Negara-negara ASEAN semakin mantap menggagas pembayaran regional bersama. Memperkuat mata uang lokal masing-masing. Mampukah menggoyang dominasi dolar?
Deal. Isu penting itu akhirnya menemukan titik terang. Tema transaksi lintas batas regional yang menjadi bahasan utama Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN atau Joint Meeting ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) ke-10 yang berlangsung di Jakarta, pada 25 Agustus 2023, mencapai kata sepakat.
“Pemimpin ASEAN sudah mencapai komitmen untuk memperluas konsep transaksi lintas batas. Ini bisa memperkuat dan mendukung mata uang lokal dan stabilitas ekonomi regional penanganan masalah global di wilayah, sehingga kita dapat mewujudkan pemulihan yang lebih baik,” kata Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Komitmen itu memberi mandat masing-masing negara anggota ASEAN, untuk bekerja sama menghubungkan sistem pembayaran regional atau yang lebih dikenal sebagai Regional Payment Connectivity (RPC). Penggunaan mata uang lokal pada transaksi lintas batas harus diperluas cakupannya untuk perdagangan dan investasi langsung (direct investment).
Kesepakatan itu telah tertuang dalam sebuah cetak biru atau blue print yang menggariskan jangka waktu masing-masing negara ASEAN menghubungkan sistem pembayarannya. Negara-negara ASEAN yang telah resmi menerapkan RPC adalah Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam. Menyusul kemudian dalam waktu dekat, Brunei Darussalam dan Filipina. Sisanya masih mikir-mikir alias melakukan persiapan awal pembentukan pengawasan dan regulasi di negaranya sendiri.
“Kami berharap akan semakin banyak negara anggota ASEAN yang menerapkan RPC ini. Hal ini pada akhirnya akan mendorong stabilitas makroekonomi, sistem keuangan, dan juga untuk mengatasi kerentanan eksternal yang meningkat,” kata Perry.
Menjaga Stabilitas Finansial
Gagasan tentang RPC menjadi nota kesepahaman kerja sama konektivitas pembayaran kawasan, sejatinya bukan hal baru. Sejak pertemuan Leaders’ Summit ASEAN pada 14 November 2022 di Bali, itu sudah menjadi isu besar dan menjadi perhatian utama pimpinan otoritas ASEAN. Ketika itu, negara yang menandatangani kesepakatan adalah Bank Sentral Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Selanjutnya, sejumlah pemimpin ASEAN ingin menegaskan kembali komitmen bersama untuk menjaga stabilitas keuangan dan memajukan integrasi keuangan terhadap prospek ekonomi yang tidak menentu (uncertain) yang dapat berdampak pada momentum pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN.
Hal itu menjadi pesan utama yang disampaikan dalam pertemuan anggota AFMGM yang diselenggarakan secara kolaboratif oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pada 31 Maret 2023 di Nusa Dua, Bali.
Pertemuan ini dihadiri oleh para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari sembilan negara ASEAN, yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam. Selain itu hadir juga perwakilan ADB, AMRO, IMF, FSB, BIS dan World Bank.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan tersebut menyampaikan peran penting dan strategis ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia. “Kami percaya bahwa ASEAN memiliki tujuan untuk menjadi suatu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan,” kata Sri Mulyani.
Untuk memastikan keberhasilan tersebut akan berkelanjutan, ASEAN harus memperkuat kapasitas perekonomian masing-masing untuk menghadapi berbagai tantangan yang terjadi. “Termasuk yang tidak kalah penting adalah menghadapi tantangan baru yang muncul saat ini, hingga tantangan dua puluh tahun ke depan,” kata Sri Mulyani lagi.
Menggoyang Dominasi Dolar
ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, begitulah tema Ketetuaan Indonesia ASEAN 2023. Negara-negara ASEAN secara kolektif mengharapkan tetap memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas makroekonomi. Menurut data Bank Indonesia, perekonomian ASEAN tumbuh sebesar 5,3% pada 2022 dan meningkat menjadi 4,6% tahun ini serta diprediksi tetap tumbuh menjadi 5,6% pada 2024.
Tentu saja, pertumbuhan itu antara lain akan terus berlanjut didukung oleh konsumsi, perdagangan, dan investasi yang kuat, serta perdagangan terbuka dan investasi ke negara lain.
Meskipun demikian, ASEAN dan global masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain dampak rambatan (spillover) dari perekonomian global, suku bunga tinggi, inflasi tinggi, serta ketidakpastian keuangan global.
Seperti yang disebutkan dalam hasil pertemuan anggota AFMGM di Bali, 31 Maret 2023, untuk menghadapi berbagai tantangan di ASEAN, ada tiga prioritas terkait agenda Bank Sentral. Pertama, memperkuat bauran kebijakan makroekonomi untuk menghadapi limpahan global dalam rangka mendukung stabilitas makroekonomi dan keuangan serta mendukung pemulihan dan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN.
Mempertimbangkan sifat tantangan yang multidimensi dan kompleks yang saat ini dihadapi kawasan ini, pertemuan tersebut menyoroti perlunya memperkuat bauran kebijakan yang mencakup reformasi fiskal, moneter, makro prudensial, dan juga struktural.
Kedua, memperluas penerapan RPC di antara anggota ASEAN dengan segera. Tahun lalu, di bawah Presidensi G20 Indonesia, 5 bank sentral ASEAN yakni Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina telah menandatangani MOU mengenai interkonektivitas dan interoperabilitas lintas batas, penggunaan QR, pembayaran cepat dan LCT. Melalui RPC, anggota ASEAN berupaya menyediakan sistem pembayaran yang mulus, cepat, dan efisien untuk seluruh kawasan ASEAN.
Penting pula memperhatikan dan memitigasi risiko yang dapat muncul dari digitalisasi sistem pembayaran melalui penguatan regulasi, pengawasan, adopsi standar internasional, serta perlindungan konsumen.
Ketiga, memperkuat ketahanan keuangan, antara lain melalui penggunaan mata uang lokal untuk mendukung perdagangan dan investasi lintas batas di kawasan ASEAN.
Apalagi, beberapa negara ASEAN telah mulai melancarkan kebijakan regionalnya untuk memperkuat mata uang lokal masing-masing. Bank Indonesia melaporkan transaksi mata uang lokal (LCT) per Juli 2023 telah mencapai USD3,7 miliar. Capaian ini naik sekitar USD0,5 miliar dari bulan sebelumnya. Realisasi transaksi sepanjang 2022 berada di angka USD4,1 miliar.
Sebab itulah, Bank Indonesia optimistis kinerja transaksi pembayaran lokal hingga akhir 2023 akan lebih tinggi dari 2022. “Saya masih optimis LCT ini bisa terus meningkat. Apalagi kalau lihat Malaysia sangat agresif menggunakan LCT, termasuk dalam ekspor impor,” kata Destry Damayanti, Deputi Senior Bank Indonesia kepada bisnis.com di Jakarta (29/8/2023).
Tahap-tahap penerapan RPC
Dari tinjauan ketentuan kesepakatan yang ada, penerapan RPC mencakup tiga bidang utama, yaitu:
- Kerangka kerja konektivitas pembayaran regional
yang akan memberikan kerangka kerja untuk kerja sama dan koordinasi antarbank sentral ASEAN dalam hal konektivitas pembayaran.
- Implementasi pembayaran lintas batas berbasis QR code,
yang akan memungkinkan konsumen dan pelaku usaha di ASEAN untuk melakukan pembayaran lintas batas dengan menggunakan kode QR.
- Kerangka kerja transaksi mata uang lokal,
yang akan memungkinkan pelaku usaha di ASEAN melakukan transaksi mata uang lokal dengan lebih mudah dan efisien.
Gubernur Perry melanjutkan, kesiapan untuk implementasi RPC didasari dari tiga aspek. Pertama, kesiapan otoritas yang meregulasi sistem pembayaran masing-masing negara. Ini terkait dengan penyiapan infrastruktur pendukung, seperti QR code standar nasional dan fasilitas pembayaran lain. “Tahapan ini salah satunya masih disiapkan Brunei Darussalam,” kata Perry.
Kedua, ialah kesiapan industri di masing-masing negara untuk menyiapkan infrastruktur sistem pembayaran digitalnya. Perry mengatakan, pelaku bisnis dalam negeri sudah harus mengetahui dan menyepakati implementasi sistem pembayaran yang difasilitasi otoritas, seperti QR code. “Ini tahapan yang masih disiapkan negara seperti Filipina,” katanya.
Adapun aspek ketiga ialah terkait implementasi kerja sama keterhubungan sistem pembayarannya dengan negara lain. Ketika regulatornya telah siap dan infrastrukturnya telah mampu terbangun hingga tahapan industri, menurutnya juga harus ada kesesuaian dengan negara lain di kawasan.
Manfaat RPC
- Mempercepat pemulihan ekonomi regional
- Mempromosikan pertumbuhan inklusif
- Mendukung perdagangan lintas batas, investasi, pendalaman keuangan, remitansi, dan pariwisata
- Memfasilitasi partisipasi UMKM di pasar internasional
- Mempermudah dan mempercepat transaksi pembayaran lintas batas
- Meningkatkan transparansi dan efisiensi sistem pembayaran
- Meningkatkan keamanan dan ketahanan sistem pembayaran. (*)
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari