Perlunya kesatuan negara-negara ASEAN untuk menolak standar ganda dan politisasi isu HAM di kawasan.
Penegakan hak asasi manusia (HAM) menjadi isu krusial dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-56/AMM di Jakarta pada 10--14 Juli 2023. Untuk itu dalam perhelatan AMM diadakan sesi khusus Pertemuan Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) pada Selasa (11/7/2023).
Saat memberikan pernyataan di pertemuan AICHR tersebut, Menlu RI Retno Marsudi menyampaikan, ASEAN tidak boleh mengabaikan isu-isu hak asasi manusia. Perbedaan antarnegara, bukan menjadi alasan untuk mengabaikan isu-isu HAM krusial yang terjadi di kawasan Asia Tenggara.
Lebih lanjut, Menlu Retno mengatakan bahwa, dalam konteks pemajuan HAM, anggota ASEAN harus terus memelihara kerja sama yang berlandaskan pada iktikad baik dan kemauan untuk belajar satu sama lain. Dalam hal ini, Menlu Retno menyampaikan dua fokus area kerja sama ASEAN di bidang HAM.
Pertama, perlunya merawat tradisi dialog. Menurut Menlu Retno, di tengah berbagai perbedaan, ASEAN harus terus mengutamakan dialog untuk mengawal kemajuan-kemajuan yang telah dicapai di bidang HAM. Salah satu contohnya melalui ASEAN Human Rights Dialogue. Forum ini membuktikan bahwa negara ASEAN dapat terlibat dalam dialog yang jujur dan terbuka untuk membahas isu-isu HAM di kawasan.
“Forum ini penting untuk dilangsungkan secara reguler. Oleh sebab itu, kami berharap Leader’s Declaration on the ASEAN Human Rights Dialogue dapat tercapai,” ujar Menlu Retno.
Hal kedua, perlunya memproyeksikan nilai-nilai ASEAN ke tingkat global. Pasalnya, krisis dan rivalitas global yang terjadi akhir-akhir ini telah memperberat tantangan bagi pemajuan isu HAM global. Indonesia mendorong ASEAN agar dapat memberi contoh dengan memprioritaskan pendekatan konstruktif, dibanding melakukan aksi saling tuding.
Di samping itu, Menlu Retno menekankan perlunya kesatuan negara-negara ASEAN untuk menolak standar ganda dan politisasi isu HAM di kawasan.
Menyangkut peningkatan peran AICHR, Indonesia mengharapkan program-program AICHR tidak terbatas pada peningkatan kapasitas saja, melainkan bisa berupa inisiatif-inisiatif lain yang memiliki dampak nyata.
Isu Myanmar
Dalam pertemuan para menteri luar negeri dengan para representatif AICHR, isu Myanmar masih mendominasi pembahasan. Di samping isu Myanmar, pertemuan juga membahas isu mengenai tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta dampak perubahan iklim terhadap HAM. Para perwakilan komisi HAM menyoroti kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan dan belum adanya kemajuan atas implementasi 5PC di Myanmar.
Mengenai peran Indonesia dalam menangani isu Myanmar, selama hampir tujuh bulan masa keketuaan di ASEAN, Indonesia telah melakukan 110 pendekatan (engagements) dengan seluruh pemangku kepentingan di Myanmar—baik melalui pertemuan secara langsung, virtual, maupun pembicaraan telepon.
“Saya pun telah bertemu langsung baik dengan menlu yang ditunjuk NUG (Pemerintah Persatuan Nasional) maupun menlu SAC (Dewan Administrasi Negara) Myanmar dalam beberapa kali kesempatan,” kata Menlu Retno dalam keterangan pers Pra-AMM ke-56 di Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Pendekatan juga dilakukan Indonesia melalui kantor utusan khusus ASEAN dengan organisasi perlawanan etnis (EROs), wakil-wakil politik, serta organisasi masyarakat sipil di Myanmar.
Menurut Retno, pendekatan yang intensif dan inklusif merupakan kunci untuk membangun kepercayaan, mendengarkan posisi masing-masing pihak, menjembatani perbedaan, mendorong deeskalasi kekerasan, mendorong dialog inklusif, serta mengajak semua pihak untuk membantu dan mendukung pemberian bantuan kemanusiaan.
Adapun bantuan kemanusiaan ke Myanmar dari negara ASEAN maupun negara lainnya selama ini disalurkan melalui ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre). Lembaga AHA Centre sudah melakukan pengiriman bantuan tahap awal pada Mei 2023.
Saat ini, AHA Centre sedang mempersiapkan penyaluran bantuan kepada 400 rumah tangga atau sekitar 1.450 orang terdampak konflik di Myanmar. Wilayah Sagaing dan Magway akan menjadi prioritas selanjutnya. Selain itu, AHA Centre juga telah bertindak cepat dengan memberikan bantuan kepada korban badai siklon Mokha senilai USD1,6 juta.
Secara bilateral Indonesia telah menyampaikan bantuannya pada 26 Juni 2023 sebanyak 45 ton dengan nilai lebih dari USD500 ribu berupa makanan siap saji, terpal, tenda, peralatan pertukangan, generator, selimut, serta air minum yang diperlukan para korban siklon Mocha, khususnya di wilayah Rakhine State, Myanmar.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari