Stadion Gelora Bung Karno, sebuah karya seni monumental di bidang olahraga dan terletak di pusat kota Jakarta, Senayan. Stadion ini sekarang lebih dikenal sebagai Stadion GBK. Proses konstruksinya berlangsung selama 2,5 tahun, 8 Februari 1960 hingga 21 Juli 1962.
Dikerjakan oleh arsitek-arsitek Uni Soviet, stadion ini berdesain utama atap berbentuk temu gelang menutupi seluruh tribun. Desain temu gelang terbilang langka saat itu lantaran hanya ada beberapa stadion saja di dunia yang mengadopsi teknik kanopi tersebut karena dinilai rumit.
Stadion berkapasitas 110.000 penonton saat itu, juga dilengkapi fasilitas penunjang seperti bangunan sarana olahraga lain, lapangan latihan, ruang terbuka hijau (RTH) dan membuat luas totalnya mencapai lebih dari 100 hektare.
Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games ke-18 tahun 2018 terjadi dalam sidang Komite Olimpiade Asia (OCA) di Kuwait, 25 Juli 2014. Peristiwa ini yang kemudian menjadi momentum bersoleknya wajah Stadion GBK.
Tak hanya mengubah wajah di dalam stadion dengan mengganti bangku-bangku kayu menjadi kursi tunggal tahan api dan awet dari cuaca sehingga membuat kapasitasnya menjadi 77.000 kursi, fasilitas olahraga penunjang di sekitarnya pun bersalin rupa. Pun, kawasan terbuka yang menjadi area publik ikut bersolek.
Sentuhan Budaya Indonesia
Stadion GBK memiliki empat akses masuk utama dan disebut sebagai plaza. Ada Plaza Barat, Plaza Timur, Plaza Utara, dan Plaza Tenggara. Wajah keempat akses utama menuju Stadion GBK ini pun tak luput dari renovasi. Keempat plaza tadi sudah dipercantik desain penataannya dengan memasukkan unsur perpaduan budaya Indonesia pada ornamen-ornamen paving block dan dinding pembatas.
Plaza Barat yang merupakan jalur khusus untuk para tamu VVIP dan dapat diakses melalui Jl Asia Afrika mendapat sentuhan budaya Indonesia bagian barat. Seperti disematkannya motif Batik Parang dari Pulau Jawa dan Songket Palembang dari Sumatra untuk desain paving block lantai plaza. Begitu pula dengan lekukan dinding pembatas plaza merepresentasikan tarian Sirih Kuning.
Lain lagi tema untuk Plaza Utara yang menitikberatkan budaya Indonesia bagian tengah. Plaza ini dapat diakses melalui Jl Gerbang Pemuda. Ada motif Batik Benang Bintik dari Pulau Kalimantan dan Tongkonan dari Toraja untuk desain paving block lantai plaza. Untuk lekukan dinding pembatas Plaza Utara merepresentasikan Tarian Burung Enggang.
Nuansa Indonesia bagian tengah masih diadopsi untuk menata ulang perwajahan Plaza Tenggara yang berada di sisi selatan Stadion GBK. Gerbang utama plaza ini dapat diakses melalui Jl Jenderal Sudirman. Di sini motif kain Sasambo dari Lombok dan motif kain Grinsing dari Bali berpadu lekat pada unsur paving block lantai Plaza Tenggara. Tentu saja, lekukan pembatas plaza juga terlihat apik dengan hiasan budaya yang terinspirasi dari Tarian Pendet.
Tak hanya itu. Di Plaza Tenggara ini dibangun juga kaldron untuk menyulut api ketika penyelenggaraan Asian Games 2018 digelar. Bilah Nusantara, begitu kaldron berbentuk keris itu diberi nama. Keris merupakan salah satu senjata khas milik bangsa Indonesia yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Untuk Plaza Timur sudah tentu diperkaya oleh nuansa budaya dari Indonesia bagian timur. Ada motif Asmat dari Papua dan Patung Kesuburan dari Maluku pada desain paving block lantai plaza. Ornamen budaya ini tampak apik berpadu dengan lekukan pembatas plaza terinspirasi dari Tarian Mambri.
Plaza Timur juga melengkapi diri dengan puluhan bangku terbuat dari beton mengelilingi 12 patung lempengan baja dua sisi yang menggambarkan cabang-cabang olahraga termasuk sepak bola serta guratan motif kain Nusantara di sisi lainnya. Plaza ini dapat diakses dari Jl Gatot Subroto dan Jl Jenderal Sudirman.
Mudah Dikenang
Inspirasi untuk mengubah ruang terbuka di seputar Stadion GBK tidak muncul begitu saja. Tentu saja sosok perancang yang harus memikirkan secara detail mengenai desain yang tepat untuk diterapkan agar menarik perhatian publik. Pemerintah pun telah menunjuk Gregorius Yori Antar untuk membantu mempercantik wajah RTH dari Stadion GBK. Dikenal sebagai Yori Antar, ia adalah putra dari arsitek kenamaan Indonesia Han Awal yang mendesain gedung MPR/DPR Senayan.
Memadukan unsur landscape kontemporer dengan unsur arsitektur modern klasik pada bangunan Stadion GBK memberi tantangan tersendiri bagi Yori yang dijuluki sebagai Pendekar Arsitektur Nusantara. Yori mengibaratkan perubahan RTH itu agar tampak lebih feminin karena bangunan stadion terlihat lebih maskulin dan semua itu harus bersinergi.
Masyarakat Indonesia yang telah menyatu dengan iklim tropis memiliki kecenderungan untuk banyak beraktivitas di luar ruang (outdoor). Ini yang mendasari Yori beserta timnya untuk menghadirkan RTH yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan beragam aktivitas. Salah satu upaya yang dilakukan Yori bersama timnya adalah melebarkan taman di sekitar plaza menjadi tiga hingga empat kali lipatnya untuk dijadikan RTH. Sehingga bisa menampung lebih banyak lagi masyarakat beraktivitas seperti berolahraga, kegiatan seni dan lainnya.
“Ruang outdoor ini dimanfaatkan juga untuk merepresentasikan taman yang ramah lingkungan berhiaskan kekayaan tradisi dan budaya nusantara baik berupa tari, tenun, patung, dan ukiran-ukiran,” kata Yori Antar.
Yori berharap bersoleknya RTH yang dimiliki Stadion GBK tak hanya sebagai ruang hijau yang bersih, aman, dan nyaman. Tetapi, juga dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana berolahraga dilengkapi pedestrian ramah disabilitas. Masyarakat juga dapat menikmati dan mengenang hasil karya seni yang terdapat di sekitarnya.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini