Kerumunan itu pangkal penularan. Rumus itu kini berlaku umum dan diterima di seluruh dunia terkait pandemi Covid-19. Kerumunan yang terjadi terkait liburan long weekend di akhir Oktober lalu dianggap menjadi biang keladi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia di dua pekan pertama November 2020, dengan kenaikan 8,3 dan 17,8 persen. Tren penurunan pun terinterupsi.
Perkembangan terbaru itu agaknya yang membuat Presiden Joko Widodo kecewa. Wajahnya tampak muram ketika membuka rapat terbatas tentang Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/11/2020). Kerumunan massa masih terjadi, terutama di Jakarta dan sekitarnya. ‘’Tidak ada yang kebal virus corona,’’ kata Presiden.
Kerumunan memang bisa merusak capaian yang ada. Saat ini, output perawatan pasien Covid di tanah air tergolong baik, dengan angka kasus aktif 12,8 persen. Artinya, secara rata-rata dari 100 kasus Covid-19, hanya 12,8 persen yang masih perlu perawatan. Capaian ini jauh lebih tinggi dari kasus aktif dunia yang rata-rata nasih di angka 27,6 persen.
Angka kesembuhan di Indonesia, seperti disampaikan presiden dalam pengantar rapat terbatas itu, mencapai 83,9 persen. Jauh di atas angka rata-rata global yang mencapai mencapai 69,7 persen. Tapi, dalam hal mortality rate (angka kematian), Indonesia masih mencatatkan angka 3,2 persen, masih di atas rata-rata dunia yang 2,4 persen. Namun, dari waktu ke waktu angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia cenderung makin menyusut.
Namun, pandemi masih jauh dari kata usai. Dalam sepekan terakhir, pasien bergejala maupun yang tak bergejala di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, meningkat 30 persen. Angka tertinggi kasus baru dalam 24 jam sempat tercatat 13 November dengan 5.444 kasus, dan setelah itu ada fluktuasi yang cenderung tinggi.
Kerumunan selalu berpotensi menimbulkan penularan dengan segala risiko. Upaya membendung penyebaran Covid-19 bisa buyar. Segala pengorbanan oleh para dokter, perawat, petugas lab, dan tenaga kesehatan yang langsung menangani para pasien, akan menjadi sia-sia. Lebih buruk lagi, bila angka penularan semakin menjadi-jadi.
Maka, presiden segera menginstruksikan kepada jajarannya untuk kembali melakukan penanganan mulai dari hulu: mengendalikan kerumunan, memastikan semua mematuhi protokol kesehatan, dan terus melakukan testing (pemeriksaan pada mereka yang berpotensi tertular), tracing (mencari orang yang berpotensi tertutar), serta treatment (melakukan perawatan bagi mereka yang tertular). ‘’Jangan sampai kehilangan fokus kendali,’’ begitu pesan Presiden Jokowi.
Lebih jauh, Presiden meminta jajarannya, jangan hanya membuat imbauan-imbauan saja terkait soal kerumunan. ‘’Penegakan hukum harus terus dilakukan,’’ katanya. Amanat ini secara terbuka disampaikan kepada Polri, TNI, dan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19.
Fokus kendali atas pandemi virus corona, seperti dikatakan Presiden, memang tak bisa dikendurkan. Indonesia tercatat sebagai negara yang paling parah terpapar Covid-19 di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Kasus positif Covid-19 sudah di ambang angka setengah juta, yang menyebar di seluruh provinsi (34). Dari 514 kabupaten kota yang ada, tinggal tersisa 9 yang tak terdampak pandemi ini.
Potensi penularan terus mengintai. Sempat mengalami lonjakan pada September, lantas melambat pada Oktober. Tapi pada November sontak melonjak lagi. Di luar urusan kerumunan yang masih terus jadi persoalan, peta risiko di Indonesia tak kunjung menunjukkan tren yang konsisten ke arah zona hijau.
Sampai pertengahan November, zona merah dengan risiko penularan tinggi masih hilang-timbul di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Zona oranye, dengan risiko sedang tetap menjadi bagian yang berbesar di tanah air. Kecenderungannya, kawasan zona oranye ini sering ulang-alik menjadi merah dan sebaliknya, namun sulit bergerak ke kuning kemudian hijau.
Pada pertegahatan November, zona oranye meliputi 70 persen dari 514 kabupaten kota. Fluktuasinya pada kisaran 65-70 persen selama tujuh delapan pekan terakhir. Zona merah antara 6-7 persen, zona kuning sekitar 14-15 persen, dan sisanya zona hijau dan zona tak terdampak.
Dengan masih besarnya zona oranye dan merah, maka peningkatan gerakan penduduk, seperti yang terjadi pada long weekend, akan mengakibatkan terjadi kerumunan di tempat-tempat umum, serta terjadinya kontak-kontak yang intens dalam komunitas dan lingkungan keluarga. Penularan pun tidak terhindarkan. Efek long weekend pada akhir Oktober lalu tampak nyata di Jawa Tengah. Positivity rate (prosentase positif Covid-19 dalam kelompok testing) melonjak, dari 13,5% ke 17,4%.
Untuk menekan penularan, apa boleh buat pembatasan kerumunan perlu dilakukan, seraya konsisten menjalankan protokol kesehatan. Kerumunan yang tidak penting memang harus dicegah. Tidak cukup hanya dengan imbauan, seperti kata Presiden, perlu tindakan hukum. Langkah-langkah penanganan Covid-19 tak boleh buyar, karena sudah begitu banyak sumber daya yang mahal dikerahkan, termasuk jatuhnya korban jiwa di kalangan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya, akibat terpapar virus ketika bertugas menolong pasien.
Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini