Indonesia.go.id - Menapaki Tahun Emas Kemitraan Jepang-ASEAN

Menapaki Tahun Emas Kemitraan Jepang-ASEAN

  • Administrator
  • Rabu, 21 Juni 2023 | 13:16 WIB
ASEAN
  Presiden Joko Widodo (kanan) dan Kaisar Jepang Naruhito berjalan untuk memeriksa pasukan kehormatan saat kunjungan kenegaraan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (19/6/2023). ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan
Jepang sejak awal mengedepankan konsep hubungan damai. Di antaranya, menjadikan ASEAN sebagai mitra setara.

Kunjungan perdana Kaisar Jepang Hironomiya Naruhito dan Permaisuri Owada Masako ke Indonesia selama tujuh hari sejak 17 Juni 2023 sarat akan makna. Selain menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang didatangi dalam lawatan kenegaraan sejak dinobatkan sebagai pemangku Takhta Krisan, pada 1 Mei 2019, Kaisar Naruhito sejak awal telah menyadari posisi penting Indonesia.

Bukan saja sebagai negara kepulauan terbesar di kawasan Indo-Pasifik, Jepang pun menghargai durasi persahabatan yang terjalin selama 65 tahun dengan Indonesia, setelah melewati masa kelam era penjajahan.

Lebih dari itu, pada 2023 ini kedua negara juga mendapat kepercayaan penting sebagai tuan rumah perhelatan besar. Indonesia saat ini menjalani Keketuaan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara atau ASEAN dan Jepang menjadi pelaksana KTT G-7, sebuah forum ekonomi dari tujuh negara paling maju di dunia.

Kebetulan, Indonesia dipilih sebagai mitra penting G-7, demikian pula halnya Jepang yang dijadikan mitra dialog terpercaya ASEAN dan diperluas ke dalam kerja sama di beberapa bidang. Bahkan kemitraan ASEAN dan Jepang itu telah memasuki perayaan emas atau 50 tahun masa hubungan (golden jubilee).

Tokyo akan menjadi tuan rumah perayaan Tahun Emas Persahabatan dan Kemitraan ASEAN-Jepang, pada Desember 2023. Ketika bertemu di Tokyo, 5 Juni 2023 lalu, Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn menyampaikan kegembiraannya kepada Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa atas terus terjalinnya kemitraan dan persahabatan.

“ASEAN selain mitra bisnis terdekat, juga sahabat sejati Jepang,” ujar Menlu Yoshimaya seperti dikutip dari website Kemenlu Jepang.

Menurut Wakil Direktur Divisi Kebijakan Regional Biro Hubungan Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri Jepang Yazawa Hideki, sudah banyak yang dilakukan oleh negaranya bersama ASEAN. Seperti dikutip dari Antara, Yazawa menjelaskan, sepanjang 10 tahun terakhir Jepang dan ASEAN telah terlibat aktif dalam berbagai kerja sama.

Misalnya, melalui program Bantuan Pembangunan Pemerintah (Official Development Assitance/ODA) di mana Jepang telah mengucurkan dana lebih dari dua triiun yen (Rp211,24 triliun) untuk pengembangan transportasi, pendidikan, kesehatan, energi terbarukan, lingkungan hidup, pertanian, perikanan, dan bidang lainnya dalam kurun 2013 hingga 2018. Kemudian bantuan pelatihan antiterorisme senilai 45 miliar yen (Rp4,75 triliun) pada 2016--2019.

Selanjutnya adalah konektivitas darat, laut, dan udara dalam bentuk ASEAN-Japan Connectivity Initiative sebesar dua triliun yen (Rp211,24 triliun) untuk masa 2020--2023. Selain itu, sebanyak 5,5 juta wisatawan asal Negara Sakura telah berkunjung ke seluruh negara anggota ASEAN selama kurun 2019 dan sebaliknya tingkat kunjungan wisatawan asal ASEAN pada periode sama melampaui angka empat juta orang.

Jepang juga menilai, kawasan ASEAN di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik berada dalam jalur pelayaran vital mereka. Untuk itulah, mereka mendorong kebijakan Free and Open Indo-Pacific (FOIP) untuk mewujudkan situasi lebih bebas dan terbuka di kawasan Samudra Pasifik karena ini sejalan dengan konsep ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP).

Menurut Diplomat Urusan Asia Tenggara dan Barat Daya Kemenlu Jepang Kaneko Kazuya, konsep FOIP berupa penertiban laut menitikberatkan pada kedaulatan hukum di wilayah maritim. Upaya-upaya yang dikembangkan berupa mitigasi bencana, mengatasi kasus teror bajak laut, dan menindak penangkapan ikan ilegal. Oleh karena itu perlu dibangun konektabilitas di sekitar kawasan ASEAN, mengembangkan sarana prasarana untuk angkatan laut yang lebih berkualitas, dan memperkuat kapasitas kemampuan penegakan hukum di laut.

"Kawasan ASEAN berada di jalur pelayaran vital Jepang. Untuk penertiban laut, ASEAN-Jepang perlu bekerja sama," ucap Kazuya.  

 

Mitra Penting

Seperti dikutip dari website Kementerian Luar Negeri RI, ASEAN dalam perjalanannya sejak berdiri 8 Agustus 1967 selalu membuka peluang kerja sama dan membangun hubungan baik tidak saja di dalam kawasan, melainkan juga menjangkau wilayah lebih luas di masa damai. Hubungan dengan Jepang diawali pada 23 Februari 1973 lewat sebuah forum dialog informal.

Sebagai negara yang berada di kawasan sama yakni Indo Pasifik, Jepang melihat adanya kesamaan visi dan misi dengan ASEAN dan tertarik untuk menjalin kerja sama lebih luas dengan organisasi beranggotakan 11 negara tersebut. Hampir lima tahun kemudian, ketika Jepang dipimpin Perdana Menteri Takeo Fukuda di periode 1976-1978, ditawarkan konsep hubungan damai. Isinya tiga butir, yakni Jepang tidak akan pernah menjadi kekuatan militer, membangun hubungan dari hati ke hati, dan menjadikan ASEAN sebagai mitra setara.

Konsep yang diutarakannya ketika hadir pada persamuhan perdana, Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Jepang di Kuala Lumpur, pada 1977, tersebut dikenal sebagai Doktrin Fukuda. Saat itu Fukuda ingin bahwa ASEAN melihat negaranya benar-benar sebagai mitra, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.

Hasilnya, ASEAN memandang hubungan dialog informal perlu ditingkatkan menjadi formal pascapersamuhan perdana karena penegasan kesamaan pandangan oleh kepala pemerintahan. "Hubungan yang terjalin saat ini antara Jepang dan ASEAN dibentuk oleh hati ke hati dan itu menjadi kata kunci. Tidak ada yang superior dalam hubungan ASEAN dan Jepang. Doktrin Fukuda berperan sebagai pondasi dan prinsip fundamental bagi diplomasi Jepang terhadap ASEAN di masa sekarang dan akan datang," ucap Hideki.

Komitmen untuk memperluas hubungan ke dalam sejumlah kerja sama diwujudkan dalam bentuk pembentukan Pusat Promosi Perdagangan, Investasi, dan Pariwisata yang saat ini dikenal sebagai ASEAN-Japan Centre (AJC), dikonkretkan lewat KTT ASEAN-Jepang berikutnya di Tokyo, 11-12 Desember 2003.

Salah satu bentuk dari komitmen tersebut adalah menggandeng generasi muda ASEAN untuk berkunjung ke Jepang lewat Program Japan East Asia Network of Exchange for Student and Youth (JENESYS). Sebanyak 6.000 pemuda dari ASEAN dalam kurun lima tahun diajak untuk berkunjung ke Jepang selama dua pekan. Hal itu diumumkan pada KTT ke-10 ASEAN-Jepang di Cebu, Filipina, 14 Januari 2007.

Selanjutnya, pada 2013 saat kepemimpinan PM Shinzo Abe, Jepang mengumumkan Lima Prinsip Diplomasi ASEAN-Jepang bertepatan 40 tahun kemitraan kedua pihak. Kelima prinsip itu adalah melindungi dan mengamalkan nilai-nilai universal, mematuhi aturan hukum dan hukum laut internasional, mempromosikan ekonomi bebas dan terbuka, meningkatkan hubungan budaya, dan menggenjot program pertukaran pemuda.

Ketika perayaan Tahun Emas ASEAN-Jepang dirayakan akhir 2023, pihak Jepang akan kembali mengumumkan visi baru mereka terhadap perkuatan kemitraan dan persahabatan menuju paruh kedua. Tentunya diharapkan tanpa meninggalkan komitmen visi sebagai mitra perdamaian dan stabilitas, pengukit kesejahteraan dan kualitas hidup, dan terutama mitra dari hati ke hati.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari