Indonesia.go.id - Daya Dukung APBN Perkuat Fondasi Ekonomi dalam Ketidakpastian Global

Daya Dukung APBN Perkuat Fondasi Ekonomi dalam Ketidakpastian Global

  • Administrator
  • Jumat, 20 Juni 2025 | 10:48 WIB
FONDASI EKONOMI
  Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy meninjau Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah SD Negeri 45 dan 76 kota Ambon, Senin (16/06/2025). Dalam kunjungan tersebut, Menteri PPN/Bappenas Rachmat Pambudy memuji penyajian MBG yang dilakukan di kota Ambon karena memenuhi standar gizi dan telah higienis. (ANTARA FOTO/Alfian Sanusi/YU/nz)
APBN bukan sekadar alat akuntansi fiskal. Ia adalah wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin keberlanjutan pembangunan nasional, menjaga daya beli masyarakat, dan membangun fondasi ekonomi yang lebih kokoh dan tahan guncangan.

Di tengah arus ketidakpastian global yang belum mereda, mulai dari tensi geopolitik, volatilitas harga komoditas, perubahan iklim, hingga tekanan suku bunga global, peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi semakin strategis sebagai instrumen utama dalam menjaga stabilitas, menopang pertumbuhan, dan melindungi masyarakat.

APBN bukan sekadar alat akuntansi fiskal. Ia adalah wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin keberlanjutan pembangunan nasional, menjaga daya beli masyarakat, dan membangun fondasi ekonomi yang lebih kokoh dan tahan guncangan.

Dalam situasi global yang penuh risiko, APBN memainkan dua fungsi utama: proteksi dan akselerasi. Di satu sisi, APBN harus mampu menjadi perisai bagi masyarakat rentan, melalui alokasi belanja untuk subsidi energi, bantuan sosial, dan perlindungan sosial adaptif. Di sisi lain, ia juga harus mendorong transformasi struktural ekonomi, melalui investasi di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, digitalisasi, serta inovasi teknologi.

Fleksibilitas fiskal yang terjaga menjadi kunci untuk memastikan respons APBN tetap adaptif terhadap dinamika global. Di sinilah pentingnya menjaga defisit dalam batas yang aman, mengelola utang secara bijak, serta meningkatkan kualitas belanja negara agar setiap rupiah benar-benar produktif.

Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi

APBN 2025 dan ke depan dihadapkan pada tantangan ganda: memastikan kesinambungan program pembangunan sekaligus menciptakan ruang fiskal untuk menghadapi ketidakpastian jangka menengah dan panjang.

Fokus pemerintah untuk mendorong hilirisasi industri, ketahanan pangan, penguatan sektor UMKM, serta pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, sangat bergantung pada alokasi belanja yang tepat sasaran dan tepat guna. Ketika sektor swasta menahan ekspansi akibat tekanan global, APBN harus mengambil peran sebagai motor utama pertumbuhan.

Bahkan dalam situasi penuh ketidakpastian, Indonesia terbukti mampu menjaga pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, di kisaran 5 persen per tahun. Ini tidak lepas dari konsistensi arah kebijakan fiskal dan kemampuan APBN sebagai alat counter-cyclical yang efektif.

Peran APBN ke depan akan semakin penting dalam mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045. Visi ini menuntut investasi besar-besaran dalam pembangunan sumber daya manusia, transformasi digital, riset dan inovasi, serta pembangunan berkelanjutan.

Untuk itu, diperlukan reformasi struktural yang konsisten, termasuk reformasi perpajakan, peningkatan rasio pajak (tax ratio), dan efisiensi belanja. Optimalisasi pendapatan negara dari sektor-sektor strategis dengan tanpa membebani masyarakat kecil tentunya akan memperkuat daya tahan fiskal Indonesia dalam jangka panjang.

APBN juga perlu dirancang dengan pendekatan keberlanjutan (sustainable budgeting), mengintegrasikan kebijakan pembangunan dengan mitigasi perubahan iklim, ketahanan energi, dan adaptasi risiko bencana. Dengan demikian, APBN tidak hanya menjawab kebutuhan hari ini, tetapi juga menyiapkan daya saing Indonesia untuk masa depan.

Dalam dunia yang terus berubah dan tak terprediksi, APBN harus terus diperkuat sebagai instrumen utama untuk menjamin kesinambungan pembangunan nasional. Dengan manajemen fiskal yang disiplin, inklusif, dan adaptif, APBN bukan hanya mampu menjaga stabilitas makroekonomi, tapi juga mempercepat transformasi menuju ekonomi nasional yang lebih tangguh, adil, dan berkelanjutan.

