Toware adalah nama lain dari tas atau noken untuk Papua daerah Utara.
Perempuan Indonesia kini sudah semakin mandiri dan kreatif dalam mencari penghasilan. Fenomena itu nyatanya tidak hanya terjadi di kota-kota besar, melainkan merangsek pula hingga ke desa.
Boleh jadi, itu muncul karena meningkatnya kebutuhan ekonomi keluarga. Sehingga, para perempuan itu pun harus ikut bekerja keras demi memenuhi kebutuhan tersebut.
Fenomena serupa pun terpotret di Merauke, Papua. Di Kampung Sota, mama-mama Papua—sebutan bagi perempuan yang telah berumur dan bersuami—tampak tengah duduk di sebuah gubuk dari kayu dengan beratap terpal. Setelah dicermati, ternyata mereka tak sekadar berkumpul.
Mereka yang duduk di atas tikar itu tengah asyik menganyam "toware". Toware adalah nama lain dari tas atau noken untuk Papua daerah Utara.
Toware terbuat dari beberapa bahan lokal. Ada gintu--rumput rawa, kemudian menggunakan pandan rawa, akar rumput, kulit dahan anggrek, kulit kayu dan bahkan ada yang dirangkai dengan hiasan bulu burung kasuari.
Pewarna yang digunakan untuk kerajinan itu juga alami dan bisa ditemukan di sekitar Sota, Kabupaten Merauke. Misalnya, pewarna hitam berasal dari campuran berbahan baku lumpur hitam. Bahan baku itu diambil dari Rawa Biru, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Kampung Sota. Demikian juga pewarna merah, yang diambil dari akar tertentu yang memunculkan warna merah.
Sebagaimana dituturkan Mama Norce Mahuse, ketua kelompok anyaman Perempuan Kanum yang beranggotakan sekitar 30 orang, untuk mengerjakan satu tas anyaman dibutuhkan waktu 2--3 hari, tergantung besar kecil tas anyam tersebut.
Didampingi relawan yang melakukan pendampingan, Adi Muslimin atau akrab dipanggil Jojo, Mama Norce dan kawan-kawan mengaku kegiatan menganyam toware banyak mendatangkan keuntungan. Selain menjadi tempat sosialisasi, kegiatan itu juga bisa menambah penghasilan untuk beli buku anak-anak sekolah.
Bicara soal keuntungan ekonomi, berapa sebenarnya harga jual tas anyaman itu? Untuk tas ukuran sekitar 15x20 Centimeter, mama-mama Papua menjualnya dengan harga Rp75,000, sedangkan ukuran lebih besar dijual dengan harga Rp100.000—Rp200.000.
Biasanya, hasil produksi mereka sebagian besar diambil pedagang dari Kota Merauke, dan sebagian yang lain dijual di pasar. Untuk PON XX ini mereka dapat banyak order toware dan mahkota dari bulu kasuari. “Pada 2 Oktober–20 Oktober 2021, kami pun ikut pameran di halaman Kantor Bupati Merauke,” kata Mama Norce.
Meskipun mereka sudah memiliki kesibukan dengan memproduksi produk kreatif asal Papua, mama-mama itu tidak meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga. “Kami tetap memasak, mencuci dan mendidik anak kami. Bila sudah tuntas semua, baru kami mengerjakan pembuatan tas anyaman itu. Memang, kami menjadi cukup sibuk dengan kegiatan itu. Tapi kami puas bila ada yang membeli hasil tangan kami,” ujarnya, sembari menunjukkan proses pewarnaan di atas seutas kulit kayu.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id.