Indonesia.go.id - Pompa-Pompa Air Siap Amankan Cekungan Bandung

Pompa-Pompa Air Siap Amankan Cekungan Bandung

  • Administrator
  • Minggu, 30 Januari 2022 | 09:19 WIB
PENGENDALIAN BANJIR
  Foto udara kolam retensi Andir di Andir, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (21/1/2022). ANTARA FOTO
Untuk mengendalikan banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Jawa Barat, pemerintah membangun Kolam Retensi Andir. Dua kolam retensi dan lima kolam polder telah selesai dibangun untuk mengamankan Cekungan Bandung dari genangan rutin.

Penanggulangan banjir Sungai Citarum di kawasan Bandung Selatan terus mencatatkan kemajuan. Balai Besar Wilayah Sungai  (BBWS) Citarum, sebagai kepanjangan tangan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan bahwa Kolam Retensi Andir di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, telah beroperasi penuh di puncak musim hujan saat ini. Kolam itu bisa membebaskan 149 hektare permukiman di sekitarnya dari ancaman banjir rutin.

 ‘’Alhamdulillah, kolam retensi ini sudah beroperasi. Begitu pompa terpasang, kolam retensi sudah berfungsi,’’ ujar Bastari, Kepala BBWS Citarum, awal Januari 2022 lalu. Tiga unit pompa air, masing-masing berkapasitas 500 liter per detik, siap mengamankan kolam itu agar mampu menampung air limpasan hujan dari area sekelilingnya. Daya tampungnya 160.000 m2

Kolam retensi itu rampung dikerjakan dalam satu tahun. Lokasinya di pinggir Sungai Citarum. Luas kolam 4,85 meter, dengan kedalaman rata-rata 6 meter. Kolam ini akan menampung air limpasan hujan dari pemukiman seluas 149 hektare . Jika terjadi hujan lebat dan permukaan air Kali Citarum naik, maka aliran air akan digiring masuk ke kolam.

Kelurahan Andir, seperti halnya sejumlah titik lain di Kecamatan Baleendah yang berada di tepian Citarum, adalah kawasan yang biasa disebut Cekungan Bandung. Ia berada di  titik terendah pada kawasan lembah Bandung Raya. Pada musim hujan, areal  Cekungan Bandung itu biasa terendam. Tanggul tinggi di tepian kali tak bisa menghindarkannya dari genangan.

Hal serupa terjadi di kawasan banjir lainnya seperti Kecamatan Dayeuhkolot dan Bojongsoang. Di saat hujan lebat, muka air Citarum sama tinggi atau bahkan lebih tinggi dari area permukiman itu. Situasi diperparah dengan adanya air hujan di kawasan tersebut yang tidak bisa mengalir ke mana-mana. Aliran air limbah rumah tangga juga macet. Genangan makin tinggi.

Rekayasa Kolam Retensi Andir memotong lingkaran setan itu. Ketika air Citarum meninggi akibat hujan lebat, seluruh akses air dari dan menuju Citarum ditutup rapat. Pada saat yang sama pompa air bekerja, menyedot air kolam dan membuangnya ke Kali Citarum.

Pengelolaan Kolam Retensi Andir memang memerlukan rekayasa teknis. Selokan-selokan air di areal tangkapan hujan, yakni area permukiman seluas 149 hektare itu, diintegrasikan, dan masuk ke alur anak sungai yang sudah lama ada. Di mulut anak sungai itu dibuat pintu air yang kokoh. Bila hujan lebat turun, pintu ditutup dan air dialirkan ke kolam retensi. Agar tidak meluap, air kolam dipompa dan dibuang ke Sungai Citarum. Tanggul tinggi menahan air limpasan itu agar tidak kembali masuk ke kawasan pemukiman.

Pembuatan Kolam Retensi Andir itu adalah rangkaian dari percepatan pembangunan infrastruktur pengendalian banjir  Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, seperti yang diamanatkan dalam Perpres nomor 15 tahun 2018. Maka, berturut-turut dibangun Terowongan Nanjung dan Sudetan (floodway) Cisangkuy yang bertujuan mempercepat aliran sungai Citarum agar mengurangi genangan di area Cekungan Bandung. Keduanya berfungsi dan mengurangi tekanan ke wilayah Cekungan Bandung. Toh, itu belum cukup, masih perlu aksi-aksi lanjutan.

Sebelum Kolam Andir dibangun, BBWS Citarum telah merampungkan Kolam Retensi Cieunteung, juga di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Dengan luas genangan 4,75 hektare dan dapat menampung  190.000 m3 air limpasan, Kolam  Retensi Cieunteung ini bisa menyelamatkan 91 hektare areal permukiman, dengan 1.300 unit rumah. Selesai  dibangun akhir 2018 dengan biaya Rp203 miliar, Kolam Cieunteung itu kini menjadi taman kota dengan taman-taman dan jogging track di sekelilingnya.

Bila tak ada lahan untuk membangun kolam retensi, kolam polder pun jadi. Fungsi dan bentuknya mirip kolam retensi, hanya saja ukurannya  jauh lebih kecil. Polder Cijambe Barat, misalnya, hanya seluas 400 meter2, menampung 1.125 m3 air limpasan, tapi dia bisa mengamankan permukiman seluas 78 hektare. Jika terjadi hujan deras dan air Citarum meninggi, pintu air Kali Cijambe ditutup, dan dialirkan ke Polder Cijambe.

Tiga unit pompa di polder yang masing-masing berkapasitas 500 liter per detik akan bekerja keras menuangkannya ke Citarum. Penutupan pintu Kali Cijambe menjamin air Citarum yang lebih tinggi permukaannya bisa melimpas ke arah hulu Cijambe,  lalu meluber dan menggenangi rumah warga. Sementara itu, air selokan masih leluasa mengalir ke Kali Cijambe dan digiring masuk ke kolam polder. Aman dan terkendali.

Selain Polder Cijambe Barat, memasuki 2022 ini, empat polder lainnya mulai dioperasikan. Masing-masing adalah Polder Cipalasari-1 dengan catchment area (daerah tangkapan air hujan) seluas 29,8 hektare dan volume tampungan 1.125 m3, Polder Cipalasari-2  dengan catchment area 11,8 hektare dan volume 1.125 m3, Polder Cijambe Timur (catchment area 58,60 hektare dan volume 1.125 m3), serta Polder Cisangkuy (catchment area 7,85 hektare dan volume 450 meter kubik).

Kolam retensi dan kolam polder sebetulnya bukan hal yang terlalu asing di Indonesia. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, atau Surabaya, kolam retensi dan kolam polder terserak di banyak tempat. Bahkan di kawasan  hunian papan atas seperti Pantai Indah Kapuk  (PIK) 1 di Jakarta, yang sebagian areanya di bawah permukaan laut, kolam polder dibangun guna menampung limpasan air hujan dan air limbah, untuk kemudian dipompa keluar dan dibuang ke Kali Cengkareng Drain. Tapi, di Bandung Selatan, yang elevasinya antara 650–700 meter di atas permukaan laut, kolam polder menjadi hal yang cukup unik.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa kemajuan dalam upaya pengendalian banjir di Bandung Selatan yang terangkum dalam satu Program Citarum Harum itu memerlukan sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. ‘’Masing-masing stakeholder punya tanggung jawab,’’ ujar Basuki.

Dalam pembangunan Sudetan (floodway) Kali Cisangkuy (anak sungai Citarum), yang mengurangi debit  Citarum sampai 230 m3 per detik, Pemprov Jawa Barat bertanggung jawab dalam pengadaan dan pembebasan lahannya, sementara Kementerian PUPR  bertanggung jawab dalam pembangunan konstruksinya. Begitu pula dengan pembangunan kolam retensi dan polder-polder.

Hasilnya, areal genangan di kawasan Cekungan Bandung akan berkurang. Belum seluruhnya bisa dibebaskan dari bahaya laten berupa genangan banjir setiap musim hujan. Namun, diperkirakan dari 370 hektare area banjir, yang tersebar di Kecamatan Baleendah, Bojongsoang, Dayeuhkolot, dan sekitarnya, masih tersisa 72 hektare yang  terancam genangan. Namun, pembangunan kolam dan polder masih akan berlanjut.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari