Indonesia.go.id - Roadmap Mencapai Target Emisi Karbon Hutan

Roadmap Mencapai Target Emisi Karbon Hutan

  • Administrator
  • Sabtu, 14 Mei 2022 | 19:58 WIB
EMISI KARBON
  Upaya penanaman bibit mangrove di perkampungan nelayan Desa Deah Raya, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Aceh. ANTARA FOTO/ Ampelsa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyosialisasikan kepmen tentang Folu Net-Sink 2030. Karhutla bisa membuyarkan capaian pengurangan emisi.

Kesungguhan Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim tecermin pada inisiasi “Indonesia FoLU Net-Sink 2030”. Komitmen ini merupakan pencanangan aksi pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau forestry and other land use (FoLU). Net-Sink adalah kondisi di mana tingkat serapan karbon sudah berimbang, atau bahkan lebih tinggi, dari tingkat emisi sektor FoLU pada 2030.


Langkah maju dari sektor FoLU salah satunya ditandai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 168 tentang FoLU Net- Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim pada 24 Februari 2022. Keputusan Menteri LHK setebal 233 halaman itu kini gencar disosialisasikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan.


“Melalui Kepmen LHK nomor 168 tahun 2022 ini, pemerintah menunjukkan keseriusannya untuk mengusung konsep Indonesia FoLU Net-Sink 2030 sebagai sebuah pendekatan dan strategi. Di mana, pada 2030, tingkat serapan emisi sektor FoLU ditargetkan sudah berimbang atau lebih tinggi dibanding emisinya (Net Sink),’’ ujar Wakil Menteri LHK Alue Dohong, dalam acara webinar Green Economy Indonesia Summit 2022: The Future Economy of Indonesia, Rabu (11/5/2022), di Jakarta.


Disebutkan oleh Alue Dohong, setelah pada 2030 Sektor FoLU secara netto dapat menyerap GRK, dalam arti absorbsi karbon lebih besar dari emisinya, maka bersamaan sektor lain, bisa dijalankan aksi-aksi penurunan emisi GRK lainnya, menuju ke net zero emission pada 2060. Sektor lain yang juga giat menurunkan emisi karbonnya (dekarbonasi) adalah sektor transportasi dan industri (melalui aksi transformasi energi menuju energi terbaruan), sektor pertanian, serta pengelolaan limbah.


Selama ini sektor FoLU adalah sektor penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia, 48 persen, utamanya jika terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Berikutnya adalah transportasi dan industri sekitar 28 persen, dari konsumsi bahan bakar fosil yaitu dalam bentuk BBM dan batu bara untuk listrik. Sektor limbah menyumbang emisi 11 persen, dan kegiatan pertanian lima persen.


Seluruh sektor ini harus menurunkan emisinya sesuai komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris 2015. Dalam Perjanjian Paris itu Indonesia bersedia menurunkan emsi karbonnya hingga 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri. Bila ada bantuan dunia internasional, target penurunan bisa 41 persen. Komitmen tadi diperkuat oleh dokumen resmi Nationally Determined Contribution (NDC) yang diajukan Indonesia pada 2017.


Untuk mencapai target NDC itu, FoLU adalah tiang utamanya. Jika capaian FolU tinggi, kondisi itu akan memudahkan Indonesia mencapai target. Bebas di sektor lain bisa lebih ringan.


“Dengan komitmen sektor FoLU yang ditargetkan dapat menurunkan hampir 60% dari total target penurunan emisi nasional, diharapkan dapat menjadi fondasi untuk mencapai netral karbon, atau net zero emission di 2060 atau lebih cepat,” tegas Alue Dohong dalam webinar yang diikuti lebih dari 2.500 peserta itu.


Indonesia pun terus meng-update peta jalannya menuju pemenuhan Perjanjian Paris. Strategi NDC produk 2017 ditindaklanjuti penyusunan roadmap NDC Mitigasi 2019. Pada 2021, Pemerintah RI menyampaikan update NDC dan menyusun strategi jangka panjang pembangunan rendah karbon berketahanan iklim (long term strategy low carbon and climate resilience 2050/ LTS-LCCR 2050) dan disampaikan ke Sekretariat UNFCCC (Lembaga PBB untuk Perubahan Iklim) pada Juli 2021.
‘’Presiden Joko Widodo telah menyampaikan target Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060, atau sedapat-dapatnya lebih awal. Arahan presiden ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan amat jelas bahwa kita menjanjikan yang bisa kita kerjakan, tak boleh hanya retorika, karena kita bertanggung jawab pada masyarakat kita sendiri sebagaimana dijamin dalam UUD 1945,” tegasnya. Kepmen LHK nomor 168 tahun 2022 menjadi roadmap bagi sektor FoLU untuk mencapai target setoran penurunan karbon.


Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartato yang hadir sebagai pembicara kunci dalam webinar ini menyampaikan bahwa pengendalian perubahan iklim juga menjadi bagian dari agenda utama G20, di mana salah satunya unsurnya adalah transisi energi.


‘’Di dalam transisi energi terkait juga dengan pembangunan rendah karbon. Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkannya, selain untuk upaya pencapaian target penurunan emisi juga perolehan dukungan finansial yang bisa mempercepat energi rendah karbon,” ungkap Airlangga. Dukungan itu bisa diberikan dalam skema carbon trading atau dalam bentuk bantuan program.


Selain transisi energi, dikatakan Airlangga, pemerintah juga mendorong carbon capture dan carbon storage dalam kerangka pembangunan berbasis hijau. Pembangunan rendah karbon itu, antara lain, meliputi industri berbasis gasifikasi batu bara seperti yang sedang dibangun di Sumsel dan Kaltim. Ada pula prototype carbon capture dan storage di Pulau Jawa.


‘’Diharapkan kita bisa menghitung nilai serapan karbon yang dihasilkan sehingga target penurunan emisi 29 persen tahun 2030 dapat segera tercapai,” jelas Airlangga.


Perjuangan menuju pengurangan emisi 29 persen di tahun 2030 masih terus berjalan. Kementerian LHK terus menggenjot usaha restorasi hutan produksi, hutan gambut, kawasan mangrove serta mencegah karhutla. Untuk isu karhutla ada tren yang menggembirakan. Bencana karhutla di 2019, yang mengakibatkan emisi karbon sebesar 624 juta ton, tidak terulang di tahun 2020 dan 2021. Karhutla 2020 “hanya” mengemisikan 40 juta ton karbon dan di 2021 diperkirakan lebih kecil lagi.


Pada seektor energi, Kementerian ESDM mencatat bahwa upata transformasi energi membuahkan pengurangan sebesar 64,4 juta ton GRK ekuivalen CO2. Melampaui target yang ditetapkan yakni 58 juta ton CO2. Meski begitu, angka penurunan emisi tersebut masih tergolong kecil untuk mencapai target 314 juta ton CO2 di tahun 2030. Masih diperlukan kerja keras untuk mencapai target 2030.


Penulis : Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari