Salah satu upaya BRIN mendorong percepatan produksi tembakau lokal adalah melalui pemuliaan tanaman agar tahan terhadap anomali cuaca hingga penyakit.
Budi daya tanaman tembakau telah berkembang seiring dengan pertumbuhan peradaban di Indonesia. Saat ini tembakau telah dibudidayakan di 15 provinsi yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali, Madura, hingga Nusa Tenggara dengan luas area 228 ribu hektare (ha). Selain sebagai bahan utama pembuatan rokok turunan tembakau juga digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, pangan hingga bioenergi.
Industri ini berhasil menyediakan lapangan pekerjaan dengan jumlah yang signifikan dan berkontribusi terhadap pembangunan daerah. Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara ratusan triliun setiap tahun.
Pada 2023, industri tembakau nasional menyumbang Rp218 triliun dari pita cukai rokok. Jumlah produksi rokok tahun lalu mencapai 318,14 miliar batang. Menurun 5 miliar batang dari tahun 2022.
Besarnya keekonomian industri tembakau tersebut tentunya perlu ada pengembangan baik di level on-farm maupun off-farm. Hal ini untuk mendorong peningkatan hasil tembakau agar industri tembakau bisa eksis secara berkelanjutan.
“Namun, hal itu tidak mudah karena banyak sekali tantangan mulai dari produktivitas yang belum optimal hingga kebijakan kontraproduktif terkait dengan kesehatan masyarakat,” ungkap Kepala Pusat Riset Tanaman Perkebunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Setiari Marwanto di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Salah satu upaya BRIN mendorong percepatan produksi tembakau lokal adalah melalui pemuliaan tanaman agar tahan terhadap anomali cuaca hingga penyakit. Tim peneliti BRIN sudah mampu mengembangkan varietas baru tanaman tembakau yang memiliki ketahanan terhadap anomali cuaca La Nina yang dapat menyebabkan genangan atau banjir.
Peneliti Pusat Riset Tanaman Perkebunan BRIN Weda Makarti Mahayu mengatakan, fenomena cuaca yang terjadi beberapa dekade atau dasawarsa ini, di antaranya El Nino dan La Nina meningkatkan risiko gagal panen dan penurunan kualitas hasil panen tembakau. “Kami melakukan mitigasi melalui perakitan varietas yang toleran terhadap cekaman genangan atau banjir,” ujarnya.
Dalam bidang pertanian, istilah cekaman lingkungan (natural stress) adalah cekaman abiotik yang dihasilkan oleh faktor lingkungan alami seperti suhu ekstrem, angin, kekeringan, dan keasinan. Weda menuturkan, tujuan penelitian itu untuk mendapatkan galur atau varietas tembakau yang toleran cekaman kadar air tanah tinggi atau dengan mutu daun rajangan kering yang baik. Mutu tembakau yang diterima oleh pasar adalah memiliki kadar aroma tertentu, ketebalan, dan kekenyalan daunnya.
Lokasi penelitian varietas tembakau toleran banjir itu terletak sentra industri tembakau nasional di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Dalam penelitiannya BRIN menggunakan tiga varietas unggul lokal di Kabupaten Temanggung, yaitu Komloko 2, Komloko 3, dan Komloko 6. Varietas Kemloko 2 dan Kemloko 3 adalah varietas yang diminati petani dan konsumen tembakau. Varietas itu tahan bakteri Ralstonia solanacearum dan nematoda.
Sedangkan Kemloko 6 adalah varietas unggul terbaru yang tahan terhadap tiga patogen utama. Dalam program ini, BRIN bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Temanggung dan CV Talenta Kasih Sejahtera. Penelitian itu menggunakan metode seleksi Padegree dan dimulai sejak 2020. Uji daya hasil pendahuluan atau UDHP itu ditargetkan selesai pada tahun 2026.
Di satu sisi, publik dan kalangan produsen tembakau alternatif mendukung BRIN untuk melakukan riset dan kajian ilmiah meneliti produk tembakau alternatif.
Pasalnya, belum ada penelitian menyeluruh yang dilakukan bagi produk hasil pengembangan inovasi dan teknologi untuk produk seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, maupun kantong nikotin. Menyikapi hal tersebut, Kepala Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN Dr Dwinita Wikan Utami mengatakan, kajian ilmiah terkait produk tembakau alternatif masih sedikit.
Menurut Dwinita, pihaknya turut mengapresiasi akademisi dari berbagai universitas yang sudah mulai menggencarkan kajian ilmiah produk tembakau alternatif. “Kita perlu meningkatkan kajian atau riset karena masalah tembakau itu penting,” katanya.
Oleh karena itu, kolaborasi dengan para akademisi di berbagai universitas juga perlu ditingkatkan lagi sehingga tercipta keterbukaan informasi dan meninjau sejauh mana kajian ilmiah produk tembakau alternatif dilakukan.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari