Indonesia berharap dengan bergabungnya dengan OECD semakin membuka peluang dan memperluas pasar terhadap 38 negara anggotanya.
Indonesia saat ini fokus untuk mendorong pemanfaatan keunggulan demografis guna mencapai visi menjadi negara maju berpendapatan tinggi sebagaimana dijabarkan dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan Visi Indonesia Emas 2045.
Publikasi White Paper Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) pada November 2023 menyebut Indonesia dapat menjadi negara maju (upper income country/IUC) pada 2045, tentunya dengan sejumlah persyaratan tertentu seperti reformasi perpajakan, pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 7 persen, investasi, memperkuat daya saing SDM, dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Pendapatan per kapita Indonesia pada 2022 sebesar USD4.580 atau masuk kategori negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income country). Dengan asumsi batas bawah upper income country pada 2023 sebesar USD13.846 dengan pertumbuhan gross national income (GNI) per kapita 5 persen per tahun atau setara pertumbuhan ekonomi 6 persen, maka Indonesia akan menjadi UIC pada 2044. Demikian hasil riset LPEM UI.
Sebelum pandemi Covid melanda dunia dan Indonesia, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi Negara-Negara Maju (OECD) memperkirakan, pada 2045 ekonomi Indonesia akan mencapai USD8,89 triliun dan menjadi ekonomi terbesar ke-4 di dunia. Prediksi tersebut dilatarbelakangi, pada 2030--2040, Indonesia akan mengalami bonus demografi.
Saat ini, di tengah situasi pemulihan ekonomi dunia pascapandemi, ketegangan Rusia-Ukraina, konflik Timur Tengah, perkiraan OECD tersebut membuat pemerintah harus bekerja lebih keras lagi. Demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Salah satunya dengan lebih banyak terlibat aktif dalam kerja sama global agar mendapatkan peluang pasar ekspor baru maupun investasi bagi hilirisasi industri maupun penguatan SDM.
Indonesia resmi mengajukan diri untuk menjadi anggota resmi OECD pada 20 Februari 2024. Dengan begitu, Indonesia menjadi negara kandidat aksesi pertama dari Asia Tenggara. Selama ini Indonesia telah menjadi mitra kunci OECD bersama Brasil, Tiongkok, India, dan Afrika Selatan.
Menjadi anggota resmi OECD dianggap sebagai suatu pencapaian mengingat organisasi ini merupakan organisasi yang mewadahi negara-negara maju untuk menciptakan standar ekonomi yang tinggi melalui beragam kebijakan.
Keanggotaan OECD dapat menyerap lebih banyak investasi. Sebab, status sebagai anggota OECD sendiri sebenarnya dapat menjadi sinyal bagi para investor bahwa Indonesia telah berkomitmen memenuhi standar kebijakan negara maju.
Untuk itu, pada 3 Oktober 2024, pemerintah membentuk Tim Nasional (Timnas) Percepatan Aksesi OECD yang diketuai Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Timnas yang terdiri atas 64 kementerian/lembaga (K/L) dan institusi ini dibentuk untuk mempercepat proses aksesi Indonesia ke dalam OECD.
Di satu sisi, pada 25 September 2024, Indonesia resmi mengajukan diri untuk menjadi anggota Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans Pasifik (Comprehensive and Progresive Trans-Pasific Partnership Agreement/CPTPP). Saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS plus di Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024, Indonesia yang diwakili Menteri Luar Negeri RI Sugiono melayangkan surat expression of interest untuk mendaftar keanggotaan BRICS. Ini menandai langkah resmi Indonesia bergabung dalam blok ekonomi baru selain G20 maupun sebagai mitra utama G7 dan G8.
Proses ini tak sampai seminggu sesudah pelantikan pemerintahan baru Presiden RI Prabowo Subianto-Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. BRICS adalah blok ekonomi yang didirikan oleh Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Selama ini OECD dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai penguasa ekonomi dunia. Adapun, BRICS merupakan blok ekonomi baru yang justru mendorong agar mata uang dolar tidak lagi menjadi instrumen utama transaksi perdagangan global.
Membuka Pasar Baru
Adapun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan alasan Presiden RI Prabowo Subianto terus memproses aksesi keanggotaan BRICS dan OECD secara bersamaan. Selain alasan Indonesia yang mengusung prinsip politik luar negeri bebas aktif atau nonblok, langkah pemerintah tersebut juga sebagai bentuk membuka pasar ekspor baru.
Pasalnya, pemerintah tidak memungkiri bahwa saat ini ekspor Indonesia masih rendah ketimbang negara tetangga, seperti Vietnam, akibat terbatasnya pasar ekspor RI. Pasar ekspor terbesar Indonesia selama ini masih didominasi Tiongkok, diikuti Amerika Serikat, India, ASEAN, dan Uni Eropa.
“Kerja sama ekonomi ini, tujuannya memperluas pasar. Memang kita harus memperluas pasar karena ekspor kita relatif lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain di ASEAN,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025: Heading Towards an Inclusive and Sustainable, Selasa (10/12/2024).
Indonesia berharap dengan bergabungnya dengan OECD semakin membuka peluang dan memperluas pasar terhadap 38 negara anggotanya. Mengingat, produk domestik bruto (PDB) negara OECD mencapai USD59 triliun dan berkontribusi terhadap 64 persen perdagangan global. Ditambah lagi, populasi dari 38 negara anggota OECD mencapai 1,38 miliar jiwa.
Tak kalah mentereng. Peluang menjalin kerja sama di BRICS juga amat besar. Blok ekonomi ini memiliki PDB hingga USD30,8 triliun dengan populasi 3,5 miliar jiwa. Bukan hanya BRICS dan OECD, Indonesia juga tengah dalam proses aksesi Comprehensive Progressive Trans-Pacific Partnership (CPTPP).
“Dengan masuk kita CPTPP yang sekarang beranggotakan 11 dan bertambah Inggris di bulan Desember ini. Kita membuka pasar Amerika Latin dan pasar Inggris,” ungkap Menko Airlangga.
CPTPP merupakan skema perjanjian perdagangan standar tinggi yang bertujuan memfasilitasi kerja sama ekonomi antarnegara anggotanya. Perjanjian ini mencakup hampir seluruh aspek ekonomi, termasuk investasi sampai perdagangan barang dan jasa.
Saat ini CPTPP beranggotakan 11 negara, yakni Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. Melalui keanggotaan CPTPP juga diproyeksikan dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia hingga 10 persen.
Seperti dilansir dari Antara (25/12/2024), dikabarkan mulai 1 Januari 2025, Indonesia termasuk salah satu dari sembilan negara yang disetujui sebagai mitra BRICS. Dengan begitu, jalan menuju Indonesia sebagai negara maju mulai terbuka. Setidaknya memulai dari menguatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Sesuai harapan pemerintah agar bisa mencapai rata-rata 8 persen dalam lima tahun mendatang.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf