Pemerintah mengundang pihak swasta untuk mengembangkan tiga bandar udara (bandara) melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Ketiga bandara tersebut, Kualanamu International Airport, Medan, Bandara Sam Ratulangi, Manado, dan Bandara Singkawang, Kalimantan Barat.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meyakini, tak hanya investor swasta dalam negeri, tapi asing juga akan berminat menanamkan modal di ketiga bandara tersebut. Keyakinan itu didasarkan pada potensi komersial bandara tersebut yang cukup besar.
Bandara Kualanamu International Airport, Medan, kapasitas penumpangnya mencapai 10 juta orang per tahun. Bandara Sam Ratulangi sebanyak 4 juta penumpang per tahun. Sedangkan Bandara Singkawang masih dalam proses studi lanjutan dan ditargetkan mulai konstruksi pada 2021 atau 2022.
Saat ini proses lelang proyek Kualanamu International Airport akan memasuki tahapan prakualifikasi dalam waktu dekat. Sedangkan, Bandara Sam Ratulangi baru mulai tahapan klarifikasi proyek. Diyakini, potensi investasi dari kedua bandara tersebut bakal melampaui Bandara Komodo yang tercatat sebesar Rp1,2 triliun. Menhub mengatakan, (potensi investasi) Kualanamu mungkin kira-kira Rp4 triliun-Rp5 triliun dan Manado Rp2 triliun-Rp3 triliun.
Pembangunan bandara Singkawang rencananya akan dimulai pada 2020 dan ditargetkan selesai pada 2022 untuk pembangunan tahap pertama. Rencananya bandara tersebut akan memiliki runway sepanjang 2.250×45 m, 2 taxiways seluas 199,5 x 18 m. Selain itu juga akan mempunyai luas terminal 12.500 meter persegi dan cargo terminal sebesar 1.036 meter persegi.
Pemerintah Kota Singkawang bersama Kementerian Perhubungan telah menyiapkan lahan seluas 151,54 Ha yang diperlukan terkait Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara Singkawang.
Budi Karya menambahkan, perusahaan asing yang berminat melakukan investasi dengan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) selain Changi, yaitu Aeroports de Paris, dan GVK Power and Infrastructure Ltd.
Optimisme Menhub juga didasari oleh lolosnya investor asing dalam proyek pengembangan Bandara Komodo, Labuan Bajo yang kapasitas penumpangnya baru 500 ribu orang per tahun.
"Labuan Bajo paling sulit saja kami sudah bisa invite (undang investor asing). Jadi untuk yang lain-lain lebih mudah," paparnya.
Perlu diketahui, pemerintah sendiri baru saja menentukan pemenang lelang proyek pengembangan Bandara Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Menariknya, pemenang KPBU dalam proyek tersebut berasal dari konsorsium perusahaan domestik dengan asing, yakni PT Cardig Aero Service Tbk (CAS), Changi Airports International Pte Ltd (CAI), dan Changi Airports MENA Pte Ltd.
Mereka menyingkirkan dua konsorsium lain yang menyerahkan dokumen penawaran kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Konsorsium akan melakukan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk mengembangkan Bandara Komodo dengan waktu konsesi 25 tahun.
Bandara Komodo merupakan proyek KPBU pada proyek bandara pertama yang melibatkan investor asing. Konsorsium Cardig dan Changi akan menanamkan investasi sebesar Rp1,2 triliun dalam kurun waktu maksimal lima tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk belanja modal pengembangan Bandara Komodo. Selain itu, konsorsium juga akan menyediakan belanja operasional sebesar Rp5,7 triliun dalam kurun waktu 25 tahun.
Setelah masa konsesi 25 tahun berakhir, maka konsorsium akan menyerahkan kembali pengelolaan Bandara Komodo kepada pemerintah. Konsorsium Cardig dan Changi terpilih lantaran mereka memiliki kompetensi teruji secara internasional. Harapannya, mereka dapat mengimplementasikan pengalamannya dalam mengembangkan Bandara Changi di Singapura di Bandara Komodo.
Ada lima konsorsium yang terdiri dari 16 perusahaan yang mengikuti tender Bandara Komodo. Masing-masing konsorsium salah satunya investor asing. Konsorsium pertama adalah PT Cardig Aero Services Tbk yang menggandeng Changi Airport International PTE LTD. Kemudian, konsorsium kedua terdiri dari PT Angkasa Pura iII (Persero) bersama Muhasabah Engineering Bhd, PT Adhi Karya, PT Brantas Abhipraya, dan PT Citilink Indonesia. Konsorsium ketiga, terdiri dari PT Astra Nusa Persada dan Aeroport de Paris International dari Perancis. Konsorsium keempat terdiri dari PT Interport Mandiri Utama yang bekerja sama dengan Egis International, PT Wijaya Karya Bangunan Gedung, dan PT PGAS Solution. Kemudian, konsorsium terakhir terdiri dari PT Angkasa Pura I, PT PP, dan GVK Power and infrastructure Limited dari India.
Lima konsorsium ini tersaring setelah sebelumnya ada 33 perusahaan yang mengajukan minat untuk bekerja sama dengan pemerintah di KPBU Bandara Komodo. Dari hasil market sounding itu, ada 10 negara yang ikut serta seperti Tiongkok, Perancis, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Swiss.
Lewat kerja sama, konsorsium Cardig dan Changi akan menanamkan investasi sebesar Rp1,2 triliun dalam kurun waktu maksimal lima tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk belanja modal pengembangan Bandara Komodo. Selain itu, konsorsium juga akan menyediakan belanja operasional sebesar Rp5,7 triliun dalam kurun waktu 25 tahun. Setelah 25 tahun aset itu diserahkan kembali kepada pemerintah.
Ruang lingkup dari KPBU Bandara Komodo meliputi merancang, membangun, dan membiayai pembangunan fasilitas sisi udara dan sisi darat. Dari sisi udara, konsorsium akan memperpanjang dan mengkeraskan landas pacu dari 2.400 meter menjadi 2.750 meter. Dengan panjang tersebut, Bandara Komodo akan mampu menampung pesawat jenis Airbus A300 yang biasanya melayani penerbangan langsung dari Tiongkok dan Jepang.
Sedangkan dari sisi darat, konsorsium akan membangun fasilitas meliputi perluasan terminal penumpang domestik dan penumpang internasional, kantor dan gedung, serta fasilitas pendukung lainnya.
Budi menargetkan, melalui pengembangan dari sisi darat, Bandara Komodo mampu menampung 4 juta penumpang dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Saat ini, kapasitas Bandara Komodo baru bisa menampung 500 ribu penumpang.
Selain itu, konsorsium juga akan bertanggung jawab atas operasional Bandara Komodo selama masa konsesi 25 tahun. Dalam masa itu, mereka juga harus memelihara seluruh infrastruktur dan fasilitas Bandara Komodo.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, keikutsertaan Changi dalam KPBU ini menunjukkan kepercayaan dan minat investasi mereka terhadap Indonesia. Investasi asing dalam skema KPBU merupakan kemajuan yang membuktikan bahwa Indonesia adalah tempat investasi yang menarik.
Sri Mulyani menyatakan kedatangan konsorsium tersebut membantu pemerintah dalam merealisasikan target Labuan Bajo sebagai destinasi superprioritas pada 2020. Alasannya titik krusial pengembangan Labuan Bajo sebagai destinasi superprioritas adalah pengembangan Bandara Komodo sebagai pintu masuk wisatawan.
Kementerian Perhubungan dalam lima tahun ini (2014-2019) gencar melaksanakan skema proyek Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Kerja sama Pemanfaatan (KSP) Barang Milik Negara. Kedua skema proyek ini membuat APBN yang dianggarkan untuk Kementerian Perhubungan menjadi efisien dan tepat guna.
Skema KPBU adalah salah satu bentuk alternatif pendanaan infrastruktur tidak memakai APBN dan meningkatkan belanja modal di bidang infrastruktur. Skema KPBU dan KSP bukan menjual proyek melainkan melakukan kerja sama konsesi dalam jangka waktu tertentu. Dan penerima konsesi akan menanggung seluruh biaya baik capital expenditure (capex) maupun operating expenditure (opex).
KPBU dan KSP itu bukan menjual, tetapi mengkerjasamakan konsesi dalam waktu tertentu, biasanya 20-30 tahun. Penerima konsesi, harus menanggung biaya-biaya, baik itu capex maupun opex-nya.
Ada beberapa KSP Barang Milik Negara pada Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) yaitu Sentani Jayapura, UPBU Fatmawati Bengkulu, UPBU H AS Hanandjoeddin Tanjung Pandan. Dengan skema ini satu bandara bisa menghemat kira-kira 100 miliar setahun, baik capex dan opex. Jadi pemerintah bisa melakukan penghematan kira-kira 300 miliar per tahun. Skema kerja sama pemanfaatan ini juga diharapkan dapat mendorong pihak swasta lain agar melalukan kerja sama dengan pemerintah. (E-2)