Indonesia.go.id - Jaring-Jaring Pengaman di Masa Pembatasan

Jaring-Jaring Pengaman di Masa Pembatasan

  • Administrator
  • Senin, 13 April 2020 | 23:33 WIB
PSBB
  Petugas Polisi menghimbau pengguna kendaraan bermobil saat melakukan Pengawasan Pelaksanaan PSBB terkait penganggulan penyebaran COVID-19 bagi masyarakat yang akan masuk ke Ibu Kota Jakarta di perbatasan Depok-DKI Jakarta, Senin (13/4/2020). Dalam pengawasan tersebut petugas menghimbau bagi seluruh masyarakat untuk menggunakan masker saat berpergian serta mengatur posisi duduk dan pembatasan penumpang untuk kendaraan bermobil baik pribadi maupun angkutan umum.Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

Peraturan PSBB diberlakukan di seluruh Jabodetabek yang menyumbang 70 persen kasus infeksi Covid-19. Sepuluh sektor usaha diizinkan beroperasi. Tujuh jalur pengamanan sosial digelar.

Hujan masih mengguyur kawasan Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (10/4/2020)  sore. Mardi, 45 tahun, duduk lunglai di atas bangku kayu dengan kaki berlipat, punggungnya bersandar ke dinding kios rokok-kopi  dan mie instan. Untuk kali kesekian, matanya menyapu ke layar gadget yang kosong. “Sepi, nggak ada order,” keluh warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, yang sudah enam tahun melakoni pekerjaaan sebagai pengemudi ojek online itu.

Sejak pagi hingga sore, Mardi hanya kebagian order tiga kali, yakni sekali mengantar barang dan dua kali mengantar makanan. Itu hari pertama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) untuk wilayah DKI. Ojek motor tak diizinkan membawa penumpang. Sudah tiga jam ia menunggu di bawah atap seng di pangkalan ojol, tak jauh dari Stasiun Tanjung Barat.

Mardi merasa pedapatannya terbanting. Di saat situasi masih normal, ia bisa menerima 14--15 order per hari. Ketika, work from home  diberlakukan dua pekan sebelumnya, orderan  merosot menjadi 5--6 order saja sehari. Kini, ia merasa di titik nadir. ‘’Tapi, kita bisa bikin apa,’’ katanya. Ia berharap bisa dibantu pemerintah.

Info-info tentang bantuan sosial itu sudah sampai ke telinga Mardi. Ia telah melapor pada Ketua RT agar namanya masuk dalam daftar penerima bantuan. Sebagai buruh kecil, ia mengaku hanya punya tabungan kecil dan itu pun sebagian  sudah tergerus selama dua minggu terakhir. ‘’Kalau nggak ada bantuan ya ngak bisa hidup kita,’’ katanya. Ia berharap bisa menerima bantuan presiden, gubernur, dermawan, relawan, atau siapa saja.

 

Pembatasan di Jabodetabek

Merespons pandemi Covid-19 itu Pemerintah Indonesia membuat kebijakan khusus guna mencegah wabah cepat meluas. Mengacu UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, 31 Maret lalu.

Di hari yang sama, Presiden Joko Widodo merilis Keppres 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat terkait Covid-19. Seiring dengan dua kebijakan itu, Pesiden juga menerbitkan Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan guna memberi landasan hukum refocusing dan realokasi APBN dan APBD untuk penanganan wabah.

Gaung cepat bersambut. Sesuai peraturan yang berlaku, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bergegas mengajukan permohonan untuk memberlakukan PSBB di wilayahnya kepada Menteri Kesehatan. Permohonan disetujui, maka PSBB diberlakukan di DKI Jakarta per 10 April 2020 untuk 14 hari, bisa diperpanjang bila diperlukan.

Berbekal Keputusan Gubernur itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat peraturan pembatasan secara lebih rinci. Melanjutkan pelaksanaan norma social distancing, Pemprov DKI menutup  tempat hiburan, meliburkan sekolah, kantor-kantor pemerintah dan swasta, mal, cafe, museum, dan banyak lainnya. Masyarakat  diimbau untuk mengisolasi diri dan bekerja di rumah masing-masing. Kegiatan keagamaan didorong agar dilakukan di rumah. Transportasi dijalankan dengan physical distancing yang ketat.

Namun, untuk menjaga agar kehidupan masyarakat terjamin dan perekonomian tidak sepenuhnya mandek, di luar kegiatan pemerintahan, Pemprov DKI mengizinkan delapan sektor pelayanan tetap boleh beroperasi dengan tetap menenuhi norma physical distancing. Rinciannya:

  1. Usaha Pelayanan Kesehatan : klinik, rumah sakit, praktek dokter, apotek dan toko obat, dan lain-lain.
  2. Usaha Makanan dan Minuman : industri makanan pokok seperti minyak goreng, terigu, mie instan, mentega, biskuit, dan lain lain.
  3. Usaha penyediaan energi : SPBU, stasiun gas, distribusi gas tabung, operator gas rumah tangga, depot BBM, pengangkutan gas dan BBM, dan lain-lain.
  4. Komunikasi : provider internet, operator jaringan telekomunikasi, televisi, radio, dan media pers.
  5. Keuangan, perbankan, dan pasar modal : kantor bank.
  6. Logistik dan distribusi barang : gudang pangan, perdagangan bahan pangan, jasa kurir.
  7. Sektor layanan kebutuhan sehari-hari : pasar, warung kelontong, warung makan, kedai pulsa, bengkel sepeda motor, dan lain-lain
  8. Industri strategis : industri obat dan  peralatan kesehatan, industri penopang ekspor, industri penopang kebutuhan warga seperti susu bayi, pempers, makanan, dan minuman kemasan dan lain-lain
  9. Transportasi : kereta api, bus, angkot, taksi (dibatasi jam operasi dan dikenai aturan physical distancing), dan lain-lain.
  10. Penyediaan sarana dasar dan utilitas umum : listrik, air bersih, kebersihan, pemakaman, pemadam kebakaran, konstruksi sarana umum dan lain-lain.

Di bawah PP Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keppres 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, setelah mendapat izin Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Anies Baswedan punya kewenangan untuk melaksanakan norma-norma kesehatan unuk mencegah penyebaran penyakit. Peraturan Gubernur bersifat memaksa, dan ada sanksi pidana bagi mereka yang melanggar.

Permohonan pelaksanaan PSBB juga diajukan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Banten Wahidin Halim. Permohonan telah mendapat persetujuan pada Sabtu (11/4/2020). Dengan segala kewenangannya, Gubernur Jawa Barat pun  telah menetapkan Kota Bogor, Depok, Bekasi, serta Kabupaten Bogor dan Bekasi, dalam kondisi PSBB. Begitu halnya, Gubernur Banten yang menetapkan Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang,  dan Kabupaten Tangerang dalam kondisi PSBB. Ketentuan PSBB akan diberlakukan per 15 April untuk 14 hari, dan bisa diperpanjang.

Dengan demikian, seluruh Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) sudah resmi dalam kondisi PSBB. Pembatasan ketat seperti di Jakarta diberlakukan di Kota Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang  Selatan, dan Tangerang. Di wilayah ini, pergerakan fisik warga akan dibatasi agar peluang kontak fisik terbatas, dan jarak fisik diatur agar lebih aman. Bukan rahasia lagi, penularan virus terjadi  dari orang ke orang.

Untuk wilayah pedesaan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Tangerang, pengaturan jarak fisik dan pergerakan manusia akan lebih fleksibel. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menggambarkan, bila di perkotaan sifat pembatasannya maksimal, di kawasan pedesaan pada level medium.

 

Paket Bantuan

Pembatasan fisik itu tentu berpengaruh pada kaum pekerja di sektor informal, tenaga outsourcing, dan buruh industri yang usahanya terguncang oleh badai virus SARS COV-2 ini. Pengemudi ojol seperti Mardi yang biasa membidik penumpang di stasiun kehilangan orderan saat Kereta Komuter Jakarta-Bogor itu kehilangan 80-85 persen penumpangnya. Mereka yang menjual jasa dan barang di pinggir jalan juga terpukul karena jalan-jalan di kota mendadak sepi.

‘’Saat ini orang seperti saya ini benar-benar perlu bantuan,” kata Mardi yang mengaku selama ini keluarganya tidak pernah mengenyam bantuan sosial seperti kartu sembako, bantuan iuran BPJS, kartu Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, atau bantuan sosial lainnya. 

Mardi dan banyak jutaan orang senasibnya punya kesempatan menerima bantuan dari pemerintah. Paket bantuan senilai Rp600 ribu per bulan itu akan didistribusikan kepada 3,7 juta penerima manfaat di wilayah DKI, yang 1,2 juta di antaranya ialah keluarga prasejahtera yang tercatat di Pemprov DKI. Semuanya  termasuk kelompok rentan akan dampak wabah dan kebijakan PSBB.  Sumber dananya dari APBN sebesar Rp2,3 triliun untuk 2,6 juta paket, dan 1,1 juta lainnya dari realokasi APBD DKI.

Gubernur DKI Anies Baswedan berniat membagikannya sebagai paket mingguan. Jadi, selama tiga bulan akan datang 12 kali paket di alamat penerima manfaat. Paket pun sudah dibagikan sejak hari pertama PSBB. Bahkan, untuk menyatakan simpatinya, Gubernur Anies Baswedan pun menyisipkan surat khusus sebagai tanda simpati ke para penerima manfaat.

Bantuan khusus ini pada awalnya disiapkan sebagai bantuan tunai melalui kartu debit. Namun, cara itu dianggap tak sejalan dengan kebijakan untuk mengurangi pergerakan orang, karena itu bantuan diberikan dalam bentuk barang dan langsung dikirim ke alamat masing-masing.

Bantuan khusus itu tentu tak hanya berlaku di DKI. Pemerintah pusat juga mengalokasikan bantuan Rp1 triliun untuk 576 keluarga per penerima manfaat (1,6 juta jiwa) di wilayah Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Masing-masing menerima Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan.

Di luar Jabodetabek, ada pula bantuan khusus serupa kepada 9 juta KK, masing-masing Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan. Nilai totalnya Rp16,2 triliun. Yang berhak menerima khusus ini  adalah keluarga yang selama ini tak pernah  menerima bantuan sosial reguler Kartu PKH (Program Keluarga Harapan) dan/atau Kartu Sembako (dulu Kartu Rastra).

 

Tujuh Jalur Bansos

Ketika mengumumkan akan berlakunya kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Jawa Barat, dan secara ketat akan diberlakukan di Kota Bogor, Depok, Bekasi per 15 April, Gubenur Ridwan Kamil merasa perlu menyebut bantuan-bantuan khusus dari pemerintah. Tujuannya, untuk membantu masyarakat bertahan di tengah guncangan ekonomi akibat wabah Covid-19 itu.

‘’Ada tujuh program bansos yang diberikan kepada masyarakat,’’ kata Ridwan Kamil. Pertama, bantuan reguler PKH (Program Keluarga Harapan). Kedua, kartu reguler sembako, dulu disebut program Beras Sejahtera (Rastra). Ketiga, kartu prakerja yang dirilis April  ini  untuk 5,6 juta pencari kerja (termasuk  korban PHK). Keempat, bansos  khusus seperti yang telah dibagikan di DKI, nilainya Rp600 ribu per bulan.

Yang kelima, ialah bantuan sosial di desa. Nilainya Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan, untuk 10 juta keluarga secara nasional. Dananya sekitar Rp21 triliun dari realokasi dana desa. Yang keenam  dana sosial dari Pemprov Jawa Barat. Nilainya Rp500 ribu per bulan untuk empat bulan. “Kalau kurang masih ada bantuan dari pemerintah kota dan kabupaten,’’ kata Emil, panggilan karib Ridwan Kamil, di Bandung (12/4/2020). Emil tidak bisa menyebut nilai nominal bantuan ketujuh itu, karena tergantung kemampuan pemkab dan pemkot masing-masing. Yang pasti, bansos satu hingga lima dananya dari APBN sepenuhnya.

Distribusinya, menurut Emil, mengacu ke Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Emil sudah berpesan DTKS yang berbasis data dari RT dan RW itu terus di-update dengan memasukkan nama perantau atau pekerja migran meski tak  ber-KTP setempat. ‘’Mereka disamakan haknya,’’ kata Emil. Bantuan dari pemprov dan pemkab/pemkot disalurkan, antara lain, untuk mengantisipasi kebutuhan kelompok rentan (termasuk pekerja migran) yang terseret menjadi miskin akibat wabah itu.

Bantuan khusus dari pemprov dan pemkab itu yang didistribusikan ke kelompok rentan yang belum masuk ke DTKS termasuk perantau atau pekerja migran, yang oleh Emil dimbau tidak mudik selama masa pandemi. Terutama mereka yang tinggal di Kota Bogor, Depok, Bekasi, Kabupaten Bogor, dan Bekasi. Ada kekuatiran, pekerja migran di Jabodetabek pulang kampung sambil menenteng virus secara tak sengaja. Maklum, 70 persen kasus infeksi Covid-19 terjadi di Jabodetabek.

Realokasi Angaran

Secara keseluruhan, pemerintah telah mengalokasikan lebih dari Rp405 triliun untuk menggelar program penanggulangan wabah Covid-19. Alokasinya, untuk anggaran  kesehatan langsung Rp75 triliun, untuk pemulihan ekonomi Rp150 triliun, stimulus pajak Rp70 triliun, dan Rp110 triliun lainnya untuk bantuan sosial dalam format jaring pengaman sosial (social safety net).

Di luar bantuan di atas, ada pula subsidi listrik bagi pelanggan kelas 450 watt dan 900 watt. Jumlah penerima manfaat kartu sembako akan dinaikkan dari 15,2 juta ke 20 juta. Penerima manfaat PKH dinaikkan dari 9,2 juta ke 10 juta. Bantuan reguler Kartu Indonesia sehat (bantuan iuran BPJS) jalan terus, begitu halnya Kartu Indonesia Pintar.

Pemerintah pun berniat meningkatkan program padat karya tunai, terutama dari Kementerian PUPR dan Kementerian Desa. Targetnya ialah memberdayakan tenaga kerja setempat. Sasarannya adalah membangun sarana sanitasi dan utilitas umum di kawasan kumuh, renovasi rumah tidak layak huni, pembangunan irigasi, saluran air bersih dan sejenisnya. Anggaran yang disediakan Rp16,9 triliun. Yang akan berada di depan adalah Kementerian PUPR dan Kementerian Desa, PDTT.

Pengerahan dana besar itu dimaksudkan, yang pertama tentu menanggulangi wabah virus penyebab Covid-19, memberikan jaring pengaman sosial (social safety net), dan menopang gerak ekonomi yang sedang melambat. Dengan strategi tersebut, meski dilanda badai pandemi, sektor ekonomi masih tumbuh dan situasi sosial politik terjaga stabil.

Bank Dunia memperkirakan, dengan realokasi anggaran itu, belanja pemerintah bisa tumbuh lima persen. Kondisi ini diperlukan di tengah kondisi yang diperkirakan investasi dan konsumsi swasta yang tumbuh di angka sekitar 2 persen.

Pengemudi ojol seperti Mardi berharap badai Covid-19 tak terlalu lama. Ia ingin kereta komuter berjalan normal kembali, pasar, mal, sekolah, dan kampus pun kembali terisi, biar dia kembali mendengar dering orderan yang bertubi-tubi.

 

 

Penulis : Putut Trihusodo
Editor: Elvira
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini