Indonesia.go.id - Simulasi Dahulu, Vaksinasi Kemudian

Simulasi Dahulu, Vaksinasi Kemudian

  • Administrator
  • Selasa, 24 November 2020 | 01:03 WIB
VAKSIN COVID-19
  Petugas medis memeriksa kesehatan relawan sebelum di vaksin pada simulasi vaksinasi COVID-19 di Puskesamas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11/2020). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Keselamatan dan keamanan masyarakat merupakan prioritas tertinggi dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Untuk itu sejumlah tahapan ilmiah tengah dilakukan pemerintah dan wajib untuk diikuti.

Pemerintah tengah giat menggelar simulasi vaksinasi Covid-19. Simulasi diperlukan agar bisa menjadi pedoman cara vaksinasi aman tanpa kerumuman. Sebuah simulasi pun digelar dan bahkan ditinjau secara langsung oleh Presiden Joko Widodo di Puskesmas Harapan Keluarga di Tanah Sereal, Kota Bogor (18/11/2020). Hari berikutnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyaksikan acara serupa di Puskesmas Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat.

Presiden menjelaskan, keselamatan dan keamanan masyarakat merupakan prioritas tertinggi dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Untuk itu sejumlah tahapan ilmiah tengah disusun pemerintah dan wajib diikuti. “Kaidah-kaidah ilmiah ini sudah saya sampaikan wajib diikuti. Kita ingin keselamatan dan keamanan masyarakat itu harus betul-betul diberikan tempat yang paling tinggi,” kata Presiden Joko Widodo.

Kepala Negara menjelaskan, semua vaksin yang nanti akan digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 merupakan vaksin yang terdaftar dan disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kriteria lain yang diharapkan dari vaksin ialah bahwa kemanfaatan dari vaksin Covid-19 tersebut haruslah maksimal. Kelak setelah vaksin-vaksin dimaksud masuk ke Indonesia, terdapat sejumlah tahapan yang harus ditempuh guna memastikan keamanan pemakaiannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan terlebih dahulu melakukan uji dan verifikasi standar untuk dapat mengeluarkan emergency use authorization (EUA) terhadap vaksin tersebut.

Presiden memperkirakan, vaksinasi akan mulai di akhir 2020 atau di awal 2021 karena memang proses persiapannya itu tidak hanya menerima vaksin kemudian langsung disuntikkan, tapi juga harus menyiapkan distribusi ke seluruh tanah air. Dalam rapat kabinet terbatas "Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional" pada Senin 23 November 2020, Presiden kembali meminta pelaksanaan simulasi vaksinasi virus corona jenis baru (Covid-19) terus dilakukan secara optimal di berbagai daerah.

"Saya akan mengecek 1-2 kali lagi sehingga nanti saat pelaksanaan betul-betul pada kondisi yang sudah sangat baik. Paling penting, menurut saya, terus dilihat, dievaluasi mekanisme proses distribusi vaksin, agar perjalanan vaksin ke daerah ini bisa aman dan lancar," kata Presiden.

Dalam rapat terbatas itu, Presiden Jokowi juga meminta laporan tentang perkembangan pembelian vaksin Covid-19. "Saya minta laporan yang pertama tentang vaksin, ini kapan sampai di tangan kita, karena ini sudah semestinya masuk ke proses administrasi, pembayaran sudah dilakukan," kata dia. Presiden Jokowi juga meminta laporan terkait dengan proses distribusi dan pengajuan izin ke BPOM. "Kemudian kesiapan vaksinasi juga sudah berapa persen, baik yang menyangkut proses distribusi, persiapan untuk 'cold chain', 'seller'-nya seperti apa dan proses administrasi menuju ke tahapan-tahapan di BPOM dan berkaitan dengan 'Emergency Use Authorization' seperti apa," ungkap Presiden.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang turut hadir mendampingi Presiden Joko Widodo menjabarkan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan distribusi logistik yang dibutuhkan seperti ADS, safety box, dan alcohol swab. Tak hanya itu, Kemenkes juga telah melaksanakan sosialisasi ke seluruh provinsi sekaligus pelatihan vaksinator, penyediaan cold chain, logistik pendukung lainnya, berikut rencana anggaran pelaksanaan vaksinasi 2020-2022. Ada pula upaya pelibatan stakeholderterkait, seperti Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk penguatan vaksinasi, serta TNI dan Polri untuk memudahkan sistem pengawasan dan pengamanan pelaksanaan pelayanan vaksinasi Covid-19.

Menurut Menteri Kesehatan, simulasi vaksinasi dilakukan secara terbuka agar masyarakat memahami bagaimana alur vaksin, bagaimana proses penyuntikan vaksin sehingga masyarakat akan terinformasi lebih jelas, dan pemerintah daerah dapat melakukan vaksinasi dengan standar yang sesuai. Simulasi pelaksanaan vaksin di Puskesmas Tanah Sereal menyasar sebanyak 60 sampai 70 peserta di wilayah terkait dengan rentang usia 18-59 tahun tanpa komorbid. Pendataan peserta dilakukan melalui aplikasi Peduli Lindungi dan PCare untuk proses skrining komorbid serta sistem pelaporan. Para peserta juga harus dipastikan dalam keadaan sehat, tidak demam, batuk atau sakit tenggorokan ketika datang dan bagi wanita tidak sedang hamil ataupun menyusui. Selama proses vaksinasi, para peserta diminta untuk disiplin terapkan protokol kesehatan dengan 3M. 

Menkes Terawan pada Rapat Kerja dengan anggota DPR Komisi 9 di Gedung DPR, Selasa (17/11/2020), mengatakan bahwa rencana pemerintah Indonesia akan mendistribusikan vaksin Covid-19 sebanyak 1 juta dosis pada tahap awal. Alur pendistribusian vaksin tersebut dilakukan mulai dari pemerintah pusat hingga ke daerah. Biofarma akan mendistribusikan ke dinas kesehatan provinsi, selanjutnya ke kabupaten/kota, ke puskesmas, RS, dan klinik yang ditunjuk. Dalam sistem pendistribusian, Kantor Kesehatan Pelabuhan dapat dilibatkan dalam rangka penguatan pelaksanaan imunisasi Covid-19. 

Hal tersebut dapat memudahkan sistem pengawasan dan pengamanan pelaksanaan pelayanan imunisasi Covid-19 kepada tenaga kesehatan. Untuk tahap pelaksanaan pelayanan imunisasi Covid-19 selanjutnya akan menggunakan sistem sarana distribusi yang sama dengan pelayanan imunisasi rutin yang sudah berjalan, di mana penyediaan vaksin dan logistik imunisasi, seperti auto disable syringe (ADS) dan safety box, akan dilakukan oleh pusat yang kemudian vaksin akan didistribusikan ke gudang vaksin dinas kesehatan provinsi.   Berikutnya, dari dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan berlanjut ke puskesmas sesuai dengan ketersediaan vaksin dan kapasitas sarana lemari es penyimpan vaksin di tingkat layanan. Untuk meningkatkan jejaring layanan, puskesmas bisa melakukan kerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerjanya (rumah sakit pemerintah, RS swasta, klinik, dll).

Kemenkes telah menyiapkan vaksinator berjumlah 23.145 tenaga kesehatan dari puskesmas dengan rasio pelayanan 1:20. Perluasan jejaring dan menambah sesi pelayanan dapat meningkatkan rasio pelayanan menjadi 1:40. Pemerintah Indonesia sudah meneken kesepakatan untuk pengadaan 143 juta dosis konsentrat vaksin dengan perusahaan farmasi asal Tiongkok, yaitu Sinovac, Sinopharm, dan CanSino masing-masing 65 juta dan 15 juta hingga 20 juta konsentrat vaksin. 

Vaksin itu rencananya diproduksi BUMN PT Bio Farma. Uji klinis tahap ketiga vaksin Covid-19 Sinovac dilakukan tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran sejak Agustus 2020 dan sudah ada 1.620 relawan yang mendapatkan suntikan pertama dan belum ditemukan efek samping. Bio Farma diminta mulai menyiapkan vaksin Covid-19 siap edar tiga juta dosis mulai November 2020 tetapi penggunaannya tetap menunggu persetujuan dari BPOM. BPOM bertugas mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) yang menyatakan vaksin aman untuk diproduksi dan disuntikkan kepada masyarakat. Tahapan tersebut memerlukan waktu sekitar tiga minggu.

Selain dengan Tiongkok, Indonesia menjalin kerja sama vaksin dengan perusahaan teknologi G-24 asal Uni Emirat Arab (UAE) pertengahan Agustus dengan memasok 10 juta dosis vaksin melalui kerja sama dengan PT Kimia Farma. Masih ada 100 juta dosis vaksin Covid-19 yang diproduksi AstraZeneca diharapkan dapat dilakukan pengiriman pertama pada kuartal kedua 2021.

Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang juga Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sasaran penerima vaksin Covid-19 adalah sebanyak 160 juta orang, dengan vaksin yang harus disediakan adalah 320 juta dosis vaksin dengan rincian:

1. Garda terdepan seperti medis dan paramedis "contact tracing", pelayanan publik TNI/Polri, aparat hukum sejumlah 3.497.737 orang dengan kebutuhan vaksin 6.995.474 dosis.

2. Masyarakat (tokoh agama/masyarakat), perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW) sebagian pelaku ekonomi berjumlah 5.624.010 orang dengan jumlah vaksin 11.248.00 dosis.

3. Seluruh tenaga pendidik (PAUD/TK, SD, SMP, SMA dan sederajat perguruan tinggi) sejumlah 4.361.197 orang dengan jumlah vaksin 8.722.394 orang.

4. Aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif) sejumlah 2.305.689 orang dengan total vaksin 4.611.734 dosis.

5. Peserta PBJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sejumlah 86.622.867 orang dengan kebutuhan vaksin 173.245.734 dosis.

6. Ditambah masyarakat dan pelaku perekonomian lain berusia 19-59 tahun sebanyak 57.548.500 orang dengan kebutuhan vaksin 115.097.000 dosis.

 

Sementara itu hasil survei penerimaan vaksin Covid-19 yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) yang didukung UNICEF dan WHO menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat siap divaksin Covid-19. "Survei menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia telah mendengar tentang vaksin Covid-19 dan bersedia menerimanya,” demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi.

Survei berlangsung pada 19-30 September 2020 dengan tujuan untuk memahami pandangan, persepsi, serta perhatian masyarakat tentang vaksinasi Covid-19. Pada pelaksanaannya, survei tersebut mengumpulkan tanggapan lebih dari 115.921 responden, dari 34 provinsi yang mencakup 508 kabupaten/kota atau 99 persen dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Hasil survei menunjukan tiga perempat responden menyatakan telah mendengar tentang vaksin Covid-19 dan dua pertiga responden menyatakan bersedia menerima vaksin Covid-19. Pada kelompok dengan informasi yang lebih banyak seputar vaksin, misalnya, mereka cenderung akan menerima pemberian vaksin Covid-19.

Hal yang sama juga terjadi pada responden dengan kepemilikan asuransi kesehatan, sebagian besar dari mereka lebih mungkin menerima vaksin Covid-19. Hasil survei juga menunjukkan adanya kelompok yang ragu dan sebagian kecil yang menolak. Tujuh persen responden yang menolak vaksin menyebutkan, faktor keamanan, efektivitas, serta kehalalan vaksin sebagai faktor pertimbangan mereka.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini