Langkah pengamanan stabilitas makroekonomi ditempuh dengan penguatan koordinasi bersama pemerintah dan otoritas terkait.
Dunia kini tengah dihadapkan pada ketidakpastian. Bahkan, sejumlah negara dunia kini tengah dihantui ancaman terjadinya reflasi pada 2023, termasuk Indonesia. Reflasi adalah sebuah istilah dari kondisi di mana terjadi risiko resesi disertai dengan tingginya inflasi.
Bagi Indonesia, reflasi akan menjadi tantangan. Perekonomian Indonesia diyakini tetap mencetak pertumbuhan positif. Walaupun, ikut melandai akibat pelemahan daya beli masyarakat.
Gambaran di atas itu tentu sudah diantisipasi oleh otoritas moneter dan fiskal negara ini. Bank Indonesia (BI), misalnya, akan mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan bahwa langkah pengamanan stabilitas makroekonomi tersebut juga ditempuh dengan penguatan koordinasi bersama pemerintah dan otoritas terkait. Stabilitas makroekonomi, Erwin memaparkan, masih cukup baik.
Indikator itu terlihat berdasarkan data transaksi 21—24 November 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp11,71 triliun.
Artinya, aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik mencapai Rp11,71 triliun pada pekan keempat November 2022.
“Jumlah tersebut terdiri atas aliran modal asing yang masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp9,72 triliun dan ke pasar saham sebesar Rp1,99 triliun,” papar Erwin, melalui penjelasan resmi, Jumat (25/11/2022).
Berdasarkan data settlement sampai dengan 24 November 2022, BI mencatat aliran modal asing yang keluar dari pasar SBN telah mencapai Rp165,71 triliun. Sementara itu, pada periode yang sama, aliran modal asing tercatat masuk Rp75,40 triliun di pasar saham.
Adapun premi risiko investasi (credit default swap/CDS) Indonesia 5 tahun turun ke 98,52 bps per 24 November 2022, dari 108,61 bps per 18 November 2022. Yield SBN (surat berharga negara) 10 tahun turun ke 6,94% pada Kamis (24/11/2022) dan naik ke level 6,65% pada Jumat (25/11/2022).
Sementara itu, untuk yield US Treasury dengan tenor 10 tahun turun ke level 3,693%. Bagaimana dengan kondisi di pasar berjangka? Indeks dolar menguat pada Jumat (25/11/2022).
Pelaku pasar berjangka menilai bahwa pihaknya terus mengamati perkembangan eksternal, mencermati kekhawatiran atas memburuknya kondisi Covid-19 di Tiongkok. Kemudian terkait dengan risalah pertemuan November Federal Reserve menunjukkan bahwa bank sentral sedang mempertimbangkan laju kenaikan suku bunga yang lebih lambat dalam beberapa bulan mendatang.
Pasar secara luas mengharapkan bank untuk menaikkan sebesar 50 basis poin pada Desember. Meskipun, kenaikan selanjutnya kemungkinan akan ditentukan oleh lintasan inflasi di Amerika Serikat (AS), pasar masih tetap tidak yakin kapan suku bunga AS akan mencapai puncaknya.
Adapun secara internal, paparnya, dunia mengakui bahwa perekonomian Indonesia terus membaik, bahkan melebihi ekspektasi. Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5% berturut-turut selama empat kuartal.
Kuartal III-2022 bahkan menunjukkan angka pertumbuhan ekonomi hampir 6 persen atau 5,72 persen (yoy). Hal itu, bisa dilihat dari kinerja pemulihan ekonomi yang masih tetap berjalan dan cukup kuat di tengah pandemi Covid-19.
Pemulihan ekonomi yang terus berlanjut itu salah satunya ditopang oleh kinerja ekspor. Indonesia membukukan neraca perdagangan surplus USD5,7 miliar pada Oktober 2022.
Tren surplus terus berlanjut hingga memasuki bulan ke-30. Surplus dari neraca perdagangan ini telah mencapai kumulatif USD45,5 miliar, terhitung sejak Januari hingga Oktober 2022. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya USD30,9 miliar.
Oleh karena itu, kondisi tersebut menimbulkan tambahan atau daya tahan terhadap perekonomian Indonesia yang tengah berhadapan dengan kondisi global. Interest rate di negara maju meningkat dan dapat menimbulkan tekanan terhadap capital flow.
Dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, akan membawa aliran dana asing kembali masuk ke pasar finansial dalam negeri sehingga akan berdampak terhadap penguatan nilai mata uang rupiah. Selain itu, ketakutan akan resesi akan membawa kewaspadaan tersendiri bagi pemangku kebijakan.
Dalam perdagangan akhir pekan, mata uang rupiah ditutup melemah 7 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 15 poin di level Rp15.672 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.665. Artinya, rupiah masih diperdagangkan pada rentang Rp15.650—Rp15.700.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari