Indonesia tengah berancang-ancang memasuki era kendaraan listrik. Sejumlah produsen otomotif kelas dunia pun sudah menyatakan komitmennya berinvestasi di negeri ini. Sebut saja Toyota. Melalui Asia Region CEO Toyota Motor Corporation Yoichi Miyazaki menyatakan bahwa produsen asal Jepang itu segera memproduksi mobil listrik di Indonesia.
Dalam sebuah pertemuan secara virtual yang juga diikuti oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Yoichi menyebut bahwa perusahaan itu siap menggelontorkan dana investasi hingga USD2 miliar atau setara dengan Rp28,29 triliun untuk rencana tersebut. "Setidaknya dalam lima tahun ke depan, Toyota sudah menyiapkan sepuluh jenis kendaraan listrik bagi konsumen Indonesia. Teknologi kendaraan Toyota juga sudah siap untuk mendukung penerapan B30 di Indonesia," ujar Yoichi, Kamis (10/12/2020).
Demikian pula dengan pabrikan asal Korea Selatan, Hyundai Motor Company. Hyundai yang merupakan salah satu konglomerasi di Negeri Ginseng itu sudah menyiapan modal USD2 miliar atau setara dengan Rp28 triliun untuk membangun pabrik mobil listrik di Jawa Barat. Seperti dilaporkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pabrikan kendaraan asal Korea Selatan itu akan merealisasikan secara bertahap. Tahap pertama USD1,5 miliar (Rp21 triliun) untuk membangun pabrik. Adapun USD500 juta atau Rp7 triliun sisanya akan digunakan untuk membangun jaringan dealer.
Hyundai akan memulai produksinya pada 2021. Sebagai imbalannya, pemerintah berencana memberikan insentif berupa tax holiday. Selain produsen asal Jepang dan Korea Selatan, pemerintah juga mengundang Tesla asal Amerika Serikat untuk berinvestasi pada mobil listrik di Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo pun ikut menawarkan Indonesia menjadi tempat investasi Tesla.
Keterlibatan kepala negara menggaet Tesla itu terungkap dari pernyataan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Septian Herio Seto. Menurut Septian, Presiden Joko Widodo telah melakukan pembicaraan melalui telepon dengan CEO Tesla Elon Musk, Jumat (11/12/2020). “Presiden Jokowi mengundang Tesla untu berinvestasi dalam industri mobil listrik dan baterai litium di Indonesia,” ujar Septian menceritakan diplomasi tingkat tinggi tersebut.
Rencana sejumlah pabrikan kelas dunia untuk investasi kendaraan listrik tentu menjadi kabar yang menggembirakan. Bila benar-benar terealisasi, itu akan menjadi angin segar bagi Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonominya pascadidera badai wabah pandemi sejak Februari 2020.
Dalam konteks percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 8 Agustus 2019.
Sebenarnya bukan hanya dari sisi regulasi, sejumlah persiapan dilakukan pemerintah, mulai dari menyiapkan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai penggerak utama kendaraan, menetapkan peta jalan Indonesia 4.0, sampai menebar iming-iming insentif bagi pelaku industri otomotif, agar memproduksi kendaraan dan baterai listrik di dalam negeri.
Sepeda Motor Listrik
Sejatinya, rencana kendaraan berbasis listrik bukan hanya monopoli kendaraan beroda empat. Kendaraan listrik di Indonesia sebenarnya sudah juga dimulai dari sepeda motor. Selain harganya yang terjangkau, rasio kepemilikan sepeda motor juga terus meningkat setiap tahunnya. Wajar produsen otomotif juga tertarik investasi di sepeda motor termasuk kendaraan masa depan berbasis listrik. Bayangkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat penjualan sepeda motor per tahun naik tajam sejak 2003 dan mencapai penjualan lebih dari 6 juta unit pada 2019.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kontribusi terbesar konsumsi energi berasal dari sektor transportasi, yang hampir sepenuhnya disuplai dari BBM sebesar 99,9%, gas 0,05%, dan listrik 0,04%. Dari gambaran itu, apabila motor listrik mendapatkan insentif, harga yang ditawarkan juga bisa lebih kompetitif dibandingkan dengan motor dengan bahan bakar minyak.
Hal ini tentu juga bisa menarik perhatian konsumen. Dari sisi harga misalnya, sejumlah sepeda motor yang dipasarkan seperti Viar Q1 dan Gesits tidak berbeda jauh dengan skuter matik konvensional. Kisaran harga keduanya berada di rentang angka Rp18 juta sampai dengan Rp28 jutaan.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian tercatat ada 15 produsen sepeda motor listrik sampai dengan semester I/2020. Kementerian memperkirakan kapasitas produksi bakal menyentuh 877.000 unit per tahun dan menyerap tenaga kerja sekitar 1.400 orang.
Selain itu, ada 24 model sepeda motor listrik yang telah mengantongi Sertifikat Uji Tipe (SUT), dan sebagian besar telah mengantongi Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Uji tipe adalah pengujian terhadap fisik kendaraan bermotor atau penelitian terhadap rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor, sebelum diproduksi, dirakit, atau diimpor secara massal.
Beberapa merek yang telah mendaftarkan model sepeda motor listrik dan telah mendapatkan SUT, di antaranya Viar, Magnum, Honda, SDR, Gesits, Migo, Niu, ECGO, Elvindo, Volta, Cakra, Kymco, Selis, United, TVS, dan Electro. Semuanya sudah di depan pintu dan siap meluncur di jalanan.
Tentu saja semakin maraknya penggunaan kendaraan listrik juga harus didukung ketersediaan infrastrutur pendukung. Oleh karena itu, Kementerian ESDM baru-baru ini meluncurkan operasional Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), sehingga totalnya sudah ada sembilan unit.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jisman Hutajulu mengemukakan bahwa tarif isi daya kendaraan listrik di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM 13/2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, tarif isi daya kendaraan listrik melalui stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) berkisar antara Rp1.644,52—Rp2.466,78 per kWh.
“Bila dibandingkan dengan tarif fast charging di beberapa negara, harganya di atas [Rp2.466,78 per kWh] semua, kecuali Tiongkok yang di bawah,” ujar Jisman. Adapun, total SPKLU saat ini baru mencapai 62 unit yang tersebar di 37 lokasi. Jumlah SPKLU ditargetkan dapat meningkat menjadi 2.465 unit pada 2025.
Dari gambaran itu, pemerintah tidak bisa sendirian untuk menyediakan infrastrutur pendukung itu. Pemerintah perlu mengajak seluruh pelaku industri otomotif untuk mendukung program dalam mempercepat tren kendaraan listrik di Indonesia, termasuk harganya tentu harus kompetitif.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini