Indonesia.go.id - Konsensus Menolak Kekerasan di Myanmar

Konsensus Menolak Kekerasan di Myanmar

  • Administrator
  • Selasa, 27 April 2021 | 17:03 WIB
ASEAN
  Suasana pertemuan KTT ASEAN yang dihadiri oleh kepala negara ASEAN dan perwakilan di Gedung Sekretariat ASEAN Jakarta, Sabtu (24/4/2021). SETPRES
Forum ASEAN Leaders Meeting di Jakarta mendesak penghentian kekerasan di Myanmar. ASEAN akan memediasi dialog yang inklusif demi mencari penyelesaian damai.

Situasi pandemi tidak menghalangi para pemimpin negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) bertemu muka secara fisik di Jakarta pada Sabtu, 24 April 2021. Selama setengah hari dan dikemas dalam bingkai ASEAN Leaders’ Meeting (ALM), para pemimpin mengikuti pertemuan di Gedung Sekretariat ASEAN, Jl Sisingamangaraja, Kebayoran Baru.

Kali ini ALM terselenggara atas undangan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, selaku Ketua ASEAN 2021. Namun kemudian Presiden Joko Widodo yang menginisiasi pembahasan dan mencapai kesepakatan serta solusi bagi rakyat Myanmar. Dalam pelaksanaannya, isu Myanmar ini hanya menjadi bagian dari sejumlah hal yang menjadi kepentingan bersama.

Selain dihadiri oleh Sultan Hassanal Bolkiah dan Presiden Joko Widodo, sejumlah pemimpin ASEAN pun hadir. Ada Perdana Menteri (PM) Vietnam Phạm Minh Chính, PM Kamboja Hun Sen, PM  Malaysia Muhyiddin Yassin, dan PM Singapura Lee Hsien Loong. 

Filipina, Laos, dan Thailand, mengirim Menteri Luar Negeri (Menlu) mereka sebagai utusan khusus. Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing turut hadir dalam ALM kali ini, meskipun tak hadir resmi sebagai kepala negara. Ia merupakan undangan khusus dalam ALM itu.

Ada sederet kesepakatan yang menjadi pernyataan bersama dari para pemimpin ASEAN itu. Antara lain, penegasan bahwa untuk memperkuat solidaritas dan ketahanan kawasan. Stabilitas politik di negara anggota ASEAN diyakini sangat penting demi mencapai Komunitas ASEAN yang damai, stabil, dan sejahtera. Persatuan dipandang penting untuk mengatasi tantangan bersama.

Para pemimpin ASEAN itu juga menyambut baik inisiatif kerja sama di antara negara ASEAN dalam pelaksanaan tanggap darurat bencana (ASEAN shield). Mereka menantikan pengembangan suatu platform yang memungkinkan masyarakat ASEAN berkontribusi dalam bantuan bencana alam.

Mengenai pandemi Covid-19, para pemimpin ASEAN itu menegaskan kembali komitmen bersama untuk melaksanakan pemulihan yang menyeluruh. Mereka menyambut baik adanya upaya badan-badan sektoral untuk melengkapi kerangka tersebut. Di antaranya, keputusan memanfaatkan dana respons ASEAN untuk pengadaan vaksin secepatnya bagi masyarakat ASEAN.

Para pemimpin ASEAN juga kembali menekankan pentingnya kerja sama ekonomi dengan segala strateginya. Dalam konteks ini pula, mereka menyepakati diselenggarakannya forum dialog khusus ASEAN dengan Kerajaan Inggris (UK).

Kekerasan Myanmar

Di antara butir-butir pernyataan para pemimpin ASEAN itu, ada dua isu terkait keprihatinan mereka atas situasi di Myanmar. Yang pertama, mengenai pengungsi asal Negara Bagian Rakhine, Myanmar, yang kini terdampar di Bangladesh. Forum ALM mendorong Myanmar untuk melakukan repatriasi bagi para pengungsi di Bangladesh agar bisa kembali ke Myanmar.

Forum ALM meminta agar proses repatriasi bisa berlangsung  sukarela, aman, dan bermartabat, sebagai implementasi dari perjanjian bilateral antara Bangladesh dan Myanmar. Sekretariat ASEAN siap mengidentifikasi area baru yang dapat menampung para pengungsi itu setelah mereka terusir dari Rakhine.

Yang kedua, ihwal keprihatinan ALM atas eskalasi kekerasan yang menelan banyak korban jiwa. “Kami meyakini, peran positif dan konstruktif ASEAN dalam memfasilitasi solusi damai untuk kepentingan rakyat Myanmar dan mata pencaharian mereka. Dan oleh karena itu, menyetujui "Konsensus Lima Poin" yang terlampir. Kami juga mendengar seruan untuk pembebasan semua politik narapidana, termasuk orang asing,” demikian salah satu butir pernyataan itu.

Adapun rincian “Lima Konsensus” itu ialah (1) Kekerasan harus  segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri, (2)  Dialog konstruktif di antara semua pihak yang berkepentingan akan dimulai untuk mencari solusi damai untuk kepentingan rakyat, (3) Utusan Khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi proses dialog atas bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN, (4) ASEAN memberikan bantuan kemanusiaan, (5) Utusan Khusus dan Delegasi ASEAN akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait.

Sikap Indonesia

Secara terpisah, Presiden Joko Widodo menyampaikan keprihatinannya. Dalam pernyataan persnya usai menghadiri ALM, Presiden Jokowi menyebut bahwa perkembangan situasi di Myanmar adalah sesuatu yang tidak dapat diterima dan tak boleh terus berlangsung. Ia menyampaikan pentingnya Pemimpin Militer Myanmar untuk memberikan komitmen.

Komitmen yang pertama, yakni penghentian penggunaan kekerasan dari pihak militer. Yang kedua, proses dialog yang inklusif harus segera dimulai. Komitmen ketiga, pembukaan akses bantuan kemanusiaan dari ASEAN. Presiden Jokowi juga menjelaskan, pandangan yang disampaikan Indonesia ternyata sejalan dengan yang disampaikan oleh para pemimpin ASEAN.

Konflik di Myanmar itu bermula dari kekecewaan militer atas hasil pemilu yang digelar 8 November 2020. Komisi Pemilu menyatakan bahwa Partai National League for Democracy (LDN) yang dipimpin tokoh kharismatik  Aung San Suu Kyi dipastikan menang dan dapat membentuk pemerintahan baru karena telah meraih 347 kursi di parlemen. LDN menggaet lebih dari 50 persen kursi parlemen yang berjumlah 642 kursi. Bahkan, target 377 kursi oleh LDN kemungkinan bisa dicapai.

Parlemen Myanmar memiliki 642 kursi yang 166 kursi (26 persen) jatah militer. Partai Pembangunan dan Solidariras Persatuan yang didukung militer hanya meraih 33 kursi. Pihak LDN bahkan sesumbar bisa meraih 399 kursi. Isu kecurangan pemilu pun dihembus-hembuskan dan ujungnya adalah kudeta militer. Pihak militer berjanji akan menggelar pemilu ulang dalam satu tahun.

Para aktivis demokrasi melawan kudeta itu. Bagi mereka, isu soal kecurangan pemilu itu dihembuskan karena kemenangan LND terlalu telak. Bila didukung sejumlah partai kecil, mereka punya berpeluang mengamandemen Konstitusi 2008, dengan risiko terpinggirkannya militer dari kancah politik.

Kalangan militer pun cepat menggalang dukungan partai-partai gurem yang kecewa karena kalah  pemilu. Mereka ikut-ikut meniupkan tuduhan kecurangan pemilu. Setelah itu, kudeta pun dijalankan pada 1 Februari 2021 lalu di bawah pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing.

Hasilnya adalah perlawanan yang masif. Korban berjatuhan. Hingga pertengahan April 2021, tidak kurang dari 700 aktivis demokrasi tewas akibat tindak kekerasan militer. Kekacauan politik di Myanmar bisa berimbas buruk ke negeri tetangga, berupa kedatangan arus pengungsi, seperti saat terjadi kekerasan atas orang-orang Rohingya pada 2016-2017.

Inisiatif Presiden Jokowi

Presiden Jokowi sempat mengecam aksi kekerasan di Myanmar itu, begitu pun halnya PM Malaysia dan Singapura. Tak hanya mengecam, Presiden Jokowi juga bersurat ke Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, selaku Ketua ASEAN, agar menggelar pertemuan para pemimpin ASEAN, merespons situasi Myanmar. Sultan Hassanal Bolkiah menindaklanjuti dengan mengirim undangan dan Indonesia menjadi tuan rumahnya. Maka, ALM itu terselenggara Sabtu lalu.

Agenda ALM itu juga dimanfaatkan Presiden Joko Widodo untuk melakukan pertemuan bilateral dengan PM Kamboja Hunsen serta PM VietNam Phạm Minh Chính, dan melakukan pembicaraan terkait kerja sama ekonomi. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.

 

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari