Kasus Covid-19 mencapai titik terendah. Tingkat kematiannya terendah sejak Maret 2020. Risiko kematian akibat Covid-19 di Indonesia ada di peringkat 119, lebih baik dibanding negara-negara Eropa.
Kebijakan zero Covid terus dijalankan di Tiongkok. Pelaksanaannya sempat longgar, tapi memasuki pertengahan September 2022, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) kembali digencarkan. Targetnya, dalam Kongres ke-10 Partai Komunis Tiongkok yang jatuh pada 16 Oktober 2022, penyebaran Covid-19 sudah terkendali pada risiko yang paling rendah.
Alhasil adanya laporan tentang 949 kasus baru Covid-19, pada Minggu (11/9/2022), cukup membuat Pemerintah Tiongkok menjalankan PPKM baru pada sejumah daerah. Hingga kini, menurut laporan BBC, masih puluhan juta orang terdampak pemberlakuan PPKM itu, utamanya di Provinsi Xinjiang dan Chengdu. Keduanya di wilayah barat Tiongkok.
PPKM itu dilakukan dalam bentuk pembatasan sebagian atau karantina penuh di sejumlah blok permukiman bahkan subdistrik. Kini angka insidensi Covid-19 di Tiongkok, yang berpenduduk 1,4 miliar jiwa, tak tergolong besar. Pada awal Covid-19 meledak di Wuhan pada akhir 2020, insidensinya sempat mencapai 15.000 kasus sehari, dengan angka fatalitas (kematian) yang saat itu bisa mencapai 1 persen. Namun dengan karantina yang ketat dan masif, angkanya bisa ditekan.
Tahap berikutnya, Tiongkok terus melaksanakan PPKM secara terbatas. Surveilans, testing, tracing, pengobatan, isolasi, dan vaksinasi digencarkan. Selama dua tahun Tiongkok dapat menekan angka kasus Covid-19.
Baru pada awal 2022, varian Omicron menyusup. Sempat meletup dengan 24.000 kasus per hari pada pertengahan April 2022, kemudian menyusut dan meningkat kembali pada Agustus lalu ke level 3.000 kasus. Kini angkanya melandai pada tingkat 1.000 kasus per hari.
Dibanding banyak negara yang lain, Tiongkok yang paling berhasil mengendalikan Covid-19, meski harus mengeluarkan biaya besar dan menanggung kerugian berupa pelambatan ekonomi akibat PPKM yang berkepanjangan. Namun, Tiongkok tak mau mengendorkan kesiagaannya.
Selama Juli hingga Agustus, varian Omicron juga mengamuk di Jepang dan Korea Selatan. Virus itu menginfeksi ratusan ribu orang setiap harinya. Memasuki medio September 2022, angka kejangkitan Covid-19 di Korea Selatan dan Jepang telah melandai. Kondisi ini memang telah menjadi tren global. Update laporan epidemiologis Covid-19, yang dirilis oleh WHO menyebutkan, pada sepekan terakhir (8--14 September 2022), pertambahan insidensi mingguan secara global menyusut 28 persen. Selama sepekan “hanya” ada tambahan sekitar 3,131 juta kasus. Angka itu merupakan yang terendah selama setahun terakhir, setelah delapan pekan berturut-turut mengalami penurunan.
Konsentrasi kasus yang tertinggi ada di Eropa dan Kawasan Pasifik Barat, utamanya Korea Selatan dan Jepang. Kedua kawasan ini menyumbang 77 persen pada kasus baru Covid-19 dalam sepekan terakhir.
Seiring dengan insidensinya yang melandai, angka kematiannya pun terus menyusul. Pada sepekan terakhir, menurut WHO, tingkat kematian turun 22 persen ke level 10.935 kasus. Ini menjadi angka terendah sejak Maret 2020, saat angka kematian oleh Covid-19 melonjak dan mulai meneror dunia.
Pandemi Covid-19 itu sendiri mencatat angka pertambahan kasus mingguan tertinggi pada sekitar Januari 2022. Ketika itu, varian (versi awal) Omicron telah menyebar ke seluruh dunia, dan selama dua pekan mencatat angka kasus terkonfirmasi Covid-19 sampai 23 juta per minggu. Namun, kasus kematian tertinggi terjadi antara November 2020 hingga Juni 2021, akibat keganasan varian Delta. Ketika itu, angka kematian bergerak antara 80.000–100.000 kasus per minggu.
Lonjakan kasus kematian yang mendekati 80.000 kembali terjadi pada akhir Februari 2022, sekitar dua pekan setelah kasus mingguan Covid-19 mencatat angka tertinggi pada Januari. Ketika itu, sejumlah negara Eropa dan Amerika diserbu oleh varian Omicron dan Delta secara bersama-sama. Tak lama kemudian angka kematian menyusut seiring menipisnya varian Delta dari peredaran.
Lonjakan kasus Covid-19 kembali terjadi antara Mei--Agustus 2022, dengan puncak sekitar 6,5 juta kasus per minggu. Kali ini, subvarian BA.4 dan BA.5 hasil mutasi dari kerabat Omicron adalah biang keladinya. Kawasan Pasifik Barat menjadi salah satu episentrumnya, selain di area pandemi paling laten yaitu Eropa dan Amerika Serikat.
Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan menorehkan angka kasus yang tinggi akibat subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. Sementara itu di Australia, kasus Covid-19 terus bertahan cukup tinggi antara Januari--Agustus 2022 dengan insidensi harian 30.000–40.000 kasus. Memasuki September 2022, kasus Covid di semua negara di Pasifik Barat menyusut.
Meski grafiknya sudah melandai, kasus Covid-19 pada beberapa negara Pasifik Barat masih cukup tinggi. Jepang pun kini menorehkan jumlah kasus baru mingguan tertinggi, dengan 537 ribu kasus baru pada sepekan terakhir. Korea Selatan pada posisi kedua dengan 435 ribu kasus, lalu Amerika Serikat 430 ribu kasus baru dan Federasi Rusia dengan 337 ribu kasus sepekan terakhir.
Namun, yang menyumbang angka kematian tertinggi ialah Amerika dengan 2.306 kasus kematian baru, Jepang dengan 1.681 kasus, Rusia 637 kasus, dan Brazil dengan 551 kematian pada sepekan terakhir. Secara global, Covid-19 ini telah menginfeksi lebih dari 605 juta orang dan menimbulkan 6,493 juta kematian.
Bagaimana Indonesia? Mengikuti tren global, subvarian BA.4 dan BA.5 Omicron ikut mengungkit angka kasus di Indonesia sejak awal Juni 2022. Kasus harian yang dicatat oleh Satgas Covid-19 pun menunjukkan angka kenaikan dari 300-an di akhir Mei ke level 500-an di awal Juni dan meningkat sampai 6.400-an kasus menjelang akhir Juli. Setelah itu, insidensi harian beringsut susut hingga ke level 2.678 kasus pada 13 September lalu. Angka kematian harian terjaga di bawah 20 kasus.
Selama 30 bulan didera pandemi, Indonesia mencatatkan 6,4 juta kasus (terkonfirmasi) Covid-19, dan menimbulkan 1.57.828 kasus kematian (14 September 2022). Tingkat mortalitas Covid-19 di Indonesia mencapai 2,46 persen. Angka itu jauh di atas rata-rata level mortalitas dunia yang 1,07 persen.
Secara absolut, 10 negara yang menorehkan kasus infeksi Covid-19 tertinggi ialah Amerika dengan 97,2 juta kasus. Peringkat berikutnya adalah India (44,5 juta), Prancis (34,8 juta), Brazil (34,6 juta), Jerman (32,6 juta), Korea Selatan (24,2 juta), Inggris Raya (23,5 juta), Italia (22,1 juta), Jepang (20,3 juta), dan Rusia (20,2 juta).
Namun, dalam melihat tingkat risiko Covid-19 terhadap rakyat di suatu negara, WHO dan lembaga internasional lain mengukurnya dengan kasus kematian per 1 juta atau per 100 ribu penduduk. Bila mengunakan patokan angka kematian Covid-19 per 1 juta penduduk, maka mortality rate tertinggi tercatat di Peru dengan 6.409 kematian. Peru mencatat rekor terburuk.
Peringkat berikutnya adalah Bulgaria dengan angka kematian 5.467 kasus per 1 juta penduduknya. Peringkat ketiga Bosnia, dan para ranking ketiga sampai 16 semua adalah negara Eropa Timur dan Balkan. Baru di ranking ke 17 ada Brazil, kemudian Latvia, Yunani, dan Chile di posisi 20.
Indonesia ada di peringkat 119 dari 217 negara. Negara tetangga, yakni Australia, Thailand, dan Filipina sedikit lebih baik. Tapi, posisi Indonesia lebih baik ketimbang Malaysia yang di posisi 93, dengan 1.080 kasus kematian Covid-19 per 1 juta penduduk. Negara-negara Eropa seperti Inggris, Belgia, atau Swedia situasinya lebih buruk. Angka kematian penduduknya akibat Covid-19 di atas 2.000 orang per satu juta penduduk.
Saat ini, di seluruh dunia ada 14,4 juta kasus aktif. Sejauh ini WHO belum melihat ada mutan baru yang berpotensi menjadi varian baru yang lebih kuat. Pada pertengahan September ini, 90 persen kasus Covid-19 diakibatkan oleh subvarian BA.5 dan 6,1 persen oleh BA.4. Selebihnya ada turunan dari BA.2 dan BA.2.75. Sejauh ini WHO tak menyebut adanya variant of concern (VoC) atau variant of interest (VoI). Gejolak baru, setidaknya untuk sementara waktu, belum akan terjadi.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari