Indonesia.go.id - Uniknya Wayang di Tangan Ki Hadi Sugito

Uniknya Wayang di Tangan Ki Hadi Sugito

  • Administrator
  • Minggu, 29 September 2019 | 21:54 WIB
SENI PERTUNJUKAN
  Ki Hadi Sugito . Foto: Dok. Wayang Kulit

Pertunjukan ki Hadi Sugito adalah salah satu dari dalang istimewa yang tidak terlalu banyak menggunakan bahasa krama dalam pertunjukannya.

Gagrak Kartasura atau Gagrak Solo hingga saat ini adalah gagrak yang mungkin paling banyak dibawakan dalam seni pertunjukan wayang di Pulau Jawa. Dalang-dalang populer mulai dari Ki Nartosabdo, Ki Anom Suroto, Ki Manteb Sudarsono, hingga yang paling populer seperti almarhum Ki Enthus Susmono umumnya menggunakan Gagrak Solo. Gagrak Jogjakarta sebagai pesaingnya memang mempunyai keunikan tersendiri. Pada saat ini salah satu dalang muda yang sedang mencapai puncak popularitas adalah dalang Gagrak Jogjakarta, yaitu Ki Seno Nugroho. Dalam banyak hal popularitas dalang muda Ki Seno Nugroho memang sangat menarik perhatian penonton wayang usia muda. Tetapi akan sangat berguna jika penonton wayang menengok kembali sosok mumpuni dalang Gagrak Jogjakarta yang berpembawaan tenang cenderung tidak spektakuler tetapi banyak kalangan sangat menjunjung tinggi kepiawaian dalang yang telah meninggal dunia pada  9 Januari 2008 lalu.

Ki Purbo Asmoro, dalang kondang asal Pacitan yang dikenal tidak hanya sebagai dalang tetapi juga intelektual sarjana mempunyai kesan khusus terhadap Ki Hadi Sugito. Semasa dalang Hadi Sugito sedang dalam puncak kejayaannya di awal 80-an, Purbo yang masih SMA Karawitan mengenal Ki Hadi Sugito saat mendalang di rumah Ki Anom Suroto. Kebiasaan mendalang di rumah kerabat dalang biasa dilakukan para dalang di Jawa jika memasuki bulan sepi tanggapan atau bulan puasa.

Dalang Keren Tak Harus Spektakuler

Buku Ki Hadi Sugito, Guru Yang Tidak Menggurui terbitan ISI Jogjakarta (2011) mengungkapkan dengan jelas kesan dan penjelasan Ki Purbo Asmoro tentang keistiwaan Ki Hadi Sugito. Ki Purbo Asmoro menyebut keistimewaan Ki Hadi Sugito dengan istilah lucu, cucut, semu, rame dan urip.

Pada waktu Purbo pertama kali menonton Pak Gito lakon yang dibawakan  adalah lakon Begawan Lumono atau Durna Picis. Saat itu membatin "Dalang ini kok aneh, apa-apa yang dia bawakan bisa lucu, apa-apa yang dia bawakan kok bagus".  Permainan Pak Gito sangat hidup. Adegan apa saja pasti hidup. Lucu dan semu alias kreatif.Pembawaannya tidak pernah membosankan dan membuat gemas. Selalu menimbulkan rasa untuk mengikuti apa yang akan dibawakan selanjutnya.

Lakon yang sederhan saat dibawakan oleh Pak Gito bisa menjadi lakon yang enak didengar dan enak dinikmati. Padahal Pak Gito adalah dalang yang setia pada gaya klasik. Dia teguh dalam prinsip dan gaya yang sesuai kepribadiannya, dia sama sekali tidak tertarik dengan arus modernisasi pakeliran semisal menghadirkan pelawak atau porsi sinden yang dipopulerkan.

Pintar Melucu atau Banyol

Salah satu keunggulan Pak Gito, menurut Purbo adalah kemampuan banyol alias kemampuan olah komedi yang mengalir. Dalam setiap kesempatan dia mendalang dia tidak pernah mengulang lawakan yang sama. Dalam banyak hal, dalang-dalang populer kerap mengulang banyolan yang sama karena padatnya kesibukan dan tanggapan mendalang. Bagi Pak Gito hal itu di masa popularitas tertingginya tidak pernah terjadi, yakni mengulang lawakan yang sudah pernah dibawakan.

Ciri khas seorang dalang yang mumpuni adalah kemampuan menguasai penonton. Di dalam diri seorang Ki Hadi Sugito, dalam pandangan Purbo tersimpan karisma luar biasa untuk menguasai publik. Begitu naik ke panggung Pak Gito bisa tampak sangat berwibawa. Ketika duduk di depan pakeliran dia tampak gagah. Tetapi saat membawakan dan menghidupkan wayang dia bisa lucu, nyelelneh tetapi tidak pernah kehilangan wibawa.

Sosok Ki Hadi Sugto adalah sosok dalang klasik yang pasti menguasai semua unsur pakeliran atau pertunjukan wayang. Dia menguasai gedhog, atau pengelolaan waktu saat membawakan adegan lengkap dengan aksentuasinya. Dia menguasai suluk atau penyajian syair-syair pewayangan yang menggunakan bahasa sastra Jawa kuno lengkap dengan cara melagukannya. Yang ketiga dia menguasai catur atau saat ini dikenal sebagai dialog atau perbincangan antar tokoh yang memikat. Dia tentu saja menguasai banyol atau unsur komedi yang orisinil. Sedangkan urusan gending tidak usah dipertanyakan karena hal itu sangat mendasar.

Satu hal yang sukar dicari tandingannya adalah suara Pak Gito yang ajeg atau stabil dan konsisten walaupun pertunjukan wayang memerlukan waktu berjam-jam lamanya. Dia bisa mempertahankan kualitas suara dari adegan pembuka jejer di petang hari sampai manyura di waktu fajar. Kualitas suaranya tidak pernah turun dan laras atau pitch controlnya sangat mumpuni.

Mengangkat Performa Pendukungnya

Dalang Hadi Sugito dalam penturan Ki Purbo Asmoro adalah dalang yang bisa membuat para pendukungya mulai dari pemain gamelan sampai dengan sinden dan panjak tidak merasa bosan. Selama membawakan pertunjukan Pak Gito bisa membuat pendukungnya tidak mengantuk. Begitu ada yang mengantuk dengan cerdik pak Gito bisa membuat kreasi yang akan membangkitkan kembali semangat pendukungnya. Dia bisa menyenggol pendukungnya agar semangat tetapi tidak sampai menyakiti dan membuat malu. Nyenggol ning ora ngenani.

Satu hal yang luar biasa dengan kualitas Pak Gito adalah bayarannya yang bisa dijangkau semua kalangan. Istilahnya tidak terlalu mahal tetapi tidak murahan. Tidak seperti dalang profesional yang lain, Pak Gito tidak harus mempersiapkan banyak hal karena hampir semua kelengkapan pertunjukan wayang dia kuasai. Karena ahli mempuat dia mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi dan membuatnya tetap luwes dan terjangkau. Karena kemampuannya yang mumpuni juga membuat dia sangat halus dalam memegang wayang alias setiti. Dia sangat menggemari koleksi wayang lama yang membutuhkan cara memegang tersendiri. Pak Gito melakukan semuanya dengan sangat ahli dan rapih bahkan tidak membutuhkan asisten saat mendalang.

Soal iringin wayang, Pak Gito adalah dalang klasik. Iringannya sebenarnya relatif kuno tetapi dibawakan dengan hati. Penuh perasaan. Karena membawakan yang menjiwai itu membuat iringan gaya kuno tetap enak didengar. Mungkin salah satunya adalah karena pengiringnya sudah sangat hafal dan kulino dengan Pak Gito.

Setelah Ki Nartosabdo yang meninggal pada tahun 1985, Ki Hadi Sugito adalah salah seorang dalang yang rekaman kasetnya menjadi rujukan klasik. Bagi para penggemar seni klasik pewayangan mendengarkan Ki Hadi Sugito seringkali bisa mempermudah untuk memahami seni pewayangan yang lain. Hanya satu hal yang perlu diusahakan untuk menikmati wayang yaitu setidak-tidaknya seseorang bisa memahami bahasa Jawa Krama. Tidak harus bisa menggunakannya cukup mengerti saja. Pertunjukan ki Hadi Sugito adalah salah satu dari dalang istimewa yang tidak terlalu banyak menggunakan bahasa krama dalam pertunjukannya. Gagrak Jogjakarta adalah salah satu gaya pewayangan yang memungkinkan orang biasa mulai mengenal wayang dan sedikit demi sedikit belajar untuk mencintai kesenian klasik yang tidak ada bandingannya. (Y-1)