Melalui riset laut dalam, maka bisa didapat banyak pengetahuan guna digali potensi nilai ekonominya yang bisa dikembangkan. Termasuk juga upaya menjaga eksosistemnya agar tidak rusak atau punah.
Indonesia merupakan negara maritim dengan dua pertiga atau 77 persen dari luas wilayahnya berupa perairan. Data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan, dari total 6,4 juta kilometer luas perairan Indonesia, sebesar 4,4 juta km di antaranya merupakan perairan dalam dan sisanya 2juta km adalah perairan dangkal.
Artinya, terdapat 68 persen dari perairan di Nusantara berupa laut dalam yakni minimal mencapai 2.000 meter di bawah permukaan. Indonesia memiliki potensi laut dalam yang masih jarang untuk dieksplorasi meski nilai ekonominya juga tak kalah menarik untuk dijelajahi.
Minimnya cahaya yang mampu menembus di kedalaman sampai 2.000 meter ditambah tingginya tekanan, hingga mencapai 11.000 Pound per Square Inch (PSI) menjadi tantangan tersendiri bagi eksplorasi dan riset laut dalam. Itu diakui oleh Kepala Pusat Riset Laut Dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indah Suci Nurhati.
Kondisi tersebut menyebabkan masih belum banyak dilakukannya kegiatan riset. Saat ini, Indonesia juga masih memiliki keterbatasan pada alat dan akses untuk mencapai laut dalam sehingga riset-riset mengenai penemuan apa saja yang berada di laut dalam belum banyak tereksplorasi.
"Untuk mengungkap potensi laut dalam itu, maka BRIN membentuk Pusat Riset Laut Dalam yang berada di bawah Organisasi Riset Kebumian dan Maritim. Riset laut dalam itu tujuannya untuk mengetahui, memanfaatkan dan menyelamatkan potensi biodiversitas yang berada di laut dalam," ungkap Indah Suci seperti dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, melalui riset laut dalam, maka bisa didapat banyak pengetahuan guna digali potensi nilai ekonominya yang bisa dikembangkan. Termasuk juga upaya menjaga ekosistemnya agar tidak rusak atau punah.
Banyak enzim yang belum ditemukan dari laut dalam. Karena di antara biodiversitas yang hidup di wilayah ekstrem ini sebagian menghasilkan enzim yang dibutuhkan untuk pengembangan pangan, kesehatan dan obat-obatan.
Oleh sebab itu, Pusat Riset Laut Dalam BRIN menggelar riset guna memantau sejumlah aspek. Pertama, riset mengenai lingkungan untuk mengetahui dan memahami tentang dinamika kehidupan di laut dalam. Utamanya mengenai pola arus air, tekanan, dan lain sebagainya.
Berikutnya adalah riset mengenai bioprospeksi laut yaitu upaya ilmiah untuk mencari dan mengeksplorasi sumber biologi dan genetik lokal. Tujuannya, untuk membawa biodiversitas menjadi produk komersial termasuk dalam pencarian dan pemanfaatan ventilasi hidrothermal hingga lokasi lingkungan yang unik dan ekstrem.
Ketiga, riset mengenai konektivitas antara laut dalam, pesisir pantai, dan juga daratan yang memiliki hubungan berantai dan saling berpengaruh satu sama lain. Untuk melakukan riset laut dalam perlu adanya dukungan teknologi dalam memudahkan pengambilan data contoh (sampel).
"Perubahan yang terjadi di laut dalam itu datangnya dari atas laut seperti dari pesisir, jadi permasalahan di laut dalam tidak bisa lepas dari polusi yang terjadi di pesisir dan daratan, termasuk juga adanya misalnya plastik yang membuat ekosistem laut dalam menjadi rusak," ulasnya.
Sebab untuk melakukan riset laut dalam dibutuhkan peralatan khusus. BRIN sendiri memiliki armada kapal riset yang digunakan untuk pelayaran oseanografi. Oleh karena itu, diharapkan ada investasi sehingga ke depan kapal riset bisa menurunkan alat seperti kamera untuk dapat mengambil data laut dalam.
"Kita harapkan investasi untuk kapal riset bisa lebih dari itu, jadi ke depan kapal riset bisa menurunkan alat seperti kamera untuk dapat mengambil data laut dalam. Dengan adanya teknologi alat dan kamera untuk melihat kehidupan di laut dalam ini kita bisa mendapat perspektif yang berbeda daripada dengan membawa biodiversitas laut dalam ke atas permukaan laut," ucapnya.
Sementara itu, Ocky Karna Radjasa selaku Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN menyampaikan bahwa laut dalam memiliki banyak potensi sumberdaya alam. Di antaranya adalah keanekaragaman hayati pada skala mikro, makro dan molekular. Terdapat pula keanekaragaman hayati barofilik yang dapat bertahan hidup dalam kondisi ekstrem.
Kemudian sumber suplemen makanan dan obat di masa depan dan deposit mineral ekonomi. "Eksplorasi juga perlu dilakukan untuk pemanfaatan lebih lanjut sumber daya keanekaragaman hayati laut dalam dan eksplorasi penambangan laut dalam yang berkelanjutan untuk mengetahui potensi bahaya," ujarnya.
Dengan adanya teknologi alat dan kamera untuk melihat kehidupan di laut dalam, maka bisa diperoleh perspektif yang berbeda daripada dengan membawa biodiversitas laut dalam ke atas permukaan laut.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari