Indonesia.go.id - Kisah Si Belang dan Keturunannya

Kisah Si Belang dan Keturunannya

  • Administrator
  • Rabu, 11 Agustus 2021 | 16:23 WIB
KEANEKARAGAMAN HAYATI
  Bayi harimau Sumatera yang lahir di Wildlife Safari, Oregon pada Juli 2021. WILDLIFE SAFARI
Harimau sumatra merupakan jenis harimau terkecil di antara lima spesies harimau di dunia yang masih bertahan. Di alam liarnya, kini masih ada 600 ekor harimau sumatra dan 402 lainnya tersebar di pusat-pusat penangkaran resmi, baik di Indonesia atau luar negeri.

Rona bahagia tak dapat disembunyikan dari wajah Sarah Huse. Dia adalah penanggung jawab divisi karnivora pada Wildlife Safari, sebuah pusat konservasi satwa swasta yang berada di Kota Winston, negara bagian Oregon, Amerika Serikat. Lewat media sosial Facebook, Kamis (22/7/2021), Sarah mengumumkan kelahiran dua bayi harimau sumatra dari induk bernama Riya.

Kedua bayi berjenis kelamin jantan dan betina lahir pada 11 Juli 2021. Bayi-bayi satwa dari keluarga kucing besar memiliki berat masing-masing sekitar satu kilogram. Kemudian diberi nama Phoebe dan Luhahn oleh salah satu donatur Wildlife Safari, Toby dan Christina Luther. Riya adalah harimau sumatra betina penghuni tetap Wildlife Safari yang telah berusia sembilan tahun.

Selain Riya, ada juga Kemala, saudara betinanya. Mereka didatangkan dari Kebun Binatang Texas ketika berusia dua tahun pada 2014. Pihak Wildlife Safari sendiri tidak menjelaskan siapa harimau sumatra jantan yang berhasil mengawini Riya. Sarah hanya menyebutkan kelahiran dua bayi harimau sumatra itu merupakan pertama kali terjadi di tempatnya dalam 38 tahun terakhir.

Kelahiran Phoebe dan Luhahn merupakan salah satu kisah sukses asosiasi kebun binatang AS, Association of Zoos and Aquariums (AZA) yang membuat program konservasi bagi kucing besar, The Tiger Species Survival Plan (Tiger SSP). Sebelumnya pada 5 Januari 2021, seekor bayi jantan satwa endemik Pulau Sumatra itu juga lahir di Kebun Binatang Miami dari induk bernama Leeloo.

Induk berusia sembilan tahun itu awalnya adalah koleksi Kebun Binatang Oklahoma yang lahir Juli 2011 dan dihibahkan kepada Kebun Binatang Miami, Desember 2013. Menurut pengelola Kebun Binatang Miami Ron Magill seperti dikutip dari Miami Herald, 18 Maret 2021, bayi yang dilahirkan Leeloo itu adalah hasil perkawinan dengan Berani, harimau sumatra usia 12 tahun. Seperti juga Leeloo, Berani bukanlah hasil penangkaran di Miami. Ia didatangkan dari Kebun Binatang San Fransisco pada Agustus 2013.

 

Sukses di Penangkaran

Kisah kelahiran anak-anak keluarga kucing besar berciri telinga membulat ini bukan hanya menjadi milik daratan Amerika Serikat. Sebab, pada 20 Mei 2020, seekor bayi harimau sumatra betina lahir di Kebun Binatang Wroclaw. Kebun binatang ini terletak di barat daya Wroclaw, kota terbesar keempat di Polandia dan menjadi ibu kota Provinsi Lower Silesia.

Direktur Kebun Binatang Wroclaw, Radoslaw Ratajszczak, dikutip dari AFP, pada 25 Juli 2020, mengatakan bahwa bayi itu terlahir dari induk usia tujuh tahun bernama Nuri dan Tengah, harimau sumatra jantan berusia 11 tahun. Dua tahun sebelumnya atau pada 4 Agustus 2018, Kebun Binatang Berlin juga disibukkan dengan kelahiran dua pasang anak harimau sumatra dari pasangan Mayang, 7 tahun, dan Harfan, 10 tahun.

Andreas Knieriem, direktur Kebun Binatang Berlin mengatakan bahwa ini adalah populasi satwa belang hitam-oranye ke-123 yang berhasil ditangkarkan di pusat konservasi yang juga dikenal sebagai Tierpark. Harimau sumatra pertama kali ditangkarkan di Kebun Binatang Berlin pada 1906. Keberhasilan para pengelola pusat konservasi global selama empat tahun terakhir menurut Magill menunjukkan keseriusan mereka untuk menyelamatkan harimau sumatra.

Tidak selamanya upaya pembiakan membuahkan hasil. Sebaliknya, kematian yang didapatkan. Pada akhir Januari 2019, Asim, seekor harimau sumatra jantan berusia tujuh tahun dibawa dari Kebun Binatang Denmark untuk dikawinkan dengan Melati, satwa ikonik Kebun Binatang London berumur 10 tahun. Melati diketahui telah memiliki tujuh anak hasil perkawinannya dengan Jae Jae. Seperti dikutip dari BBC, kelahiran pertama anak-anak pasangan Melati-Jae Jae terjadi pada 2013, kemudian 2014, dan terakhir 2016.

Awalnya para ahli zoologi setempat yakin kalau ini adalah perjodohan yang sempurna mengingat Asim dipercaya sebagai pasangan sempurna bagi Melati. Namun, setelah 10 hari beradaptasi dalam kandang terpisah, musibah terjadi. Ketika dipertemukan, mereka justru saling serang dan Asim menyebabkan kematian pada Melati. Pengelola Kebun Binatang London pun kehilangan Melati, setelah pada 2014 juga ditinggal pergi untuk selamanya oleh harimau sumatra berumur 17 tahun.

Nama ilmiahnya Panthera tigris sumatrae, diberikan oleh zoolog asal Inggris Reginald Innes Pocock pada 1929. Dari delapan spesies harimau di dunia, harimau sumatra merupakan jenis dengan ukuran tubuh terkecil. Panjang dari kepala hingga ujung buntut antara 2,2-2,5 meter dan berat mereka umumnya berkisar 100-150 kilogram. Setiap harimau sumatra memiliki corak belang hitam lebih pekat dan paling banyak dibandingkan spesies sejenisnya. Bulu oranye mereka pun terlihat lebih pekat jika dibandingkan dengan sejenisnya. Corak belang pada setiap satwa ini tidak pernah serupa, seperti sidik jari manusia.

Dijuluki raja hutan, ia dikenal sebagai perenang tercepat, bak Michael Phelps di dunia kucing besar. Di alam liar, ia hanya berburu setiap malam dan mampu melahap seekor rusa sendirian saja. Setiap ekor si belang memiliki area berburu mencakup kawasan seluas 200 hektare yang ditandai dengan cakar pada batang pepohonan. Musim kawin biasanya terjadi di bulan September dan masa mengandung betina antara 93-114 hari. Sekali melahirkan biasanya mendapatkan 2--5 bayi.

 

Upaya Pelestarian

Hingga menjelang usia dua tahun menjadi masa rentan bagi anak harimau sumatra karena tingkat kematian mereka dapat mencapai 50 persen. Ancaman juga datang dari makin meningkatnya perburuan di alam liar sejak awal abad 20. Selain disamak kulitnya untuk bahan pakaian mahal, bagian organ tubuh, taring, dan tulang kerap dijadikan bahan baku obat tradisional bernilai tinggi. Alih fungsi lahan ikut mengancam keberadaan mereka.

Pemerintah Indonesia telah memasukkan satwa yang aumannya mampu terdengar hingga tiga kilometer itu dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dewan Konservasi Alam Internasional (IUCN) sejak 2008 memasukkan satwa bertaring panjang ini ke dalam Daftar Merah (Red List) di kategori Terancam Punah (Critically Endagered/CR). Nasibnya serupa dengan orangutan, sama-sama berstatus terancam punah di IUCN. Konvensi Internasional Perlindungan Perdagangan Flora dan Fauna Terancam Kepunahan (CITES) ikut memasukkan satwa pendengus ini dalam Apendiks I, artinya sudah tidak boleh lagi diburu di alam liar.

Dr John Goodrich menyebutkan hingga dua abad lalu populasi mereka masih aman. Goodrich adalah pakar biologi dan pemimpin Panthera, organisasi konservasi kucing besar yang berpusat di New York, Amerika Serikat. Saat itu masih sekitar 100 ribu Panthera tigris sumatrae berkeliaran di alam bebas Pulau Sumatra. Menurut Joel L Cracraft, zoologis dan penulis Animal Conservation yang terbit 1998, pada masa Plestosen sekitar 12 ribu tahun lampau ketika permukaan air laut naik dan membuat daratan Sumatra dengan Jawa dan Bali terpisah, habitat harimau ikut terpecah.

Pulau Sumatra pun menjadi pemilik populasi terbanyak satwa berciri khas bintik-bintik di belakang telinganya. Tetapi ketika dilakukan sensus pada 1978, didapati satwa buas ini tinggal 1.000 ekor saja di Sumatra. Nasibnya sejengkal lagi menuju kepunahan. Ini telah dialami oleh saudara mereka, harimau bali (Panthera tigris balica) yang sudah tidak ditemukan lagi di Pulau Dewata sejak 1950. Begitu juga Panthera tigris sondanicus alias harimau jawa yang dinyatakan punah pada 1970.

Dan hari ini di alam liar Pulau Sumatra yang berbukit-bukit, mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), tak lebih dari 600 ekor harimau sumatra diketahui masih mengaum di alam liar. Kementerian LHK juga telah mendata, terdapat 402 ekor lainnya berhasil berkembang biak di pusat-pusat penangkaran di luar habitat (ex-situ), baik di Indonesia ataupun di dunia. Ada 103 ekor sukses ditangkarkan di Indonesia dan 299 ekor sisanya tersebar di pusat-pusat penangkaran resmi Jepang, Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru. Upaya pelestarian harimau sumatra sangat dibutuhkan agar tetap bertahan dari ancaman kepunahan. Selamat Hari Harimau Sedunia, 29 Juli 2021.

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari