Indonesia.go.id - Kebijakan Strategis Penahan Laju Penularan

Kebijakan Strategis Penahan Laju Penularan

  • Administrator
  • Selasa, 8 Desember 2020 | 00:24 WIB
PANDEMI COVID-19
  Seorang tenaga medis yang mengenakan baju hazmat bersiap melapor kepada petugas saat mengantar pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet di Jakarta, Rabu (25/11/2020). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Berbagai upaya penanggulangan wabah terus dilakukan pemerintah. Namun data Kementerian Kesehatan pada 3 Desember 2020 menunjukkan lonjakan penularan Covid-19  sebanyak 8.369 kasus.

Kekecewaan tampak jelas membayang di wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu tengah memimpin rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta. Perlahan, Presiden Jokowi berkata, "Ini (indikator) semuanya memburuk, semuanya. Karena adanya kasus yang memang meningkat lebih banyak." Presiden Jokowi mengatakan, kondisi penanganan Covid-19 yang memburuk itu terlihat dari meningkatnya kasus aktif dan menurunnya angka kesembuhan. Itulah sebabnya, Presiden Jokowi pun meminta jajarannya agar lebih hati-hati.

Berdasarkan data terkini yang diterima Presiden Jokowi, jumlah kasus aktif Covid-19 di tanah air meningkat menjadi 13,41 persen. Padahal pada pekan sebelumnya, kata Presiden Jokowi, angka kasus aktif masih berada di posisi 12,78 persen.

“Meskipun ini lebih baik dari rata-rata dunia, tapi ini hati-hati. Ini masih lebih tinggi dari angka minggu lalu yang masih 12,78. Tingkat kesembuhan juga sama, minggu lalu 84,03, sekarang turun jadi 83,44 persen,” katanya, pada Senin (30/11/2020).

Angka penularan Covid-19 memang terus membengkak. Pada 3 Desember 2020, kasus Covid-19 bahkan melompat dan mencetak rekor baru. Yakni, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dibagikan tim BNPB diketahui adanya 8.369 kasus baru Covid-19.

Penambahan kasus tersebut dihasilkan dari pemeriksaan spesimen sebanyak 62.397. Penghimpunan data ini dilakukan setiap hari per pukul 12.00 WIB. Dan penambahan tersebut, total kasus kejangkitan Covid-19 di Indonesia yang bermula sejak 2 Maret 2020 telah mencapai angka 557.877 kasus.

Pada 3 Desember itu, pemerintah juga melakukan pemantauan suspek corona sebanyak 17.355 kasus dan infeksi virus sendiri ditemukan di 34 provinsi pada 507 kabupaten/kota.

Memang dilaporkan pula adanya penambahan pasien sembuh sebanyak 3.673, sehingga jumlah totalnya sebanyak 462.553. Namun data tetap mencatatkan penambahan pasien meninggal akibat Covid-19 sebanyak 156 orang. Situasi yang terjadi memang menunjukkan sejumlah perburukan indikator. Dan tentunya hal itu amat mencemaskan, baik pemerintah maupun masyarakat luas.

Apalagi pada dalam waktu dekat, masyarakat harus berhadapan dengan dua momentum besar yang dinilai banyak pihak rawan mengakibatkan penularan virus penyebab Covid-19, yakni SARS COV-2. Kedua momentum itu adalah pertama adalah Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, yang tahapannya telah digelar sejak beberapa waktu silam dan puncaknya akan dilangsungkan pada 9 Desember 2020. Kedua, momentum libur bersama yang semula ditentukan jatuh pada jelang akhir tahun, yakni pada 28, 29, dan 30 Desember 2020.

Sebagaimana diketahui, penentuan waktu libur bersama pada Desember tersebut diambil dengan asumsi angka penularan Covid-19 pada saat itu telah dapat dikendalikan. Namun nyatanya angka kasus aktif Covid-19 masih bergerak liar, bukan hanya di Indonesia melainkan di sejumlah negeri di belahan dunia.

 

Liburan Dipangkas

Merujuk situasi tersebut, pemerintah pun mengambil langkah sigap. Awal pekan lalu, pemerintah memutuskan memangkas libur bersama selama tiga hari yang sedianya termasuk dalam rangkaian hari libur akhir tahun 2020.

Keputusan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy dalam konferensi pers virtual awal pekan lalu. Pemangkasan libur itu tertuang dalam keputusan bersama yang diteken Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bernomor 744 tahun 2020, nomor 5 tahun 2020, dan nomor 6 tahun 2020 yang diterbitkan Selasa (1/12/2020).

"Menpan-RB karena berkaitan dengan masalah cuti dan libur ASN, Menteri Ketenagakerjaan berkaitan dengan karyawan swasta, dan Pak Menteri Agama karena ini berkaitan dengan libur keagamaan," demikian disampaikan Menko Muhadjir. Muhadjir juga mengungkapkan, pemangkasan libur bersama itu tidak akan diberikan penggantinya di tahun depan. "Namanya dikurangi, jadi tidak akan diganti (liburannya),” katanya.

Secara definitif, pembatalan keputusan libur itu diambil atas pertimbangan angka kasus infeksi Covid-19 yang masih tinggi. Dan dengan keputusan tersebut, pegawai swasta maupun negeri diminta tetap masuk bekerja seperti biasa.

Sebagaimana diketahui keputusan libur bersama itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) nomor 440/2020, yang diterbitkan Maret lalu. Di dalam SKB itu diatur bahwa pada 28-30 Desember ditetapkan sebagai pengganti cuti bersama Hari Raya Idulfitri 1441 Hijriah.

Seiring kondisi terkini terkait angka penularan Covid-19, Satgas Penanganan Covid-19 pun meminta masyarakat mengurangi mobilitas sampai kasus aktif kembali turun. Apalagi satgas menemukan fakta, kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, dan mencuci tangan dengan sabun (3M), di masyarakat cenderung menurun.

Seperti disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito, catatan satgas sejak 18 November menunjukkan, bertepatan dengan libur panjang akhir Oktober persentase memakai masker hanya 59,32%, dan kepatuhan menjaga jarak hanya 43,46%.  "Dapat kami simpulkan liburan panjang momentum pemicu utama penurunan kepatuhan protokol kesehatan dan kepatuhan itu makin turun. Jika masyarakat semakin lengah menjalankan protokol kesehatan seperti yang ditunjukkan dalam tiga periode libur panjang akan meningkatkan penularan," kata Wiku.

Jika kondisi itu berjalan terus tanpa diantisipasi, Wiku mengungkapkan, sebanyak apapun fasilitas kesehatan yang tersedia tidak akan mampu menahan lonjakan kasus aktif yang terjadi.

 

Dijerat Undang-Undang

Keputusan memangkas libur bersama di akhir tahun merupakan salah satu langkah sigap yang diambil pemerintah demi menekan angka penularan Covid-19. Langkah lain adalah rencana implementasi sejumlah aturan perundangan bagi mereka yang nekat melanggar protokol kesehatan Covid-19.

Hal tersebut pernah disampaikan Wakapolri Komjen Polisi Gatot Eddy Pramono, pada medio September 2020. Di mana diungkapkan Gatot, aparatur memang berencana membuka peluang untuk menggunakan undang-undang (UU) dan pasal-pasal dalam KUHP dalam menindak pelanggar protokol kesehatan Covid-19.

Gatot mengingatkan, pelanggaran itu termasuk dalam kategori melanggar anjuran pemerintah. "Kita akan lihat kalau memang itu harus kita terapkan, kita terapkan. Kita akan lebih tegas dalam penindakan hukum," tegasnya, dalam diskusi virtual, Sabtu (12/9/2020) malam.

Menurut dia, sejumlah UU maupun pasal KUHP yang bisa digunakan itu, antara lain, seperti pasal 212, 216, 218 KUHP, hingga UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan, maupun UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Upaya tersebut ditempuh, Gatot mengaku, lantaran operasi Yustisi yang selama ini digelar polisi bersama TNI dan Satpol PP, yakni dengan memberi sanksi berupa denda, kerja sosial, atau pencabutan izin terkait pelanggaran protokol kesehatan, belumlah cukup efektif.

Gatot yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) itu bahkan mengaku telah melaporkan rencana itu kepada Kapolri Idham Azis, dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD.  "Jadi nanti kita akan mengambil langkah lebih tegas, yaitu menggunakan UU, apabila sudah kita ingatkan beberapa kali tidak mau, dan tetap melanggar penerapan UU, mau tidak mau, suka tidak suka, akan kita lakukan," terang Gatot, kala itu.  

 

 

Penulis: Ratna Nuraini
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari