Kinerja perdagangan Indonesia 2020 sampai Oktober bisa membukukan surplus USD17,07 miliar. Pencapaian itu agaknya sejalan dengan kinerja manufaktur yang terpantau menguat pada medio kuartal IV/2020, seperti dilaporkan IHS Markit belum lama ini. Berkaitan dengan kinerja perdagangan 2020 itu, Presiden Joko Widodo pun mengapresiasinya. Namun, Presiden tetap menyoroti bahwa capaian itu masih perlu ditingkatkan dengan kerja keras.
Menurut Kepala Negara, posisi ekspor Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan banyak sesama negara emerging. “Kita tidak boleh cepat puas pada capaian saat ini, karena potensi pasar ekspor yang belum tergarap masih sangat besar. Kita juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain dalam menangkap peluang ekspor,” kata Jokowi, dalam acara pelepasan ekspor serentak 16 provinsi pada Jumat (4/12/2020).
Namun, Presiden kembali menebar optimistis bahwa sinyal pemulihan ekonomi semakin kuat. Ketika menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (Kamis, 3/12/2020), Kepala Negara menjelaskan, perbaikan ekonomi sudah sejalan dengan realisasi stimulus fiskal yang dikucurkan pemerintah. Stimulus itu berupa bantuan sosial, belanja barang dan jasa lainnya, serta transfer ke daerah dan adanya penyaluran dana desa. Di sisi lain, permintaan global yang meningkat, terutama dari Amerika Serikat dan Tiongkok, juga membuat kinerja ekspor nasional membaik pula.
Ekspor sejumlah komoditas nasional seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta tekstil dan produk tekstil (TPT) naik pesat. Indikator lain pun ikut menunjukkan perbaikan, seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran nonmakanan dan daring, indeks pembelian manufaktur, serta pendapatan masyarakat.
Bagaimana dengan sisi keuangan? Di sisi keuangan terutama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga membaik. Perbaikan kinerja IHSG terdorong peningkatan indeks saham sektoral. Sektor industri dasar mengalami pemulihan indeks saham terbesar sejak penurunan tajam pada 24 Maret 2020. Begitu pula dengan kinerja nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang turut stabil dan cenderung menguat.
Kita sepakat dengan Presiden Joko Widodo bahwa kondisi yang semakin baik dan diyakini berlanjut pada kuartal IV/2020, menjadi momentum pemulihan ekonomi nasional yang tidak boleh disia-siakan pada tahun depan. Bahkan, di awal Desember negara ini mendapatkan kabar yang menggembirakan, yakni kinerja manufaktur RI terpantau makin menguat pada medio kuartal IV/2020. Ini tentu menjadi kabar yang menggembirakan bagi manufaktur negeri ini. Sebab sebelumnya, sempat mengalami koreksi—paling parah pada April yakni 27,5—yang secara perlahan-lahan indeks PMI mulai bergerak ke arah pemulihan.
Seperti dirilis oleh IHS Markit Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia pada November 2020, lembaga itu mencatat Indonesia berada di level 50,6, melonjak dari bulan sebelumnya di level 47,8. Dengan posisi tersebut, median indeks manufaktur Indonesia menjadi 49,2 alias capaian terkuat sejak kuartal III/2019.
Menurut Sekjen Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono dalam siaran persnya, Selasa (2/12/2020), momentum pemulihan kinerja manufaktur domestik sudah berada di jalur yang tepat saat ini. “Ini merupakan kabar gembira dari sektor industri. Kenaikan PMI merupakan indikasi ekonomi mulai berekspansi menjelang akhir tahun dengan [PMI] di atas 50,” katanya.
Dari data-data di atas, sekjen Kemenperin itu pun mengusung optimistis kinerja industri dapat rebound ke level 3,95 persen pada 2021 meskipun secara kumulatif tahun ini kinerja manufaktur diprediksi hanya mencapai -2,22 persen tahun ini.
Jadi Angin Segar
Pemulihan ini didukung juga oleh kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Kondisi ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha untuk kembali mulai beraktivitas meskipun belum sepenuhnya normal. Di sisi lain, aktivitas pabrik yang mulai normal juga sejalan dengan adanya perbaikan permintaan sekalipun masih tipis.
Meski demikian kenaikan yang masih lemah pada penjualan dan penurunan lebih lanjut pada produksi menunjukkan bahwa ekspansi pabrikan hanya untuk sebatas menyelesaikan pesanan yang sudah ada sebelumnya. Perusahaan dinilai tetap enggan untuk berinvestasi pada kapasitas dan inventaris baru. Meski demikian, kinerja manufaktur yang mulai membalik tersebut menjadi sentimen positif.
Perbaikan kinerja manufaktur, yang ditunjukkan dengan data PMI Manufaktur, juga turut menjadi salah satu sentimen positif dari situasi domestik. Ada keyakinan yang tinggi bahwa manufaktur mulai bergerak ke jalur pemulihan.
Namun, apakah tren ini akan terus berlanjut? Bisa iya dan bisa tidak. Itu semua tergantung kepada penanganan Covid-19 di tanah air. Bagaimana tidak. Penanganan kasus Covid-19 di dalam negeri masih mengindikasikan masyarakat yang mulai ceroboh dalam penerapan protokol kesehatan.
Indikasinya terlihat jelas dari perkembangan kasus positif harian yang masih relatif tinggi. Pada 3 Desember 2020, kasus Covid-19 bahkan melompat dan mencetak rekor baru. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dibagikan tim BNPB diketahui adanya 8.369 kasus baru Covid-19. Penambahan kasus tersebut dihasilkan dari pemeriksaan spesimen sebanyak 62.397.
Penghimpunan data ini dilakukan setiap hari per pukul 12.00 WIB. Dan penambahan tersebut, total kasus kejangkitan Covid-19 di Indonesia yang bermula sejak 2 Maret 2020 telah mencapai angka 557.877 kasus. Fluktuasi kasus positif ini jelas menimbulkan kekhawatiran tersendiri.
Kita pun tak bisa mengandalkan sepenuhnya pada vaksin yang sebentar lagi ada, karena efektivitas vaksin dalam memutus mata rantai Covid-19 perlu didukung oleh disiplin prokes di lapangan. Lalu, apa yang harus dilakukan? Lagi-lagi, kuncinya adalah pada pengendalian kasus Covid-19 itu sendiri. Kondisi manufaktur kita akan sangat bergantung pada pulihnya permintaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Untuk dalam negeri, menjaga permintaan berarti menjaga daya beli masyarakat. Namun, penyebaran kasus Covid-19 yang kian tak terkendali akan semakin menekan konsumsi domestik dan di sisi lain mengganggu kepercayaan pelaku industri.
Jadi marilah kita disiplin terhadap diri kita sendiri untuk tetap taat dengan protokol kesehatan sehingga momentum pemulihan ekonomi tersebut tetap terjaga dan semakin berlari kencang tahun depan.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini