Indonesia.go.id - Penjor Pelengkap Kebahagiaan Masyarakat Dewata

Penjor Pelengkap Kebahagiaan Masyarakat Dewata

  • Administrator
  • Rabu, 16 November 2022 | 05:00 WIB
G20
  Warga membuat penjor atau bambu yang dihias untuk dipasang di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (8/11/2022). ANTARA FOTO/ Fikri Yusuf
Bali siapkan 2.500 penjor dalam hajatan KTT G20. Selain untuk meramaikan KTT G20, juga menjadi kesempatan emas Bali mengenalkan sebanyak mungkin kearifan lokal masyarakatnya kepada para pemimpin dunia.

Masyarakat Pulau Bali terkenal dengan kemampuan dalam menciptakan karya seni bernilai tinggi, salah satu bentuknya adalah penjor. Ini merupakan sejenis hiasan besar dari rangkaian janur atau daun kelapa yang masih muda. Rangkaian mirip umbul-umbul ini diikatkan pada satu batang utuh bambu sepanjang 8-9 meter hingga membentuk lengkungan. Agar semakin menarik, penjor dilengkapi hiasan hasil bumi seperti kelapa, pisang, padi, dan lain sebagainya.

Hampir seluruh lapisan masyarakat di Pulau Dewata punya kemampuan menciptakan aneka kreasi penjor. Umumnya penjor dipasang di tepi jalan menjelang perayaan keagamaan masyarakat Bali yang menganut agama Hindu, semisal Hari Raya Galungan. Pada saat perayaan, maka wajah jalan-jalan utama hingga ke pedesaaan seolah tertutupi oleh ribuan penjor.

Pemasangan penjor di sudut-sudut strategis permukiman dan tepi jalan sebagai bentuk rasa bersyukur atas kebaikan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada umatnya. Itu ditunjukkan dengan bentuk melengkung penjor ke arah bawah yang bermakna kerendahan hati. Kehadiran penjor dengan aneka bentuk ukiran di atas daun kelapa kerap mencuri perhatian turis asing.

Dalam makna berbeda seperti dikutip dari Nilai Filosofi Penjor Galungan & Kuningan karya I Made Nada Atmaja disebutkan kalau penjor merupakan persembahan umat kepada Hyang Batara Gunung Agung. Umat Hindu Bali percaya bahwa Gunung Agung merupakan tempat Hyang Batara Putra bersama para dewa dan leluhur.

Gunung dipercaya sebagai Istana Tuhan dengan segala manisfestasinya. Sehingga penjor sebagai simbol rasa syukur dan ucapan terima kasih terhadap hasil bumi yang diberikan Tuhan. Sedangkan Gunung Agung merupakan pemberi kemakmurannya. 

Masyarakat Bali mengenal adanya dua jenis penjor yaitu yang dipakai saat upacara adat dan pepenjoran. Menyambut Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua, 15-16 November 2022, Pemerintah Provinsi Bali memutuskan untuk memasang sekitar 2.500 penjor jenis pepenjoran ukuran madya dan utama.

Penjor madya atau menengah dipasang sejak pintu keluar Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, simpang menuju gerbang jalan tol laut Mandara, dan jalan raya By Pass Nusa Dua. Sedangkan penjor utama dipasang di sekitar kawasan pariwisata terpadu Nusa Dua dan lokasi para pemimpin negara G20 berkegiatan di Hotel The Apurva Kempinski dan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Mangrove I Gusti Ngurah Rai.

Untuk keperluan pengadaan ribuan penjor tadi, Pemerintah Provinsi Bali mengucurkan anggaran Rp3,5 miliar yang pengelolaannya diserahkan kepada desa-desa adat yang wilayahnya dilintasi oleh rombongan pemimpin G20.

Terutama yang berada di tiga kecamatan Kabupaten Badung, yaitu Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan. Ditambah beberapa desa adat di Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Bangli. Setiap desa adat diminta untuk membuat penjor yang desainnya telah ditentukan.

Gubernur I Wayan Koster selaku pencetus ide pemasangan ribuan penjor ini mengatakan, desain penjor sudah ia tentukan. "Penjor mesti yang istimewa seperti yang sering kita lombakan di Kerobokan. Itu keren sekali karena menampilkan Bali yang klasik dan unik. Nilai seninya luar biasa," ujar Koster seperti dikutip dari siaran pers Pemprov Bali.

Koster menjamin bahwa desain penjor akan terlihat mewah dan tidak mengecewakan. Para pemuda desa adat bergotong royong sejak 9 November 2022 membuat dan memasang ribuan penjor di kawasan-kawasan yang sudah ditentukan.

Alumni Institut Teknologi Bandung ini menyatakan, pemasangan penjor-penjor di wilayahnya selain untuk meramaikan KTT G20, juga menjadi kesempatan emas Bali mengenalkan sebanyak mungkin kearifan lokal masyarakatnya kepada para pemimpin dunia.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Elvira Inda Sari