Malam itu cahaya lampu panggung Toba Caldera World Music Festival (TCWMF) di bukit Singgolom berubah merah merona. Bunyi gendang terdengar dari pengeras suara, ditambah, dan musik musik lain yang membuat suasana menjadi semakin horor.
Itulah suasana awal dari kemunculan pemusik Komunal Primitif Percussion. Mereka tampil dengan riasan tak biasa. Wajah wajah dibalut riasan warna hitam dan putih. Seperti prajurit perang bertelanjang dada dan hanya berbalut ulos. Menunjukkan identitas, bahwa mereka berasal dari Sumatra Utara.
Belum unjuk kebolehan, riasan mereka sudah membuat pengunjung berdecak kagum. Sepanjang penampilan, para penonton sibuk merekam aksi kelompok yang dibentuk sekitar 2008 lalu.
Pertunjukan mereka begitu memukau. Penonton sampai melakukan standing applause. Tak ada alat musik elektrik yang mereka mainkan. Seluruhnya adalah perkusi. Namun rampak-rampak perkusi yang dimainkan mereka begitu apik. Sejumlah lagu etnis dimainkan. Selayang Pandang, Sinanggar Tullo, dan sejumlah lagu lainnya menggebrak panggung. Penonton pun ikut bergoyang mengikuti irama perkusi.
Sejumlah alat musik perkusi yang mereka bawa, antara lain, Dol Minang, Garantung Batak, Taganing, Jinbe, Hihat Cymbals, dan lainnya. Paduan suaranya menambah semangat penonton yang mendengarnya. Bunyi rampak–rampak itu dari seluruh nusantara. Seperti Sumatra, Jawa, dan lainnya. Dan Rampak-rampak yang ada di dunia. Seperti Afrika, Irlandia, dan lainnya.
Itulah penampilan komunal primitif yang juga menjadi penutup TCWMF di hari kedua. TCWMF yang kali ini digawangi Irwansyah Harahap, menjadi ajang silang saling kebudayaan musik di dunia. Pada TCMWF kali ini, musisi dari Meksiko, Malaysia, dan Tiongkok ikut andil.
Perhelatan Toba Caldera World Music Festival (TCWMF) berlangsung meriah. Para pengunjung dari dalam dan luar kota berdatangan ke Bukit Singgolom, Desa Lintong Nihuta, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir, tempat event bertaraf internasional itu digelar.
Toba Samosir memiliki potensi yang besar. Daerah ini berada di kawasan perbukitan yang menampilkan hamparan Danau Toba dengan keindahannya. Bukit Singgolom merupakan hamparan padang rumput yang luas, berhadapan dengan Danau Toba.
Wisatawan yang ingin melihat keindahan Danau Toba dari ketinggian, ya dari tempat ini.
Bukit yang juga dikenal sebagai Tarabunga itu selama ini menjadi tempat rekreasi biasa bagi masyarakat. Tapi belum ada nilai tambah yang besar bagi masyarakat.
Oleh karena itu perhelatan seperti TCWMF ini akan berdampak pada perputaran ekonomi masyarakat. Karena selain menampilkan kolaborasi musik, TCWMF juga menyajikan berbagai produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) melalui pembukaan stan-stan UMKM di seputaran arena. Mereka menyajikan produk unggulan khas Danau Toba seperti ulos, kopi dan kuliner berbumbu andaliman.
Penampilan para pemain musiknya mampu menghentak pengunjung di Bukit Singgolom selama festival berlangsung. Sejumlah musisi ternama mengisi acara bertaraf internasional itu dengan sangat baik.
Suara Sama besutan Irwansyah Harahap, Nomensen Ansamble, Universitas Negeri Padang hingga Komunal Primitiv Percussion dari Universitas Sumatera Utara (USU) berhasil menghipnotis pengunjung dengan musik masing-masing.
Yang tak ketinggalan adalah duet Daniel Milan Cabrera-Deva Baumbach. Musisi asal meksiko yang cukup andal bermain akustik. Saking memukaunya, penonton berkali kali melakukan standing aplause.
Danau Toba memang selalu punya kesan tersendiri bagi yang mengunjunginya. Pastinya kebanyakan memuji danau terbesar di Asia Tenggara itu. Panggung TCWMF 2019 juga menyajikan kesenian dari Toba yang dipadukan dengan beberapa instrumen modern.
Gelaran Toba Caldera World Music Festival (TCWMF) 2019 terbukti efektif jadi promosi wisata. Event yang dibuka Jumat (14/6/2019) sangat menghibur. Bukan saja atraksinya, rangkaian acaranya pun cukup semarak. Salah satunya workshop dan diskusi musik dengan narasumber yang menghadirkan musisi senior Djaduk Ferianto serta Irwansyah Harahap.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai atraksi merupakan cara efektif untuk mempromosikan destinasi pariwisata. Konsepnya selalu sama 3A. Aksesnya baik, amenitasnya baik lalu didukung dengan atraksi yang berstandar global untuk mengundang wisatawan datang.
"Jadi semakin banyak event berkelas, pariwisatanya sudah pasti akan cepat majunya. Karena wisatawan makin banyak yang datang. Masyarakatnya juga akan semakin bahagia. Contohnya Solo dan Banyuwangi. Setiap minggu di sana ada event. Perekonomian masyarakat juga sudah pasti diangkat," kata Arief Yahya. (E-2)