Lima tahun masa jabatan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan berakhir pada 20 Oktober 2019. Pasangan itu telah menggenapkan 5 tahun pemerintahannya. Dan, Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan melanjutkan lagi estafet kepemimpinan untuk periode 2019-2024.
Bila berkaca pada periode 2014-2019, pada Pilpres 2014 pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengusung visi yang diberi judul 'Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian'.
Dengan mengusung visi itu, ekonomi Indonesia harus diakui tidak terlalu moncer meskipun tetap tumbuh stabil di level 5%, di tengah ketidakpastian global. Bahkan, negara ini masih tetap mencatat dirinya sebagai salah satu di antara negara G20 yang terbaik.
Namun, pertumbuhan itu dinilai cukup berkualitas, yang diikuti penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Bila pada 2014, persentase penduduk miskin masih mencapai 10,96%, tren kemiskinan itu terus menunjukkan penurunan, bahkan hingga menjadi 9,41% pada Maret 2019. Begitu juga dengan rasio gini dari 0,414 (2014) menjadi 0,382 (Maret 2019).
Bagaimana dengan penerimaan pajak dan komitmen membangun daerah? Tren penerimaan pajak harus diakui terus meningkat dari sisi angka meskipun dari sisi pertumbuhan masih belum memuaskan. Pada 2015, penerimaan pajak mencapai Rp1.204,4 triliun menjadi Rp1.518,8 triliun (2018) dan Rp1.643,1 triliun pada 2019 (proyeksi).
Komitmen pembangunan yang lebih mengutamakan ekonomi kerakyatan itu terlihat dari distribusi pendapatan untuk kepentingan pembangunan daerah dan dana desa. Pada 2015, pusat melakukan transfer dana untuk daerah mencapai Rp602,4 triliun, Rp663,6 triliun (2016), Rp682,2 triliun (2017), Rp697,9 triliun (2018), dan Rp744,6 triliun (proyeksi 2019).
Sebagai wujud distribusi pendapatan yang merata, termasuk ke masyarakat desa, juga berimplikasi terhadap ketahanan pangan selain tentunya kesejahteraan petani pun meningkat. Kini, bahkan indeks ketahanan pangan Indonesia secara global menduduki peringkat 65 dengan nilai 54,8 pada 2019.
Begitu juga nilai tukar petani (NTP). Bila pada Mei 2015, NTP pernah mencapai 100,2, naik lagi menjadi 101,55 (Mei 2016), 100,15 (Mei 2017), 101,99 (Mei 2018), dan 102,61 pada Mei 2019.
Kita melihat wajah pemerintahan yang sangat peduli terhadap ekonomi kerakyatan. Wujud itu berupa adanya dana desa, menuju desa mandiri dan penggunaan dana desa yang tepat dalam 5 tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla,
Dalam melakukan pembangunan desa misalnya, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat desa merupakan tujuan yang ingin dicapai melalui pembangunan desa tersebut.
Indikator itu terlihat dari kinerja dana desa. Dengan dana desa yang digelontorkan yang sudah Rp257 triliun pada 2019, jumlah desa mandiri dan pendapatan masyarakat menjadi meningkat. Di sisi lain, jumlah kemiskinan dan pengangguran di desa menurun.
Semakin Turun
Menurut data yang diterima dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang mengutip data dari Kementeran Desa, PDT dan Transmigrasi, ketimpangan desa semakin turun.
Bila pada 2005 pada level 0,329, turun di level 0,320 (2017), dan turun lagi menjadi 0,319 pada 2018. Begitu juga dengan kemiskinan desa,turun terus sejak 2015 dari 14,09 menjadi 13,96 (2016), 13,47 (2017). Dan menjadi 13,10 pada 2018. Grafis kinerja dana desa)
Tak dipungkiri, pemerintah mendorong desa untuk menjadi mandiri secara ekonomi. Tuntutan itu telah mendongkrak jumlah desa mandiri serta berkurangnya jumlah desa tertinggal.
Menurut data Kementerian Desa PDTT yang dikutip KSP, jumlah desa mandiri sudah mencapai 5.606 desa atau dengan porsi 7,43%, desa tertinggal 14.461 desa (19,17%), dan yang masih masuk desa berkembang 55.369 desa (73,4%).
Bahkan, adanya program dana desa juga telah mendorong pembangunan infrastruktur desa secara massif. Artinya, dana desa telah diperuntukkan dengan sasaran yang tepat, berupa infrastruktur desa, menghidupkan Badan Usaha Milik Desa, meningkatkan pelayanan kesehatan serta menggerakkan perekonomian dan mensejahterakan masyarakat desa.
Bayangkan, melalui dana desa yang dirilis pertama kali pada 2015, jalan desa yang telah dibangun sebanyak 191.600 Km, jembatan (1,14 juta unit), pasar desa (8.983 unit), penahan tanah (192.569 unit), MCK (240.587 unit), air bersih (959.569 unit), dan polindes (9.692 unit).
Begitu juga untuk tambatan perahu, ada tambahan 5.371 unit, embung (4.171 unit), sarana olahraga (19.526 unit), drainase (19,55 juta unit), PAUD (50.854 unit), Posyandu (24.820 unit), sumur (45.169 unit).
Terlepas dari semua itu, menurut hemat saya, pemerintah Joko Widodo – Jusuf Kalla telah melalui fase yang sulit untuk tetap mempertahankan pembangunan di tengah ekonomi global yang sulit.
Kita menyaksikan Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla terlihat sangat perhatian terhadap pembangunan daerah-daerah dan desa dalam konteks sebagai bagian kerangka negara kesatuan, dalam bingkai Indonesia Sentris, tidak lagi Jawa Sentris.
Kita patut mengucapkan syukur atas prestasi Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang telah melampaui masa sulit itu. Kini, kita harus menatap ke depan dengan tantangannya yang harus dilalui pun masih tetap sama, bagaimana pertumbuhan ekonomi tetap stabil, syukur-syukur bisa tumbuh lebih baik lagi.
Yang jelas, strategi pembangunan SDM dan infrastruktur yang dipilih Pemerintah Joko Widodo-Ma’ruf Amin utuk 5 tahun ke depan sudah sangat tepat. Optimalisasi infrastruktur yang sudah dibangun, meningkatkan sentra produksi untuk kegiatan ekonomi rakyat dan daerah strategis pariwisata.
Pelbagai kalangan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan masih kuat pada kisaran 5%. Namun, pemerintah harus bisa menjaga konsumsi domestik. Selain itu, faktor global dan domestik masih membayangi perekonomian Indonesia tahun depan. Selamat bertugas Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. (F-1)