Indonesia.go.id - Berharap dari Ayunan Balik Pendulum Ekspor

Berharap dari Ayunan Balik Pendulum Ekspor

  • Administrator
  • Jumat, 8 Januari 2021 | 02:44 WIB
PERDAGANGAN
  Sejumlah truk membawa muatan peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/12/2020). Foto: ANTARA FOTO/ M Risyal Hidayat

Pemerintah telah menetapkan nilai ekspor yang harus dicapai tahun ini sebesar USD180 miliar, melesat dari target tahun 2020, yakni USD130 miliar.

Kreativitas melakukan diversifikasi, baik terhadap produk ekspor dan pasar ekspor, menjadi kunci bagi perbaikan neraca perdagangan di 2021. Upaya normalisasi kinerja sektor perdagangan harus diakui bukan perkara mudah, meski bukan sesuatu yang tidak mungkin.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memancang target nilai ekspor yang harus dicapai tahun ini sebesar USD180 miliar, melesat dari target 2020, yang tertekan di angka USD130 miliar. Tentu penetapan target itu bukan asal-asalan, melainkan tetap dilakukan dengan perencanaan yang matang dan presisi. Meski disadari, kondisi dunia kini lagi dilanda wabah pandemi yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Didapuknya Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan RI yang baru, menggantikan Agus Suparmanto, tentu berdasar pada pertimbangan yang strategis, selain juga melihat jejak rekam mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat itu.  Disampaikan Lutfi setelah dirinya dilantik sebagai Mendag, tiga pesan Kepala Negara bagi sektor perdagangan. Pertama, menjaga kestabilan harga terutama mengendalikan inflasi. Kedua, membantu UKM, terutama menembus pasar ekspor. Ketiga, produk Indonesia bisa menembus pasar nontradisional. Dalam kesempatan itu, Lutfi menyebut pasar nontradisional itu adalah pasar Afrika dan Amerika Selatan.

Di tengah masih berlangsungnya wabah Covid-19, upaya menggenjot pasar ekspor 2021 tentu tidak mudah. Peluang optimalisasi pasar ekspor kini dihadapkan pada isu permintaan yang terbatas. Di mana hanya ada segelintir negara yang sudah membuka pasarnya. Indonesia harus siap bersaing dengan negara lain berebut kue pasar minimalis itu. 

Mengutip data Bloomberg, pasar-pasar yang demand-nya akan lebih cepat pulih, antara lain, Tiongkok, Australia, Selandia Baru, Taiwan, dan Korea Selatan. Kendati semuanya adalah mitra dagang utama Indonesia, sudah barang tentu negara lain pun mengincar mereka.

 

Kawasan Mulai Tumbuh

Data Kementerian Perdagangan, yang mengacu pada proyeksi BPS dan WTO, menunjukkan adanya pertumbuhan ekspor global di sejumlah kawasan. Itu jelas memberikan optimisme segera terjadinya pemulihan. Misalnya, kawasan Amerika Utara tumbuh 10,7 persen setelah sempat meroket ke-14,7 persen di bulan tertentu pada 2020. Bandingkan dengan pertumbuhan 0,1 persen di 2019, dan 3,8 persen pada 2018.  Begitu juga kawasan Eropa diprediksi tumbuh 8,2 persen (2021), -11,7 persen (2020), 0,1 persen (2019), dan 2,0 persen (2018). Kawasan Asia diprediksi tumbuh 5,7 persen (2021), -4,5 persen (2020), 0,9 persen (2019), dan 3,7 persen (2018).

Demikian pula, pertumbuhan impor global. Di kawasan Amerika Utara diprediksi tumbuh 6,7 persen (2021), -8,7 persen (2020), -0,4 persen (2019), 5,2 persen (2018). Kawasan Eropa juga diprediksi tumbuh 6,5 persen (2021), -10,3 persen (2020), 0,5 persen (2019), dan 1,5 persen (2018), kawasan Asia diprediksi tumbuh 6,2 persen (2021), -4,4 persen (2020), -0,6 persen (2019), dan 4,9 persen (2018).

Dari gambaran di atas, tampak komoditas Indonesia berpeluang mengisi pasar-pasar tersebut untuk lebih mendongkrak dan mengakselerasi kinerja neraca perdagangan Indonesia.   

Data BPS dan Kementerian Perdagangan menyebutkan, neraca perdagangan selama periode Januari-November 2020 tercatat ada surplus USD2,61 miliar, dengan rincian masing-masing ekspor tercatat

USD130,37 miliar, impor USD127,12 miliar. Pada periode 2019, neraca perdagangan tercatat negatif USD3,59 miliar, masing-masing ekspor USD167,68 miliar, dan impor USD171,27 miliar. Pada periode 2018, neraca perdagangan tercatat ekspor USD180,01 dan impor USD188,71 miliar. 

Pencapaian kinerja ekspor yang tergambarkan selama 2020 dan adanya surplus tentu tidak serta-merta menjadi berita yang menggembirakan. Surplus itu mengindikasikan aktivitas pembelian bahan baku bisa jadi menurun. Namun, adanya kepastian sudah tersedianya vaksin akan menjadi game changer yang melumasi jalan pemulihan kinerja perdagangan pada 2021.

Gejala pemulihan pun sudah mulai tampak sejak kuartal III/2020. Indeks Barometer Perdagangan Dunia WTO periode tersebut bertengger di level 100,7, naik dari Agustus yang di level 84,5. Artinya, perdagangan dunia terindikasi kembali tumbuh di atas tren pandemi. Untuk diketahui, Barometer Perdagangan Dunia di atas level 100 itu mengindikasikan adanya ekspansi. Namun, Indonesia juga harus mewaspadai tren proteksionisme dalam perdagangan internasional tahun 2021 ini.

Bahkan, sejumlah kalangan juga memprediksi bahaya perang dagang baru antaranggota WTO akan menyeruak pada 2021. Misalnya, antara Australia-Tiongkok, India-Tiongkok, maupun Amerika Serikat-Uni Eropa. Belum lagi, Indonesia dibikin waswas dengan arah kebijakan perdagangan Joe Biden sebagai Presiden AS terpilih. Yang jelas, Indonesia sangat diuntungkan dengan tuntasnya sejumlah kerja sama baik multilateral maupun bilateral yang telah ditandatangani beberapa waktu lalu. Skema kerja sama itu diharapkan bisa mendongkrak pembalikan kinerja ekspor pada 2021.

Kerja sama itu, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Bahkan, tahun ini beberapa kerja sama FTA (Free Trade Area) lainnya yang seperti Indonesia–Australia CEPA, ASEAN–Hong Kong, China Free Trade Agreement (AHKFTA), serta ASEAN–Hong Kong, China Investment Agreement (AHKIA) mulai berjalan. Dengan beragam perjanjian dagang tersebut dan didukungnya pemulihan ekonomi melalui vaksinasi, harapannya target ekspor nonmigas pada 2021 bisa meningkat.

Peluang itu sangat besar yang didukung oleh reformasi kebijakan dan birokrasi sesuai UU Cipta Kerja, serta peningkatan fasilitas perdagangan dan investasi terjadi pada 2021. Itu semua menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk mendongkrak kinerja ekspor nasional menjadi lebih produktif dan berdaya saing untuk menambah devisa. Sekarang tinggal sejauh mana Indonesia bisa memanfaatkan peluang. Itu akan sangat tergantung pada penciptaan produktivitas, efisiensi, dan diversifikasi produk ekspor, khususnya yang demand-nya tinggi seperti di kawasan Asia Pasifik.

Patut juga diingat volatilitas pasar tetap masih membayangi 2021, akurasi pemerintah dan pelaku industri dalam berburu pasar ekspor akan menjadi ujung tombak yang sanggup membalikkan ayunan pendulum ekspor Indonesia. Tidak ada yang tidak mungkin.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini