Indonesia.go.id - Menekan Inflasi dengan Cara Istimewa

Menekan Inflasi dengan Cara Istimewa

  • Administrator
  • Minggu, 28 Agustus 2022 | 12:44 WIB
INFLASI
  Ilustrasi. Presiden mengingatkan bahwa angka inflasi tersebut masih didukung oleh tidak naiknya harga BBM karena subsidi yang digelontorkan pemerintah. ANTARA FOTO/ Makna Zaezar
Menekan kenaikan harga komoditas yang berdampak inflasi di suatu daerah dapat dilakukan dengan mendatangkan komoditas dari daerah lain yang memiliki pasokan melimpah.

Inflasi menjadi momok bagi semua negara di tengah situasi "The Perfect Storm". Situasi dunia tidak sedang baik-baik saja. Ketika semua negara masih dalam pemulihan dampak Covid-19, terjadi konflik Rusia-Ukraina. Pasokan pangan dan energi menjadi seret sehingga memicu kenaikan harga.

Tak terkecuali Indonesia terkena imbasnya. Meski pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan terakhir membaik, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terus menekankan agar tetap waspada menyikapi ketidakpastian global pada tahun-tahun mendatang.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi mendorong seluruh elemen dan jajaran pemerintahan, baik di pusat maupun daerah agar bekerja sama dalam upaya pengendalian di tanah air. Hal tersebut diutarakan Presiden RI saat membuka rapat koordinasi nasional (rakornas) inflasi  2022, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/8/2022). Rapat ini diikuti oleh seluruh kepala daerah secara daring.

“Saya ingin bupati, wali kota, gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di daerah dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP). Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik, yang menyebabkan inflasi,” ujar Presiden.

Menurut Kepala Negara, untuk menekan kenaikan harga komoditas yang berdampak pada inflasi di suatu daerah dapat dilakukan dengan mendatangkan komoditas itu dari daerah lain yang memiliki pasokan melimpah. Menyangkut mahalnya biaya transportasi yang kerap menjadi kendala dalam pengiriman komoditas antardaerah, Presiden Jokowi pun mendorong adanya anggaran tak terduga yang dapat digunakan untuk menutup biaya tersebut, sekaligus menyelesaikan inflasi di daerah. Menteri Dalam Negeri diminta mengeluarkan surat keputusan atau surat edaran dalam mendukung kebijakan yang menyatakan anggaran tidak terduga bisa digunakan untuk menyelesaikan inflasi di daerah.

Sejauh ini, kenaikan inflasi di beberapa daerah perlu diwaspadai. Tercatat lima provinsi yang memiliki inflasi di atas lima persen, yaitu Jambi yang berada di angka 8,55 persen, Sumatra Barat 8,01 persen, Kepulauan Bangka Belitung 7,77 persen, Riau 7,04 persen, dan Aceh 6,97 persen.

“Tolong ini dilihat secara detail yang menyebabkan ini apa, agar bisa kita selesaikan bersama-sama dan bisa turun lagi di bawah 5 (persen), syukur bisa di bawah 3 (persen),” ujar Presiden Jokowi.

Sampai Juli 2022, secara nasional inflasi berada di angka 4,94 persen. Presiden mengingatkan bahwa angka inflasi tersebut masih didukung oleh tidak naiknya harga BBM karena subsidi yang digelontorkan pemerintah. Total subsidi energi yang dialokasikan untuk bensin, LPG, dan listrik pada 2022 sebesar Rp502 triliun.

Satu hal, Presiden Jokowi kembali mengingatkan pemerintah daerah mempercepat realisasi belanja APBD masing-masing. Realisasi sampai semester I-2022 ini baru mencapai 39,3 persen. “Sampai hari ini, belanja daerah, belanja APBD baru 39,3 persen. Hati-hati ini, baru Rp472 triliun. Padahal, ini penting sekali untuk yang namanya perputaran uang di daerah, pertumbuhan di daerah, yang namanya APBD ini segera keluar agar beredar di masyarakat. Ini penting sekali,” ungkap mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Ia menambahkan, realisasi belanja APBD menjadi penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi di daerah. Padahal masih ada anggaran APBD yang menganggur di bank sebesar Rp193 triliun.

Sebab itu, Presiden juga mengingatkan, seluruh elemen pemerintahan untuk tidak lagi bekerja dengan rutinitas standar yang biasa-biasa saja di tengah krisis global. Kondisi demikian, menurut Jokowi, disebabkan oleh tantangan pemulihan pandemi Covid-19 yang diikuti dengan situasi perang dan geopolitik hingga memunculkan krisis pangan, energi, dan keuangan.

Sebagai anggota TPIP, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengakui, tingkat inflasi nasional memang masih lebih rendah dari negara lain tapi melebihi dari batas atas sasaran 3 persen plus minus 1 persen. Perry Warjiyo mengungkapkan, inflasi terutama disebabkan oleh tingginya inflasi kelompok pangan bergejolak yang mencapai 11,47 persen, yang mestinya tidak lebih dari lima persen atau maksimal enam persen.

“Tekanan bersumber terutama dari kenaikan harga komoditas global akibat berlanjutnya ketegangan geopolitik di sejumlah negara yang mengganggu mata rantai pasokan global dan juga mendorong sejumlah negara melakukan kebijakan proteksionisme pangan,” ujar Gubernur BI.

Adapun di dalam negeri, terjadi gangguan pasokan di sejumlah sentra-sentra produksi hortikultura termasuk aneka cabai dan bawang merah akibat permasalahan struktural di sektor pertanian, cuaca, serta ketersediaan antarwaktu dan antardaerah. Kenaikan harga energi global juga telah mendorong kenaikan inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices), termasuk angkutan udara.

“Tekanan dapat tertahan sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan subsidi energi. Tekanan inflasi dari sisi permintaan atau yang sering disebut inflasi inti masih tetap rendah. Ini menunjukkan sebetulnya daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih meskipun sudah meningkat. Sementara itu, ekspektasi inflasi juga terjaga,” pungkas Perry.

Selaku Ketua TPIP, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pihaknya juga terus berupaya meningkatkan sinergi pemangku kepentingan dalam pengendalian inflasi, terutama menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. Ini dilakukan melalui program 4K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.

“Dari segi keterjangkauan, pemerintah memberikan stimulus ekonomi berupa bansos (bantuan sosial) baik dari APBN maupun APBD. Dari segi ketersediaan, cadangan beras relatif aman melalui Bulog 1--1,5 juta ton. Sementara itu, kelembagaan melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian dan juga sistem resi gudang. Sistem gudang ini yang masih perlu dioptimalisasikan,” ujar Menko Airlangga.

Di samping itu, diperlukan komunikasi yang efektif dari semua pihak untuk menjaga ekspektasi masyarakat, sehingga tidak menimbulkan panic buying.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari