Pura Besakih di Provinsi Bali akan menjadi salah satu tempat kunjungan wisata para peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara G20 pada 15-16 November 2022.
Pulau Bali menyimpan pesona budaya dan alam yang saling bertautan. Perpaduan kedua hal ini menjadi salah satu magnet utama untuk menjaring minat kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, di sana dengan sangat mudah ditemukan ribuan pura atau tempat persembahyangan umat Hindu dalam berbagai ukuran, besar atau kecil.
Maklum saja, dari sekitar 3,32 juta jiwa penduduknya, menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, sekitar 86,8 persen di antaranya memeluk agama Hindu. Keberadaan pura tak jarang dibangun menyatu dengan keindahan alam di sekitarnya sehingga ada yang letaknya di ujung tebing curam berpemandangan laut lepas atau di kaki gunung.
Ini selaras dengan orientasi kesucian masyarakat Hindu Bali, yakni kaja-kelod atau ke arah gunung dan pantai. Misalnya, Pura Besakih, tempat peribadatan terbesar umat Hindu Bali. Pura berjulukan Mother of Temple ini merupakan kompleks peribadatan seluas 12 kilometer persegi terdiri dari satu pura utama yakni Pura Penataran Agung dan 17 pura yang lebih kecil.
Terletak di ketinggian hampir 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), Pura Besakih berada di barat daya Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Dewata yang memiliki puncak 3.142 mdpl. Secara administrasi, Pura Besakih adanya di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 53,3 km atau dua jam perjalanan darat dari Renon di Denpasar, ibu kota Provinsi Bali.
Perjalanan menuju Pura Besakih akan melewati panorama Bukit Jambul, salah satu objek wisata alam di perbatasan Karangasem dan Kabupaten Klungkung. Nama besakih diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu wasuki. Sedangkan dalam bahasa Jawa Kuno adalah basuki yang berarti ‘selamat’.
Besakih juga dikaitkan oleh mitologi naga basuki sebagai penyeimbang Gunung Mandara. Tidak ada catatan resmi mengenai siapa pendiri pura itu, kendati terdapat beberapa versi cerita masyarakat. Hal itu diungkap peneliti budaya asal Australia, yang bekerja pada Museum Nasional Etnologi Leiden, David J Stuart Fox dalam bukunya Pura Besakih: Temple, Religion, and Society in Bali.
Dalam buku setebal 470 halaman itu, lulusan Australian National University tersebut menjelaskan, salah satu cerita soal pendiri Pura Besakih didapat Fox dari buku Het Adatrecht van Bali karya Dr VE Korn pada 1932 lampau. Fox menceritakan, berdasarkan kisah dari buku Korn itu, ada seorang tokoh agama (pedanda) di lembah Gianyar mengaku bahwa pendirinya adalah Resi Markandenyan dari Pulau Jawa.
Pura ini rampung seluruhnya pada abad 15 dan di dalamnya terdapat banyak peninggalan seperti sarkofagus, menhir, dan struktur teras seperti piramida. Beberapa di antaranya adalah Prasasti Gaduh Sakti Selat berangka tahun 1393 Saka atau 1471 Masehi, dan Prasasti Batu Madeg. Kemudian Prasasti Penataran Besakih A (1366 Saka/1444 Masehi) yang menyebutkan lokasi Pura Besakih di hulundang ring basuki atau desa di hulu atau tempat tersuci.
Pura Besakih akan menjadi salah satu tempat kunjungan wisata para peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara G20 pada 15-16 November 2022. Karena itu, pemerintah pun melakukan penataan kawasan di sekitar pura sejak 2021.
Presiden Joko Widodo memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membenahi kawasan Pura Besakih. Sejumlah fasilitas penunjang dibangun di Area Manik Mas seperti gedung parkir empat lantai seluas 55.201 meter persegi dan mampu menampung 66 unit bus besar serta 1.369 mobil dan 2.000 motor. Dibuatkan pula alur masuk dan keluar berbeda, sehingga tidak terjadi penumpukan, termasuk pengaturan sirkulasi jalan untuk kendaraan.
Ikut didirikan 18 kios besar dan 12 kios kecil dan di Area Bencingah berdiri sebanyak 358 kios pedagang di atas bangunan seluas 7.587 m2. Kedua kawasan itu dilengkapi menara pandang (viewing deck) seluas 64 m2 dan 113 bilik toilet bersih. Penataan ini menelan anggaran sebesar Rp508,1 miliar dari APBN tahun jamak (multiyears) 2021-2022 dan berlangsung selama 540 hari kalender.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan, penataan kawasan Pura Besakih tidak akan menyentuh area bangunan utama yang digunakan sebagai tempat ibadah. "Yang terpenting dari penataan kawasan ini untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung yang beribadah dan berwisata," tegas Basuki dikutip dari website Kementerian PUPR.
Basuki berharap, melalui kegiatan penataan Pura Besakih, fungsi dan vitalitas kawasan dapat meningkatkan keamanan, kemudahan, dan kenyamanan. Tidak hanya bagi masyarakat setempat, juga untuk pengunjung, baik dari sisi keagamaan maupun pariwisata.
Selain itu, penataan kawasan Pura Besakih diharapkan memberikan perspektif baru bagi peserta KTT soal pelestarian budaya berkelanjutan yang dilakukan Indonesia dan dapat dicontoh oleh negara-negara anggota G20.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari