Salah satu stan yang banyak didatangi wisatawan di Festival Danau Sentarum di Lanjak Kapuas Hulu pada 24-27 Oktober 2019 adalah stan Penganal (Persatuan Gasing Tradisional) Kapuas Hulu. Di sana, digelar pendaftaran perlombaan pangkak gasing tradisional. Pangkak gasing adalah bahasa lokal Kalimantan Barat yang berarti mengadu gasing.
Ada dua jenis lomba pangkak gasing yang dipertandingkan, yaitu pangkak cendekia dan pangkak layang. Pangkak cendekia atau pangkak tujal adalah adu gasing jarak dekat dan hanya boleh diikuti oleh para cendekia atau orang dewasa. Sedangkan pangkak layang adalah pelemparan gasing yang dilakukan dari jarak jauh. Untuk pasak layang dibagi menjadi kelas cendekia (dewasa) diikuti oleh dewasa umum dan oleh SLTA dan pelajar SD-SMP.
Para peserta akan melakukan permainan satu lawan satu. Setiap perlawanan akan bergiliran untuk menjadi pemangkak dan penjamu sebanyak tiga kali. Penjamu adalah mereka yang memutar gasing duluan di dalam lingkaran. Dan pemangkak akan memukulkan gasingnya ke gasing penjamu. Nilai akan diberikan kepada pemangkak bila gasing tetap dalam kondisi berputar dan berada di lingkaran arena. Nilai akan ditentukan oleh posisi gasing pemangkak di dalam lingkaran arena. Semakin masuk, nilainya akan semakin besar.
Lingkaran itu memiliki diameter 90 cm dan jarak antargaris lingkaran 40 cm. Nilai di lingkaran paling luar dua, lingkaran kedua bernilai empat, lingkaran ke-3 nilainya enam, lingkaran ke-4 nilainya delapan, dan lingkaran paling tengah nilainya 10.
Pemangkak tidak akan dapat nilai bila pemangakakan salah, gasingnya mati, gasing keluar lingkaran arena yang ditentukan, gasingnya kalah uri (putaran) gasing di dalam lingkaran, tali gasing mengenai gasing penjamu, kaki pemangkak mengenai garis, dan posisi pemangkak tidak berjarak.
Tapi apabila gasing keluar lingkaran maka harus diulang dan hanya diperbolehkan keluar sampai 3 kali, sebelum akhirnya berganti peran. Sedangkan penjamu akan dapat nilai sesuai letaknya di dalam lingkaran, bila tidak kena pemangkak atau tali gasing pemangkak putus, gasingnya menang uri dengan pemangkak, gasingnya tetap di dalam sedang gasing pemangkak keluar, tali gasing pemangkak mengenai gasing penjamu, gasing pemangkak memantul dari tanah dulu baru mengenai gasing penjamu, kaki pemangkak kena garis, dan pemangkak tidak berjarak satu lingkaran.
Adapun bentuk gasing sudah ditentukan oleh panitia yaitu berbentuk jantung atau tempayan. Tingginya 11-12 cm dan diameternya antara 8-8,5 cm dan berat 4 ons untuk anak-anak.
Menurut salah satu pengurus stan Penganal Kapuas Hulu. Tujuan kegiatan antara lain untuk melestarikan permainan tradisional yang pernah berkembang di masyarakat Kapuas Hulu khususnya. Permainan ini bisa menjadi alternatif di tengah menjamurnya permainan modern.
Sepertinya permainan tradisional gasing sudah mendapat tempat di masyarakat Kapuas Hulu. Beberapa bulan sebelumnya, dalam rangka memeriahkan hari jadi Kota Putussibau ke 124 tahun, Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu telah mengelar lomba pangkak gasing juga. Dalam setiap perlombaan mereka membagi dua kategori, yang diberi nama dengan menggunakan bahasa daerah Kapuas Hulu yaitu, Pangka' Pendekar (anak) dan Pangka' Cendikia (dewasa).
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1572318651_Garing.jpg" />Permainan Gasing Tradisional. Foto: IndonesiaGOID/Eri Sutrisno
Penamaan yang Khas
Dari sekian banyak permainan tradisional, gasing termasuk permainan tradisional nusantara yang paling populer. Uniknya, hampir setiap daerah memiliki permainan gasing dengan ciri dan bahasa khasnya masing-masing.
Di sejumlah tempat, misalnya, di Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Pontianak Pulau Tujuh (Natuna), atau Kepulauan Riau, permainan gasing telah ada jauh sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal sejak 1930-an.
Sejumlah daerah memiliki istilah berbeda untuk menyebut gasing. Masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya ‘gangsing’ atau ‘panggal’. Masyarakat Lampung menamainya ‘pukang’. Warga Kalimantan Timur menyebutnya ‘begasing’, sedangkan di Maluku disebut ‘apiong’ dan di Nusatenggara Barat dinamai ‘maggasing’.
Masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatra Barat, Tanjungpinang, dan Kepulauan Riau menyebut ‘gasing’. Nama ‘maggasing’ atau ‘aggasing’ juga dikenal masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Di daerah Lombok disebut ‘gansing’. Sedangkan masyarakat Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara mengenal gasing dengan nama ‘paki’.
Orang Jawa Timur menyebut gasing sebagai ‘kekehan’. Sedangkan di Yogyakarta, gasing disebut dengan dua nama berbeda. Jika terbuat dari bambu disebut ‘gangsingan’, dan jika terbuat dari kayu dinamai ‘pathon’.
Di beberapa tempat, permainan gasing merupakan permainan musiman, biasanya dimainkan pada saat musim penantian panen padi atau beranyi dalam bahasa Melayu Sambas. Masyarakat punya kepercayaan jika bermain pangkak jelang musim panen, maka hasilnya panennya akan melimpah. Permaian gasing juga mengikuti musim penantian panen, yang hanya berkisar 1-2 bulan.
Sementara itu di Demak Jawa Tengah, biasanya gasing dimainkan saat pergantian musim hujan ke musim kemarau. Dan masyarakat Bengkulu ramai-ramai memainkan gasing saat perayaan Tahun Baru Islam, 1 Muharram.
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Biasanya, dilakukan di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya keras dan datar. Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan ataupun beregu dengan jumlah pemain yang bervariasi, menurut kebiasaan di daerah masing-masing.
Di dalam permainan gasing ini dikenal dua cara untuk bermain yaitu pangkak dan uri. Pangkak adalah suatu bentuk permainan melontarkan gasing dengan mengenai sasaran gasing lawan. Sedangkan uri atau beturai (Bahasa Kalimantan Timur) adalah permainan yang menentukan lamanya gasing berputar.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1572318026_Garing.png" />Bentuk Gasing Tradisional. Foto: IndonesiaGOID/Eri Sutrisno
Bentuk Unik
Gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros. Gasing di masyarakat merupakan permainan tertua yang mudah dan murah. Mudah dibikin dan murah karena bisa dibuat sendiri dari bahan kayu yang ada di sekitar kita.
Gasing terbuat dari jenis kayu yang berkualitas baik. Kayu tersebut dibentuk agak bulat dengan garis tengah yang bervariasi. Kemudian bagian bawah agak lancip serta bagian atas dari gasing dibentuk dan diberi sedikit tonjolan untuk melilitkan tali.
Bentuk gasing berbeda-beda, tergantung dari kegunaan dan daerah pembuatnya. Tapi kebanyakan mirip jantung. Gasing yang memiliki fungsi diadu fisik, maka bentuknya kekar. Sedangkan gasing yang akan digunakan untuk adu lama berputar, bentuknya lebih pendek dan pipih. Ada juga gasing untuk adu bunyi, biasanya terbuat dari bambu, atau kayu yang ringan.
Tampilan gasing juga tergantung daerah asalnya. Ada yang bulat lonjong, ada yang berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga ada yang berbentuk seperti piring terbang. Gasing terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki (paksi). Namun, bentuk, ukuran dan bagian gasing berbeda-beda menurut daerah masing-masing.
Gasing di Kalimantan Barat khususnya Kapuas Hulu berbentuk lonjong jantung yang telah diukir dengan kepala, leher, dan badan. Sedangkan di Ambon, apiong memiliki kepala dan leher. Namun umumnya, gasing di Jakarta dan Jawa Barat hanya memiliki bagian kepala dan paksi yang tampak jelas, terbuat dari paku atau logam. Sementara paksi gasing natuna, tidak tampak.
Tali ini terbuat dari kulit kayu yang dipintal seperti kulit kayu waru, bagian dalam kulit pohon melinjo, dan tamberan yang tidak mudah putus dengan panjang kurang lebih 2,5 meter. Sedangkan tali gasing modern dibuat dari nilon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.
Cara memainkannya, gasing dipegang atau digenggam dengan satu tangan kemudian tangan yang satunya melilitkan tali di atas kepala gasing yang dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat sedikit ada tonjolan. Ujung tali dilekatkan pada tonjolan gasing (kepala) kemudian ditekan dengan ibu jari yang menggenggam gasing.
Selanjutnya tali dililitkan kuat-kuat dan rapat sampai kira-kira seperempat atau setengah badan gasing. Setelah itu ujung tali yang tersisa dibalutkan ke dalam tangan yang hendak melontarkan gasing. Dengan demikian gasing telah berpindah ke tangan yang melilitkan tali sambil menggenggam gasing kuat-kuat.
Sewaktu akan melontarkan gasing, tangan yang menggenggam gasing di angkat ke atas melewati pundak sejajar dengan kepala pemain kemudian dilontarkan ke depan, dan pada saat gasing hendak menyentuh tanah tali disentakkan, sehingga gasing berputar.
Gasing dari Kubu Raya pernah tampil jadi pemenang, karena mampu berputar 20 menit 8 detik dalam Festival Budaya Melayu XII. (E-2)