Indonesia.go.id - Mengenal Nusa Dua, dari Lahan Tandus Jadi Kawasan Prestisius

Mengenal Nusa Dua, dari Lahan Tandus Jadi Kawasan Prestisius

  • Administrator
  • Rabu, 9 November 2022 | 13:01 WIB
G20
  Pantai Nusa Dua, Bali. Lahan tandus yang kini berubah rupa. KEMENPAR
Kawasan resor terbaik di dunia berisi 19 hotel bintang lima dengan 5.285 kamar. Lokasi wisata konvensi internasional dan menarik minat ribuan turis lima benua.

Keindahan alam Bali selalu memikat siapa pun untuk dijelajahi. Kondisi geografis dari pulau seluas 5.780 kilometer persegi ini sungguh lengkap, mulai dari perairan dan koleksi bawah lautnya nan mempesona hingga pesisir pantai berpasir putih dan kawasan pegunungan berhawa sejuk. Nyaris setiap sudut pulau berpenduduk 4,32 juta jiwa berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2020 itu punya potensi wisata untuk dikunjungi.

Salah satunya adalah kawasan Nusa Dua, yang letaknya di ujung selatan Pulau Bali atau sekitar 40 kilometer dari Denpasar, ibu kota provinsi. Nusa Dua masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dan secara kontur terdiri atas perairan dengan pantai berpasir putih hingga perbukitan kapur di ketinggian 350 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Sebagai daerah pesisir yang berhadapan dengan Samudra Hindia, Nusa Dua terbilang panas dengan cuaca harian berkisar 30-32 derajat Celcius. Kendati demikian, Nusa Dua merupakan favorit investor untuk mendirikan penginapan. Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 2021, di Kecamatan Kuta Selatan telah berdiri sekitar 134 hotel berbintang.

Sebanyak 61 di antaranya adalah hotel bintang empat dan lima tersebar di Kelurahan Jimbaran, Pecatu, Tanjung Benoa, Ungasan, dan Benoa. Beberapa di antara hotel tadi berada di kawasan The Nusa Dua. Ini adalah sebuah kawasan pariwisata terpadu dan paling prestisius di Indonesia dan dunia.

Pengelolanya adalah badan usaha milik negara PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Namun siapa sangka kawasan asri dan hijau oleh aneka pepohonan terselip di antara belasan penginapan itu semula hanya berupa lahan tandus dan kering.

Menurut sejarawan Universitas Udayana I Gede Agus Febriawan, jauh sebelum industri pariwisata berkembang dan terbangun kawasan The Nusa Dua seperti sekarang, lokasi tersebut adalah lahan kurang produktif. Masyarakat dari tiga desa di sekitar situ, yakni Kampial, Peminge, dan Bualu memanfaatkan pantai dan kebun sebagai sumber penghasilan mereka. 

Selain melaut untuk mendapatkan hasil tangkapan berupa aneka ikan, masyarakat juga melakoni profesi bertani kendati sulit untuk menanam padi akibat lahan yang kering. Mereka hanya mampu menanam ubi, singkong, dan lainnya dengan hasil yang tidak begitu baik. Demikian terungkap dalam penelitiannya berjudul Migrasi dan Perubahan Sosial di Nusa Dua 1970-2013 dan tayang di Jurnal Humanis Fakultas Ilmu Budaya Unud pada Mei 2017.

Pemerintah kemudian memutuskan untuk memanfaatkan kawasan lahan kering dan tidak produktif tetapi memiliki keindahan panorama alam berupa pantai yang indah berpasir putih memukau sebagai kawasan pariwisata budaya papan atas. Semua itu terjadi pada 1969 saat Pemerintah Indonesia dan Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memulai penyusunan rencana awal pengembangan pariwisata terintegrasi di Bali.

Sebuah perusahaan konsultan milik Pemerintah Prancis bernama Centrale Société pour I’Équipement Toristique Outre-Mer (SCETO) ditunjuk pada 1970 untuk melakukan penelitian dan menyusun rencana awal pengembangan pariwisata di Bali secara berkelanjutan. Hasil studi SCETO itu menyebutkan, pariwisata yang dapat dikembangkan di kawasan tandus ini perlu menitikberatkan pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pada sisi lain SCETO meminta agar pemerintah turut melestarikan nilai-nilai budaya, struktur sosial masyarakat, dan lingkungan alam.

Lewat hasil studi pariwisata tadi, Indonesia dan UNDP menunjuk Pacific Consultant International untuk menyusun cetak biru Kawasan Pariwisata Terpadu Nusa Dua yang belakangan dikenal sebagai The Nusa Dua. Mengutip website Kementerian Sekretaris Negara, untuk mewujudkan cetak biru itu, dibentuklah PT Pengembangan Pariwisata Bali atau Bali Tourism Development Corporation (BTDC) pada 1973 silam.

BTDC bertugas menyiapkan lokasi pembangunan, cetak biru lebih terperinci, dan menciptakan infrastruktur berstandar dunia sehingga mampu menarik investor global berinvestasi ke Nusa Dua Resort, nama awal kawasan itu. Pada Mei 1983, Nusa Dua Beach Hotel diresmikan Presiden RI ke-2 Soeharto dan menjadi hotel pertama di sana dengan kapasitas 450 kamar. Hotel tersebut kini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Sultan Hassanal Bolkiah lewat Brunei Investment Agency (BIA).

BTDC sendiri merupakan cikal bakal tercetusnya ITDC pada 2014. Karena saat itu, Pemerintah Indonesia juga ingin mengelola Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, untuk menjadi kawasan pariwisata terpadu serupa Nusa Dua. Sehingga perubahan nama itu perlu dilakukan karena cakupannya tak lagi di seputar Bali saja.

Konsistensi pengelola dalam mengikuti zonasi tata ruang, batas garis pantai, konsep lanskap, desain utilitas serta sistem keamanan seperti tercantum dalam rencana induk pembangunan sejak 1972 membuat The Nusa Dua menerima berbagai penghargaan. Misalnya, Kalpataru serta sertifikasi Tri Hita Karana dari Tri Hita Karana Bali Foundation.

Pada 2004, kawasan seluas 300 hektare yang terdiri dari 19 hotel dan resor bintang lima dengan 5.285 kamar tersebut menyabet penghargaan tingkat global berupa sertifikasi pertama Green Globe 21 Asia Pacific. Sertifikasi itu untuk kategori Community Resort, diberikan oleh Green Globe Foundation, sebuah lembaga global yang didukung oleh PBB.

Selain hotel dan resor mewah, The Nusa Dua dilengkapi penataan lanskap menawan dengan tetap mempertahankan suasana hijau diselingi lintasan lari berkilometer panjangnya bahkan hingga ke pesisir pantai. Terdapat rumah sakit, pusat perbelanjaan, lapangan golf, sejumlah restoran papan atas, dan objek wisata Water Blow yang terkenal.

Ada pula Museum Pasifika berisi lebih dari 600 karya dan terdiri dari 11 paviliun diwakili Indonesia, Italia, Belanda, Indo-Eropa, Indochina, Polinesia, Tapa, Asia, dan Pasifik. Berdiri pula Pura Nusa Dharma di kawasan tebing Nusa Dharma. Tempat persembahyangan umat Hindu ini dibangun pada 1948 silam oleh Tan Sie Yong sebagai hasil akulturasi.

Kawasan Nusa Dua juga kerap menjadi alternatif wisata pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE) kelas dunia. Karena terdapat dua pusat konvensi berstandar global, yakni Bali International Convention Centre (BICC) dan Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC). Kedua tempat itu berdaya tampung total hingga 30.000 orang.

Kedua fasilitas MICE tersebut telah digunakan untuk menjadi tuan rumah dalam berbagai acara berskala dunia antara lain Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 1976, 2003, 2011; Pertemuan Persiapan IV KTT Bumi 2002, Konferensi Perubahan Iklim PBB 2007, KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik 2013.

Kemudian Kontes Miss World 2013, Bali Democracy Forum 2014, Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018, dan Konferensi Mitigasi Bencana PBB 2022, Mei 2022 lalu. Terbaru adalah terpilihnya BNDCC dan BICC sebagai lokasi KTT G20, 15--16 November 2022. Masih ada puluhan acara berkelas internasional lainnya dengan skala lebih kecil yang memakai jasa kedua tempat konvensi di atas.

The Nusa Dua pada 2001--2008 juga pernah menjadi tuan rumah turnamen tenis dunia, WTA Tour Tier III yang diikuti sederet petenis peringkat 20 besar dunia saat itu. Sejumlah mantan ratu tenis dunia pernah tampil di turnamen berhadiah total USD225 ribu (Rp3,5 miliar) ini. Seperti Arantxa Sanchez Vicario, Lindsay Davenport, Ana Ivanovic, Jelena Jankovic, Anastasia Myskina, Li Na, Conchita Martinez, Svetlana Kuznetsova, Elena Dementieva, dan Nadia Petrova.

Nusa Dua juga pernah diinapi para pemimpin dunia seperti dua Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan dan Barack Obama serta Raja Salman dari Arab Saudi dan tentu saja Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah. Termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Bahkan Putin selalu ingat Nusa Dua karena ia pernah mendapatkan kejutan kue ulang tahun dari para pemimpin dunia saat menghadiri KTT APEC di Nusa Dua, sembilan tahun silam.

Semoga saja pesona Nusa Dua dengan pantai berpasir putih dan birunya air laut mampu mendamaikan dua pemimpin negara yang sedang bertikai, Rusia dan Ukraina pada KTT G20. Sekaligus membuktikan kepada dunia bahwa Bali dan Nusa Dua tetap masih pantas menjadi tempat healing terbaik di seantero jagat di saat pandemi siap berakhir.

 

Penulis: Anton Setiawan 
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari