Indonesia.go.id - Akhiri Polemik, Bersatu Padu Sambut Pasar Halal

Akhiri Polemik, Bersatu Padu Sambut Pasar Halal

  • Administrator
  • Selasa, 12 Februari 2019 | 02:07 WIB
SERTIFIKASI
  Global Halal Center. Sumber foto: kemenag.go.id

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menepis anggapan bahwa lahirnya UU Jaminan Produk Halal melucuti peran MUI terkait sertifikasi halal sebuah produk.

Terbayang tidak, ketika Anda melakukan perjalanan wisata di satu negara, Anda kesulitan untuk menunaikan ibadah wajib, salat lima waktu atau mencari makanan halal? Pertanyaan itu mungkin kini sudah relatif bisa diminimalisir.

Pasalnya, sejumlah negara kini mulai menyadari pentingnya memberikan layanan bagi segmen wisatawan muslim, terutama berkaitan dengan wisata halal dan produk halal.

Tak perlu jauh-jauh. Dari negeri jiran, Thailand, misalnya, kini cukup gencar menggaet pasar wisatawan halal, terutama dari negara-negara sekitarnya, seperti Malaysia, Brunai Darussalam, atau Indonesia.

Mereka dengan penduduknya mayoritas penganut Budha bahkan berani menjanjikan tersedianya fasilitas peribadatan dan makanan halal di negaranya. Tidak itu saja, melihat besarnya potensi segmen ini, Negeri Gajah Putih itu kini bahkan berencana mengembangkan hotel halal.

Cerita di atas itu merupakan gambaran betapa seriusnya suatu negara menggarap pasar wisatawan halal yang kini tengah booming. Negara kawasan Asia Timur, seperti Korea Selatan, Jepang, Cina, atau Hong Kong juga melakukan strategi yang sama, yakni menggarap pasar halal.

Iklan tawaran wisata halal sangat banyak dan mudah kita temui di brosur sejumlah agen perjalanan. Wajar, sejumlah negara mulai serius menggarap pasar wisatawan halal dunia karena mereka menilai potensi segmen ini luar biasa. Paket wisata halal ke Eropa pun kini juga sudah banyak kita temui.

Indonesia pun sebenarnya sudah lama menyadari potensi itu. Bahkan, negara ini telah memiliki lembaga yang mengurusi soal halal. Lembaga itu baru saja merayakan milad ke-30, pada 16 Januari lalu.

Badan otonom--di bawah kendali komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)-- bernama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Lembaga itu mendapatkan mandat menyelenggarakan sertifikasi halal itu, sejak kelahirannya pada 6 Januari 1989.

Isu Lemak Babi

Lahirnya lembaga itu juga cukup menarik. Anggapan bahwa satu negara bila penduduknya mayoritas Umat Islam, bisa dipastikan masalah halal akan terjamin,  ternyata itu tidak secara otomatis. Munculnya isu lemak babi pada 1988 salah satu kasus yang cukup menghebohkan dan jadi pemicu perlunya sertifikasi halal tersebut.

Inilah yang melatarbelakangi lahirnya LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal. Tujuannya adalah produk yang sudah memperoleh sertifikasi halal dari MUI itu akan memberikan ketentraman bagi umat Islam ketika mereka membeli produk tersebut.

Dalam usianya yang ke-30 tahun, berdasarkan data per 15 Januari 2019, lembaga itu telah memberikan sertifikasi kepada 2.761 perusahaan di Indonesia dengan produk yang sudah bersertifikat halal berjumlah 1.222.749 produk. Produk yang paling banyak bersertifikat halal adalah flavor, seasoning, dan fragrance dengan jumlah 30.011.

Kesemua itu diatur dalam bentuk dalam bentuk regulasi berupa Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang pedoman dan tata cara pemeriksanaan dan penetapan pangan halal.

Selanjutnya regulasi itu ditindaklanjuti dengan dengan Keputusan Menteri Agama No 519 Tahun 2001 tentang Lembaga pelaksana pemeriksa pangan halal, yang menunjuk dan mendelegasikan pelaksanaan sertifikasi halal ke LPPOM MUI.

Namun, dalam perkembangannya, pengaturan sertifikasi halal selama ini dinilai masih sektoral, parsial, inkonsistensi, serta tidak sistemik dan sukarela yang mengakibatkan sertifikasi halal itu belum mempunyai legitimasi hukum yang kuat.

Belum adanya legitimasi yang kuat terhadap terselenggaranya sertifikasi halal itulah yang melandasi lahirnya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH). Dan, kini pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Jaminan Produk Halal. RPP itu diharapkan Oktober tahun ini sudah bisa operasional.

Tak dipungkiri, lahirnya UU No. 33 Tahun 2014 dan RPP tentang JPH sempat memunculkan polemik dan sempat muncul resistensi. Wajar saja karena adanya UU itu dinilai memunculkan anggapan sebagai regulasi yang melucuti peran MUI soal stempel halal tersebut.

Namun, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berusaha untuk menepis anggapan itu. “MUI masih berperan dalam proses sertifikasi halal sebuah produk. Namun, untuk menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada sebuah produk akan menjadi kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. MUI tetap berperan,” ujar Lukman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis,  7/2/2019. 

Ada tiga kewenangan yang masih melekat di MUI untuk sertifikasi halal itu. Tiga kewenangan itu, tutur Lukman, pertama MUI adalah memberikan fatwa kehalalan yang dalam konteks keagamaan. “Kewenangan ini masih melekat di MUI.”

Kedua, MUI berwenang untuk mengesahkan auditor untuk memeriksa kehalalan sebuah produk. Ketiga, memberikan kewenangan kepada lembaga pemeriksa halal atau LPH, di mana para auditor itu bekerja. “Jadi tiga kewenangan itu masih ada di MUI," tambah Lukman.

Namun, Menag menegaskan, nantinya proses penerbitan sertifikat akan dilakukan oleh BPJPH. Saat ini, Lukman menambahkan para menteri terkait sudah sepakat dan telah menandatangani RPP tersebut. "Sudah tinggal di meja Bapak Presiden, tinggal menunggu tanda tangan Bapak Presiden untuk diterbitkan," katanya. 

Selain tengah menyiapkan RPP tentang Jaminan Produk Halal, Kementerian Agama siap membangun Pusat Halal Indonesia. Pembangunan ini dilakukan sebagai fasilitas bagi keberlangsungan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang diharapkan sudah dapat beroperasi pada Oktober 2019 mendatang.

Tentu harapannya, badan itu segera beroperasi karena Lembaga pengganti LPPOM MUI adalah pemberi stempel jaminan produk halal. Keberadaan sertifikasi halal jelas sangat penting dalam menjalankan kesempurnaan keberagamaan. Artinya, adanya jaminan kehalalan produk menjadi sangat penting.

Terlepas dari semua itu, saya sangat mengapreasiasi bila kelahiran RPP tentang Jaminan Produk Halal itu segera dirilis. Semua pemangku kepentingan di negara ini harus satu padu untuk menyambut pasar halal dunia yang sangat menjanjikan tersebut. (F-1)