Indonesia.go.id - Kebesaran Tanimbar di Gedung Nusantara

Kebesaran Tanimbar di Gedung Nusantara

  • Administrator
  • Rabu, 16 Agustus 2023 | 15:56 WIB
HUT RI
  Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat Tanimbar, Maluku (kanan) didampingi Ibu Iriana Joko Widodo melambaikan tangan saat tiba di lokasi Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Presiden Joko Widodo melanjutkan tradisi mengenakan busana adat saat menyampaikan pidato kenegaraan di Sidang Tahunan Bersama MPR/DPR/DPD yang diadakan tiap 16 Agustus.

Rangkaian kendaraan berkelir hitam yang dikawal sejumlah motor patroli putih bertenaga besar tampak melambatkan laju ketika memasuki sayap kiri bangunan besar berkubah hijau mirip punggung kura-kura. Sebuah mobil lainnya dengan pelat kendaraan "Indonesia 1" berhuruf kapital langsung berhenti tepat di dekat karpet merah. Tak sampai satu menit, pintu mobil terbuka dan dua penumpang istimewa, Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta Ibu Iriana Jokowi keluar dari kendaraan dinas buatan Jerman.

Hari itu, Rabu (16/8/2023), Kepala Negara hadir di Gedung Nusantara Jakarta untuk menyampaikan pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI serta Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Tahun 2023. Pidato Presiden terkait Penyampaian Laporan Kinerja Lembaga-Lembaga Negara dan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Kemerdekaan RI. 

Namun, penampilannya tak seperti biasa yang memakai kemeja putih atau bersetelan jas. Kakek dari lima cucu tersebut kali ini mengenakan seperangkat pakaian adat berasal dari Kepulauan Tanimbar, Maluku. Berbalut kemeja putih lengan panjang berkerah seperti baju koko dipadu celana panjang hitam, Presiden menyampirkan dua lembar tais atau kain tenun selebar sekira 30 sentimeter dan panjang 1,5 meter saling menyilang di dada.

Motifnya bunga kilun loan pada kain tenun tersebut melambangkan pentingnya peran perempuan dalam kehidupan seorang laki-laki. Terdapat pula motif motif tamata (manusia) yang melambangkan martabat dan harga diri setiap manusia. Kain terus menjuntai sampai menutupi bagian depan atas celana panjangnya serta bagian belakang celana. Untuk memperkuat silangan kain, tepat di bagian perut dilingkarkan kain hitam laksana sabuk.

Kain tenun sepanjang tiga meter turut menghiasi pinggang kiri Presiden, namanya umbat. Sebagai pelengkapnya, Presiden memakai tatabun ulun atau kain penutup kepala serta somalea atau hiasan dari burung cenderawasih yang telah dikeringkan dan disematkan di kepala tepat di atas telinga kanan. Tak hanya itu, karena Presiden turut memakai mamuat (kalung) semacam aksesoris kalung besar bermotif kerang di lehernya juga tak lepas dari simbolisme, melambangkan kesungguhan dalam memegang janji dan amanah kepemimpinan.

Mamuat disandingkan dengan wangpar, semacam lempengan logam bulat keemasan berdiameter sekira 10 sentimeter bermotif kepala hewan disematkan di persilangan kain tenun.  Sedangkan Ibu Iriana mengenakan setelan busana panjang warna emas dilengkapi selendang senada dipasang di pundak kanan dipadu riasan sederhana dan rambut digelung.

Keduanya terus melanjutkan langkah di atas karpet merah sambil sesekali menengok ke belakang dan melambaikan tangan kepada puluhan jurnalis yang menunggu di halaman luar. Saat memasuki pintu utama gedung karya arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo dan mulai dibangun 8 Maret 1965 tersebut, Presiden disambut Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Ibu Wurry Ma'ruf Amin, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, dan Ketua DPD RI La Nyala Mattalitti.

Seperti juga Presiden, Wapres Ma'ruf Amin mengenakan pakaian demang khas Betawi yang bermakna kesopanan. Pakaian ini berupa atasan warna hitam seperti jas dan kain bertumpal warna cerah dengan hiasan rantai di dada menemani lambang kepresidenan. Wapres juga mengenakan peci melambangkan ketaatan dan celana panjang hitam. Ibu Wurry Ma'ruf Amin tampak mengenakan baju kebaya cokelat muda dipadu selendang cokelat tua disampir ke bahu kiri dan kain hitam bermotif benang perak.

Penampilan Presiden dan Wapres yang istimewa dan lain dari biasanya membuat ratusan peserta sidang mengeluarkan telepon seluler mereka dan mengabadikan momen tersebut. Terlebih ketika sidang usai digelar dan Kepala Negara bersiap meninggalkan gedung, puluhan anggota MPR RI berebut untuk berjabat tangan dan meminta berfoto bersama. Tampak di antaranya adalah Andre Rosiade, Aboebakar Al Habsyi, Bambang Wuryanto, dan Tb Hasanuddin.

Beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju seperti Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, serta Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar turut berfoto bersama dengan Presiden Jokowi. Bahkan, saat kaki Presiden Jokowi akan melangkah menuju pintu keluar, Ketua DPR RI Puan Maharani Seokarnoputri yang memakai busana adat suku Dayak Iban pun meminta foto bersama. 

Presiden bukan sekali ini saja mengenakan pakaian adat saat tampil di Gedung Nusantara saat menyampaikan pidato Kenegaraan tiap 16 Agustus karena hal itu telah ia lakukan sejak 2017 lalu. Berbagai baju adat suku di Nusantara telah dikenakan seperti dari Bugis (2017), Sasak (2019), Sabu Raijua (2020), Baduy (2021), Bangka Belitung (2022), dan pada 2023 ini giliran pakaian adat masyarakat Kepulauan Tanimbar yang dikenakan Presiden Jokowi.

 

Sekilas Tanimbar

Tanimbar terdiri dari beberapa gugus pulau besar dan kecil. Pulau-pulau utama meliputi Yamdena, Larat, Selaru, Sera, Wuiaru, Nitu, Wetar, Labobar, Molu, Maru, dan Fordata. Kota Saumlaki di Yamdena merupakan ibu kota dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Suku Tanimbar menjadi penduduk asli di kepulauan ini.

Seperti dikutip dari jurnal Moda Volume 3 nomor 1 Januari 2021 berjudul Penggunaan Bahan Tenun Ikat Tanimbar Pada Busana Resort Wear karya Ivona Maria Tanlain, dijelaskan bahwa busana adat diperuntukkan bagi perempuan dan laki-laki. Jika pada laki-laki, busananya seperti yang dikenakan oleh Presiden Jokowi, maka busana adat perempuan Tanimbar meliputi kebaya dan tais dilengkapi dengan aksesoris penghias tubuh seperti sinune (selendang), somalea, ngore, lelbutir (anting), belusu (gelang), dan lufu (tas dari anyaman rotan).

Cara berbusana masyarakat Tanimbar yang kaya akan tradisi masa lampau tersebut pertama kali diungkap oleh ahli budaya Nusantara asal Belanda, Gerret Pieter Rouffaer sekitar 1900. Ia meneliti cara pembuatan ragam hias dan proses pewarnaan yang membentuk pola sesuai dengan ikatan yang ada.

Sejak dahulu kala masyarakat di Kepulauan Tanimbar sudah mengetahui cara menenun. Mereka mengambil daun lontar, dibersihkan, dan diambil seratnya kemudian dianyam. Sayangnya pemakaian serat lontar mulai ditinggalkan karena dianggap tidak mampu bertahan lama untuk dijadikan kain.

Seiring waktu, masyarakat Tanimbar mulai mengenal kapas yang dipintal untuk dijadikan benang serta pewarna alami dari kulit kayu dan dedaunan. Penggunaan kain tenun ikat Tanimbar juga bisa menentukan derajat seseorang. Bila kain ikat dengan warna dasar cokelat menandakan orang itu dari keluarga bangsawan. Sedangkan jika warna dasarnya hitam kebiruan menunjukkan dari golongan menengah. Terakhir warna dasar hitam saja menandakan golongan rakyat biasa.

Kain tenun ikat di baju adat Tanimbar umumnya memiliki ragam warna dan didominasi oleh garis-garis dan corak tertentu. Garis dan corak ini diadaptasi dari alam sekitarnya. Suku Tanimbar dulunya memiliki 47 motif tenun ikat, namun saat ini hanya tersisa tujuh motif saja. Ketujuhnya meliputi motif lelmuku atau bunga anggrek yang ciri khasnya adalah bunga anggrek diapit oleh beberapa garis yang melambangkan kecantikan, keanggunan, dan keuletan.

Berikutnya ada motif sair atau bendera, yakni berbentuk seperti bendera yang menggambarkan semangat masyarakat Kepulauan Tanimbar dalam mempertahankan identitas semua wanita. Motif tunis (anak panah) membentuk anak panah yang diapit oleh beberapa garis. Motif ini menggambarkan kesiapan mental masyarakat Kepulauan Tanimbar yang selalu berhati-hati.

Motif ulerati atau ulat kecil yang dikombinasikan beberapa motif lainnya dan maknanya tentang kecintaan masyarakat akan lingkungan sekitar. Selanjutnya motif eman matan lihir yang terinspirasi dari jenis busana pria zaman dulu, tetapi yang dipandang dari satu sisi. Masih ada motif mantatur atau tulang ikan dengan ciri khas berwarna biru menggambarkan warna laut dan motif tulang ikan yang menggambarkan sumber daya laut yang berlimpah.

Terakhir adalah wulan lihir atau bulan sabit, yaitu motif yang dibuat karena terinspirasi dari bulan dan keadaan alam masyarakat Tanimbar. Pada waktu bulan bersinar, masyarakat melakukan pelayaran untuk mencari hasil laut dan makanan di darat.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Elvira Inda Sari