Indonesia.go.id - Lalove, Alat Musik Penyembuh Suku Kaili

Lalove, Alat Musik Penyembuh Suku Kaili

  • Administrator
  • Senin, 26 Agustus 2019 | 21:46 WIB
KESENIAN TRADISIONAL
  Alat musik Lalove. Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki

PenelitiĀ ilmu kesehatan modern mendapati musik tak hanya dapat meningkatkan suasana hati, namun juga bisa dijadikan terapi untuk beberapa gangguan kesehatan. Jauh sebelum itu, suku Kaili, sudah menjadikan musik sebagai bagian dari pengobatan masyarakat.

Suku ini mendiami sebagian besar wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah. Mereka tingal di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki Kulawi, dan Gunung Raranggona yang berada di Kabupaten Donggala, Sigi, dan Kota Palu. Suku ini juga mendiami wilayah pantai timur Sulawesi Tengah meliputi Kabupaten Parigi-Moutong, Tojo-Una Una, dan Poso. Bahkan mereka tersebar dalam kampung-kampung di Teluk Tomini hingga pesisir Pantai Poso.

Suku Kaili merupakan salah satu etnik yang memiliki rumpun etnik sendiri. Ada lebih dari 30 rumpun suku, seperti, rumpun Kaili Rai, rumpun Kaili Ledo, rumpun Kaili Ija, rumpun Kaili Moma, rumpun Kaili Da'a, rumpun Kaili Unde, rumpun Kaili Inde, rumpun Kaili Tara, rumpun Kaili Bare'e, rumpun Kaili Doi, dan rumpun Kaili Torai. Masing-masing rumpun memiliki bahasa yang berbeda dan dipergunakan dalam percakapan sehar-hari. Untuk menyatukannya, mereka menggunakan lingua franca yaitu bahasa Ledo.

Sama halnya suku-suku lainnya di Nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial. Salah satunya adalah upacara penyembuhan penyakit atau disebut Balia yang masih terpelihara hingga kini.

Orang Kaili percaya keharusan menjaga hubungan baik dengan kekuatan yang menguasai alam. Dimana penguasa alam mereka personifikasikan ke dalam bentuk leluhur dan dewa-dewa. Ketika manusia tidak mampu menjaga hubungan baik tersebut, maka sang penguasa marah sehingga mendatangkan musibah sakit. Musibah ini mesti disembuhkan dengan memuja-muja dewa yang memberi sakit. Dan itu disajikan dalam bentuk pertunjukan musik.

Terdapat sepuluh jenis ritual adat Balia, yaitu; ritual Pompoura dari Keluarahan Balaroa, Enje Da’a dari Kelurahan Donggala Kodi, Tampilangi Ulujadi dari Kelurahan Kabonena, Pompoura Vunja dari Kelurahan Petobo, Manuru Viata dari Kelurahan Tipo, Jinja dari Kelurahan Lasoani, Balia Topoledo dari Kelurahan Taipa, Vunja Ntana dari Kelurahan Tanamondindi, Tampilangi Api dari Kelurahan Kayumalue Pajeko, dan Nora Binangga dari Kelurahan Kawatuna.

Ritual Adat

Semua ritual Balia akan diiringi dengan musik tradisional yang utama yaitu Lalove. Alat musik ini sangat penting kedudukannya dalam mengiringi tarian upacara penyembuhan. Lalove sepintas mirip seperti seruling, yang terbuat dari bambu atau rotan pilihan yang tumbuh di puncak gunung paling tinggi.

Sebelum menebang atau mengambil buluh tersebut, terlebih dahulu dibuatkan upacara untuk minta izin kepada penghuni/ penguasa di bukit tersebut. Upacara ini menyuguhkan sesajen berupa ayam putih yang diambil darahnya sedikit lalu dilepas.

Disamping itu adapula makanan, sambil membacakan mantera-mentera. Selesai upacara, lalu memilih buluh yang paling tinggi, lurus dan sudah tua, dan ditebang sambil mengucapkan tebe (permisi). Lalu tiga bambu yang dipilih dibawa ke sungai. Setelah dikeluarkan ranting-rantingnya, ketiga bambu itu dilempar ke air. Buluh bambu yang lebih dahulu hanyut itulah yang dipilih menjadi Lalove.

Cara membentuk menjadi alat musik Lalove juga tidak sembarang. Buluh pilihan dipotong seruas-ruas, lalu dianginkan sampai kering. Salah satu ruas buku tidak dikeluarkan. Pada bagian buku ini disayat sedikit, kemudian dililit dengan rotan yang telah diraut, sehingga antara sayatan dan lilitan rotan ada lubang untuk masuknya udara dari dalam mulut. Pada bagian yang bertolak belakang dengan bagian yang disayat tadi dibuat enam lubang dengan jarak yang sama tiap tiga lubang dan antara tiap tiga lubang.

Untuk memperbesar suara Lalove tadi pada ujungnya ditambah dengan buluh yang lebih besar, sehingga ujung Lalove dapat masuk dalam buluh tadi. Buluh untuk menambah besar suara Lalove disebut solonga. Dahulu, Lalove ini tidak boleh sembarangan ditiup. Sebab bagi orang-orang yang biasa kerasukan roh, jika mendengar suara Lalove maka dengan spontan orang tersebut akan kerasukan.  Itulah sebabnya alat musik ini awalnya hanya dimiliki orang tertentu dan disebut bule.

Untuk memainkannya juga butuh teknik tinggi. Sehingga kebanyakan orang-orang yang telah berumur yang mampu meniupnya secara sempurna. Tetapi akhir-akhir ini alat tersebut telah banyak dipakai untuk mengiringi tarian tradisional yang telah dikreasikan. Selain itu, sudah mulai banyak anak muda juga belajar memainkan alat musik ini. Kini Lalove tak hanya tampil di ritual Baria tetapi juga lebih luas lagi.

Apalagi kemudian oleh seniman Amin Abdullah, Lalove dijadikan bagian dari instrument dalam The Hawai’i Kakula Ensemble. Sehingga Lalove berpadu dengan musik Kakula dan tampil di berbagai pertunjukkan internasional seperti di University of Hawai’i Gamelan Ensemble Concert , Honolulu , Hawaii (November 2005). Jadi Musik Pembuka pemutaran Film “The Last Bissu” karya Rhoda Grauer, East West Center, Honolulu (October 2005), Honolulu Zoo Society untuk pencaharian dana orang utan Rusty (October 2005). Efek “penyembuh” Lalove pun jadi lebih luas. (K-GR)