang tercatat 29,8 persen dari seluruh volume perdagangan dunia.
Gagasan RCEP dicetuskan saat Indonesia memegang kepemimpinan ASEAN pada 2011, dengan tujuan mengonsolidasikan lima perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang sudah dimiliki ASEAN dengan enam mitra dagangnya. Konsep RCEP kemudian disepakati negara anggota ASEAN pada akhir 2011 di Bali, Indonesia. Baru pada akhir 2012 setelah“menjual” konsep ini kepada enam negara mitra FTA ASEAN, para kepala negara/pemerintahan dari 16 negara pun sepakat meluncurkan perundingan RCEP pada 12 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja. Pada awal 2013, para Menteri Perdagangan ASEAN sepakat menunjuk Indonesia sebagai Koordinator ASEAN untuk Perundingan RCEP. Kesepakatan ini bahkan diperluas oleh 16 menteri negara peserta perundingan dengan menunjuk Indonesia sebagai Ketua Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP.
"Di dalam pertemuan RCEP, presiden, antara lain, menyampaikan proses perundingan bukan hal yang mudah. Sejak keketuaan Indonesia pada 2011, membutuhkan waktu hampir satu dekade untuk bisa menyelesaikan perundingan ini dan penandatanganan ini menandai masih kuatnya komitmen kita terhadap multilateralisme," ungkap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Presiden Joko Widodo menyatakan, implementasi perjanjian RCEP membutuhkan komitmen politik tinggi. "Pesiden sampaikan bahwa penandatanganan ini hanya permulaan. Jalan panjang dan terjal mungkin ada di hadapan kita, yakni bagaimana kita mengimplementasikannya dan ini memerlukan komitmen politik pada tingkat tertinggi," kata Menlu Retno dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Minggu (15/11/2020).
Retno menyampaikan Indonesia masih membuka peluang negara di kawasan untuk bergabung ke dalam RCEP dan dari statement negara RCEP. “Mereka sampaikan apresiasi atas kepemimpinan Indonesia selama proses negosiasi," tambah Retno. Menurut Retno, proses negosiasi tersebut menunjukkan kepemimpinan ASEAN dalam hubungannya dengan negara-negara mitra. RCEP diharapkan dapat menciptakan kondisi kondusif dan kompetitif bagi ekonomi di kawasan Indo-Pasifik. RCEP juga menandai komitmen Indonesia terhadap prinsip perdagangan multilateral yang terbuka, adil, dan menguntungkan semua.
"RCEP juga memberikan harapan dan optimisme baru bagi pemulihan ekonomi pascapandemi dan merupakan sebuah kehormatan bagi Indonesia menjadi negara koordinator dalam proses panjang ini. Presiden menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas dukungan dan kontribusi konstruktif semua negara tanpa terkecuali dalam proses perundingan ini," tambah Retno.
Lebih lanjut Presiden Jokowi, menurut Retno mengatakan bahwa RCEP adalah simbol komitmen pemimpin negara di kawasan terhadap paradigma win-win. "Komitmen pemimpin negara atas perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan kawasan dan ini menjadi bagian penting komitmen kawasan terhadap sentralitas ASEAN di kawasan Indo-Pasifik," ungkap Rento.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengungkapkan, RCEP sudah melalui proses panjang perundingan paripurna sebanyak 31 putaran. "RCEP merupakan gagasan yang secara berani yang dicetuskan Indonesia untuk mempertahankan sentralitas ASEAN memasuki global value chain secara lebih dalam. Kerja keras kita selama delapan tahun menghasilkan perjanjian setebal 14.367 halaman," kata Agus.
Perjanjian RCEP memiliki 20 bab, 17 annex, dan 54 scheduled komitmen yang mengikat 15 negara peserta tanpa memerlukan satu pun side letter. Ke-15 negara penandatangan perjanjian RCEP ini secara kumulatif mewakili 29,6 persen penduduk dunia, 30,2 persen GDP dunia, 27,4 persen perdagangan dunia dan 29,8 persen FDI dunia.
Data ekspor Indonesia ke 14 negara RCEP selama lima tahun terakhir menunjukkan tren positif, 7,35 persen sedangkan pada 2019 total ekspor nonmigas ke kawasan RCEP mewakili 56,51 persen total ekspor Indonesia ke dunia yakni senilai 84,4 miliar dolar AS. Sementara itu dari impor, RCEP mewakili 65,79 persen total impor Indonesia dari dunia yaitu 102 miliar dolar AS. "Kajian lembaga swasta pada September 2020 lalu menyimpulkan bahwa dalam lima tahun setelah diratifikasi, RCEP berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke negara peserta sebesar 8-11 persen dan investasi ke Indonesia sebesar 18-22 persen," tambah Agus.
Artinya, melalui RCEP, Indonesia dapat menikmati spillover effect dari FTA yang dimiliki negara anggota RCEP dan negara nonanggota. "Perluasan peran Indonesia melalui global supply chain dari spillover effect ini berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke dunia sebesar 7,2 persen," ungkap Agus. Spil over effect adalah eksternalitas kegiatan ekonomi atau proses yang mempengaruhi mereka yang tidak terlibat langsung. Atau dampak yang diterima masyarakat akibat kebijakan publik.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo meyakini, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat sekitar 0,05 persen dengan mengikuti perjanjian perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Ia beralasan, dengan RCEP maka Indonesia bakal bisa mengakses pasar para negara di kawasan Asia Tenggara dan lima negara lain yaitu Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. "Bila Indonesia ikut RCEP, GDP (pertumbuhan ekonomi) kita akan naik 0,05 persen selama periode 2021-2032," ungkap Iman saat konferensi pers virtual yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan pada Minggu (15/11/2020).
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi tanah air justru berpotensi turun bila tidak ikut serta dalam perjanjian dagang RCEP. Bahkan, potensi penurunannya akan lebih tinggi daripada keuntungan yang bisa didapat. "Bila tidak ikut RCEP, maka GDP Indonesia akan mengalami penurunan minus 0,07 persen pada periode 2021-2032," kata dia lagi.
Seluruh proyeksi itu berdasarkan kajian dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Sementara itu, hasil kajian internal di Kementerian Perdagangan meramalkan Indonesia bisa memperoleh keuntungan kesejahteraan (welfare gain) sekitar USD1,52 miliar atau Rp21,58 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS). "Welfare gain ini maksudnya adalah surplus yang didapat konsumen dan produsen dari sebuah transaksi," terang dia.
Menurut Iman, dari sisi konsumen, estimasi walfare gain didapat bila harga yang mampu dibayar konsumen lebih besar dari harga faktual di pasar. Artinya konsumen bisa menabung dananya (savings). Sementara itu dari sisi produsen, walfare gain didapat bila harga yang sebetulnya mampu ditawarkan produsen itu ternyata lebih kecil dari harga yang berlaku di pasar. Kendati begitu, RCEP bisa memberi dampak peningkatan defisit neraca perdagangan sekitar USD491,46 juta.
Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini