Para peneliti Indonesia berhasil menemukan spesies-spesies satwa baru tergolong langka dari hasil penelusuran dan ekspedisi di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Terdapat tiga spesies dari keluarga amfibia dan reptilia di kawasan dataran rendah Indonesia.
Indonesia diberkati Tuhan sebagai sepotong surga di dunia dengan kekayaan dan keragaman hayati begitu memukau. Terletak di daerah tropis dengan curah hujan cukup tinggi membuat beragam flora dan fauna mampu bertumbuh kembang sangat baik. Kondisi itu membuat Indonesia dikenal sebagai megacenter keanekaragaman hayati dunia bersama Brasil.
Beberapa jenis plasma nutfah tadi bahkan muncul sebagai endemik, hanya ada di bumi Nusantara. Hampir setiap saat selalu ada temuan-temuan baru dari spesies flora dan fauna di seluruh Indonesia. Belum lama ini para peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), nama anyar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berdasarkan Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2021, menemukan spesies fauna.
Jenis langka tadi berasal dari keluarga amfibia dan reptilia, ditemukan di kawasan dataran rendah di tiga pulau yakni Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Di Sumatra, para peneliti BRIN telah menemukan spesies baru katak di Pulau Belitung, Provinsi Bangka Belitung dan Lampung. Nama amphibia itu adalah katak kecil bermulut sempit dari genus Microhyla.
Seperti dikutip dari situs resmi BRIN di www.lipi.go.id, peneliti herpetologi Pusat Penelitian Biologi, Amir Hamidy menjelaskan, satwa pelompat jenis baru ini langsung diberi nama Microhyla sriwijaya. Amir menambahkan kata sriwijaya sebagai penghormatan pada nama kerajaan pemersatu pertama yang berbasis di Sumatra dan mendominasi sebagian besar Asia Tenggara antara abad 7 dan 11.
Ukuran moncong katak jantan dewasa hanya berkisar 12,3-15,8 milimeter. Moncongnya tumpul dan bulat, memiliki tanda punggung warna cokelat kemerahan atau oranye dengan tuberkel kulit menonjol. Penemuan spesies baru ini telah dipublikasikan di jurnal Zootaxa, 2 September 2021 lalu. Sepintas, katak ini masih bertalian dengan M. achatina dan M. orientalis.
Namun berdasarkan analisis morfologis, molekuler, dan akustik terdapat perbedaan. Spesimen katak ditemukan pada 2018 dan 2019 di perkebunan kelapa sawit Pulau Belitung dan Lampung. "Kami kemudian mengidentifikasikan katak ini sebagai spesies baru,” tutur Amir.
Salah satu peneliti lainnya dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Rury Eprilurahman menambahkan bahwa saat ini di Indonesia terdapat sembilan spesies Microhyla. Di mana empat di antaranya M. achatina, M. gadjahmadai, M. orientalis, dan M. palmipes merupakan endemik Indonesia.
Katak Pucat Garut
Spesies baru katak langka bukan saja ditemukan di Pulau Belitung. Peristiwa serupa terjadi juga di kawasan hutan dataran rendah Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dalam sebuah ekspedisi Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita (Go ARK) yang diinisiasi Penggalang Herpetologi Indonesia (PHI) pada 2017, mereka menemukan katak dari marga Chirixalus boulenger.
Katak temuan baru ini diberi nama katak pucat pantai selatan (Chirixalus pantaiselatan sp.nov) merupakan kelompok katak Rhacophorid kecil dengan panjang tubuh jantan berkisar 25,3-28,9 mm. Setelah dilakukan analisis morfologi, molekuler dengan menggunakan DNA mitokondria dan suara kawin (advertisement call) maka jenis tersebut tidak cocok dengan jenis dari marga yang sudah ada.
Setelah didukung oleh bukti morfologi, molekuler, dan akustik, maka katak ini dideskripsikan sebagai jenis baru. Hasil penelitian ini telah diterbitkan di Raffles Bulletin of Zoology, 5 Juli 2021 lalu. Amir mengatakan, secara morfologi katak itu paling mirip dengan Chirixalus nongkhorensis dari Chonburi, Thailand. ”Pola warna punggungnya serta secara genetik paling dekat dengan Chirixalus trilaksonoi yang juga berasal dari Jawa Barat,” ujar Amir.
Go ARK juga menemukan jenis katak lain yang belum pernah dilaporkan dari Jawa, yakni katak panjat telinga hitam (Polypedates macrotis). Sebelumnya, di Indonesia jenis ini hanya ditemukan di Kalimantan dan Sumatra, sehingga kehadirannya di Jawa merupakan catatan baru.
Cicak Jari Lengkung
Sementara itu, peneliti zoologi Museum Zoologicum Bogoriense, Cibinong, Awal Riyanto beserta kolega dari lintas negara berhasil mengidentifikasi cicak jari lengkung hamidy (Cyrtodactylus hamidy). Temuan satwa penjejak ini telah dirilis pada jurnal Zootaxa yang terbit 25 Agustus 2021 lalu.
Penemuan spesies baru ini bermula dari pemeriksaan detail spesimen Cyrtodactylus dari Kalimantan yang tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB). Ini dilakukan untuk mengungkap diversitas marga Cicak jari lengkung Indonesia dan upaya memahami bagaimana biogeografi serta evolusinya yang merupakan fokus riset Riyanto.
Riyanto dan para kolega lintas negara sepakat menambahkan kata “hamidy” sebagai penghormatan kepada Amir Hamidy, herpetologis terkemuka Indonesia. Semoga penemuan spesies-spesies baru ini makin melengkapi keragaman hayati Indonesia.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id.