Pemerintah Kabupaten Jayapura telah memberikan ruang dan kepercayaan serta pemberdayaan kepada masyarakat adat. Komitmen ini telah dicanangkan pada 24 Oktober 2013, di masa pemerintahan periode pertama Bupati Jayapura Mathius Awoitauw.
Ide besar tersebut bersambut. Tiga tahun kemudian DPR Kabupaten Jayapura mengesahkan satu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat. Setahun kemudian diperkuat dengan Perda nomor 13 Tahun 2017 tentang Pemerintahan Kampung.
Gerakan pemberdayaan masyarakat adat yang diberikan ini mendapat sambutan baik di masyarakat. Masyarakat adat terpacu untuk dapat menentukan pilihan mereka dalam mengelola semua sumber daya alam yang dimilki pada setiap kampung-Kampung yang ada di Kabupaten Jayapura, yang jumlahnya mencapai 134 Kampung.
Program penguatan dan pemberdayaan tersebut terus berjalan di periode kedua Bupati Mathius Awoitauw. Bupati melalui instansi teknis, pada masa akhir jabatan pertamanya telah merancang perubahan status kampung dinas menjadi kampung adat. Sejumlah kampung adat di telah dikukuhkan, seperti Kampung Adat Demutru, Sewi Wasrek, Namblong, Kampung Yoboi, Kampung Ayapo, dan Kampung Ifar Besar.
Perubahan status menjadi kampung adat ini supaya kelak tidak ada dualisme kepemimpinan dalam satu kampung. Pemerintahan kampung adat dipimpin seorang kepala kampung adat dan akan dikukuhkan langsung oleh kepala suku atau ondoafi kampung yang bersangkutan. Sedangkan pemerintah hadir untuk memberikan pengakuan dan legalitas melalui sebuah pakta integritas kerja sama dengan pemerintah adat di masing-masing kampung.
Menurut catatan, sampai saat ini, pemerintahan Bupati Mathius Awoitauw telah melahirkan 13 kampung adat. Dalam sebuah kesempatan, Bupati Mathius Awoitauw mengatakan, masyarakat adat sudah lama dibiarkan tanpa ada perhatian serius dari pemerintah. Sementara itu, sistem pemerintahan adat sudah ada sejak zaman nenek moyang.
“Masyarakat adat sudah dibiarkan tanpa ada perhatian serius oleh pemerintah selama ini, oleh sebab itu mereka diberikan kesempatan untuk menentukan pilihan atas apa yang dimiliki dari sumber daya alamnya,” Kata Bupati Awoitauw di Sentani. Kamis (12/8/2019).
Pembentukan kampung adat dan pemetaan wilayah adalah bagian yang tidak terpisahkan yang harus dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakatnya. Hal ini merupakan implementasi perwujudan dari otonomi khusus yang diberikan kepada Papua.
“Ketika otonomi khusus ada di Papua, semua orang hanya meributkan uangnya. Bentuk fisik dari otsus sampai saat ini belum jelas,” katanya.
Selain pembentukan kampung adat, pemerintah daerah juga memberikan dukungan anggaran yang cukup besar bagi setiap kampung adat yang telah siap melaksanakan pemerintahannya.
Menurut Bupati Amoitauw keberadaan kampung adat sangat istimewa dibanding kampung dinas. Oleh sebab itu, perlakukanya juga harus berbeda. Tahun ini pemerintah alokasikan dana tambahan sebesar 100 juta bagi setiap kampung adat, hal ini dimaksudkan agar ada percepatan pembangunan yang dilakukan di masing-masing kampung adat.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Jayapura juga telah membentuk tim pemetaan wilayah untuk malakukan pemetaan pada setiap wilayah adat dan masing-masing kampung. Termasuk di dalamnya, pengukuran hak-hak atas tanah.
Pemetaan wilayah ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum atas kepemilikan hak tanah di setiap wilayah adat, dan juga kepemilikan secara pribadi.
“Pengukuran tanah akan meliputi wilayah adat, kampung hingga kepada keret dan klan marga. Dengan demikian dalam proses negoisasi untuk proses pembangunan ke depan, setiap orang yang ingin berinvestasi di kampung adat tidak ragu-ragu karena kepemilikannya jelas,” ujar Bupati Awoitauw.
Dalam kepemilikan tanah secara pribadi atau perorangan pemerintah juga menganjurkan untuk tidak dijual. Kecuali digunakan untuk kepentingan umum.
Ketua Dewan Pembina Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan mengapresiasi program Pemerintah Kabupaten Jayapura terkait kebangkitan masyarakat adat hingga lahirnya kampung-kampung adat serta upaya melakukan pemetaan terhadap wilayah adat di Kabupaten Jayapura.
Menurutnya, Bupati Jayapura tidak berhenti di retorika kebangkitan masyarakat adat, tetapi menerjemahkannya dalam kebijakan yang bersifat terobosan yang berorientasi pada tindakan nyata.
“Pemetaan wilayah adat ini sangat penting, masyarakat adat juga akan mempresentasikan hak dan kekayaan mereka pada batas-batas adat mereka. Selain itu juga, sudah menjadi hak masyarakat adat untuk mengatur dan menggunakannya dalam proses peningkatan masyarakat di kampung masing-masing. oleh sebab itu pemetaan ini penting dilakukan oleh pemerintah serta didukung oleh masyarakat setempat sebagai pemilik hak ulayat,” ujar Nababan melalui pesan singkatnya.
Kepala DPMK Kabupaten Jayapura Elisa Yarusabra mengatakan, anggaran Alokasi Dana Kampung 2019 mengalami penambahan Rp3 miliar dari tahun sebelumnya hingga totalnya mencapai Rp76 miliar.
Alokasi dana kampung akan dibagi dalam dua tahap, tahap pertama 50 persen dibagi pada awal Maret dan tahap kedua akan disalurkan pada awal Juli.
Sementara itu Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) Provinsi Papua mengklaim dana desa yang digulirkan bagi masyarakat kampung pada 29 kabupaten/kota di Papua pada 2019 mengalami kenaikan sebesar Rp900 miliar jika dibandingkan dengan 2018. Kepala BPMK Provinsi Papua Donatus Motte mengatakan, dana desa pada 2018 diterima sebesar Rp4,323 triliun sedangkan pada 2019 tercatat Rp5,23 triliun sehingga ada kenaikan dari pemerintah pusat.
Untuk 2018, menurutnya semua anggarannya sudah terserap oleh desa pada 29 kabupaten/kota di Provinsi Papua, didampingi oleh 167 pendamping tingkat kabupaten, 1.254 pendamping tingkat kecamatan dan 1.575 pendamping tingkat lokal desa lulusan SLTA. (E-2)