Karena itu, menjaga kredibilitas dan efektivitas APBN bukan hanya tugas Kementerian Keuangan, melainkan komitmen bersama seluruh elemen pemerintahan dan bangsa. APBN yang kuat adalah cerminan negara yang siap menghadapi masa depan, apa pun bentuk tantangannya.

Perkembangan APBN

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Jakarta pada Selasa (17/6/2025) menyampaikan, hingga 31 Mei 2025 realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp995,3 triliun, atau 33,1 persen dari target APBN. Penerimaan Pajak mencapai Rp683,3 triliun (31,2 persen dari target APBN).

Penerimaan pajak realisasi bruto bulan Mei masih mencatatkan pertumbuhan meski secara neto tertekan karena restitusi yang cukup tinggi terutama dari PPh badan. Penerimaan pajak bulan Juni diperkirakan terus membaik dipengaruhi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri masa April, peningkatan pajak penghasilan (PPh) badan dan pajak atas impor.

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp122,9 triliun (40,7 persen dari target APBN), ditopang penerimaan Bea Keluar yang tumbuh 69,1 persen (year on year/yoy) dan Cukai yang tumbuh 11,3 persen (yoy). Pertumbuhan Bea Keluar dipengaruhi kenaikan harga dan volume ekspor CPO, sementara Cukai, dipengaruhi dampak kebijakan penundaan pelunasan pita cukai dari tiga bulan (2024) menjadi dua bulan (2025).

Realisasi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp188,7 triliun (36,7 persen dari target APBN). Kinerja PNBP dipengaruhi dinamika kebijakan dan volatilitas harga komoditas. PNBP dari sumber daya alam (SDA) sampai dengan Mei telah mencapai 39,5 persen dari target, PNBP lainnya mencapai 46,5 persen dari target, terutama ditopang oleh PNBP dari layanan kementerian/lembaga (K/L). Sementara itu, Pendapatan badan layanan umum (BLU) kementerian/lembaga telah mencapai 41,4 persen dari target, dipengaruhi peningkatan pendapatan BLU non sawit.

Adapun, Belanja Negara terealisasi sebesar Rp1.016,3 triliun (28,1 persen dari pagu APBN). Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) terealisasi sebesar Rp694,2 triliun (25,7 persen dari pagu). Belanja K/L terealisasi sebesar Rp325,7 triliun (28,1 persen dari pagu), antara lain dipengaruhi penyaluran Bansos (PBI JKN, PKH, kartu sembako, PIP, dan KIP Kuliah). Belanja Non-K/L terealisasi sebesar Rp368,5 triliun (23,9 persen dari pagu) terutama dipengaruhi pembayaran manfaat pensiun dan pembayaran subsidi tepat waktu.

Transfer ke Daerah (TKD) terealisasi Rp322,0 triliun (35,0 persen dari pagu APBN). Penyaluran TKD tumbuh 0,3 persen (yoy) dipengaruhi penyaluran dana alokasi umum (DAU), dana bagi hasil (DBH) dan Insentif Fiskal yang meningkat karena kepatuhan syarat salur. Di sisi lain, jenis transfer ke daerah (TKD) lainnya mengalami perlambatan karena pemenuhan syarat salur dan dampak kebijakan penyaluran Dana Desa tahap II.

Menurut Menkeu, APBN sampai dengan 31 Mei 2025 mengalami defisit sebesar Rp21,0 triliun (0,09 persen produk domestik bruto/PDB) dengan keseimbangan primer tercatat positif sebesar Rp192,1 triliun. Pembiayaan anggaran terealisasi Rp324,8 triliun. Pembiayaan APBN akan terus dikelola dengan hati-hati mempertimbangkan kondisi pasar, perkembangan kebutuhan pembiayaan, dan posisi kas.

Ketidakpastian ekonomi, pasar keuangan dan dinamika geopolitik dunia yang berdampak pada ekonomi domestik perlu direspon dengan cepat namun tetap terukur. APBN merespon dinamika tersebut dengan belanja yang perlu terus diakselerasi namun tetap efisien dan langsung berdampak pada masyarakat.

"Kinerja penerimaan negara di tengah gejolak ekonomi juga terus dioptimalkan melalui berbagai terobosan dan inisiatif strategis. APBN juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai stimulus dan insentif belanja dan investasi yang berkualitas dan tepat sasaran," ujar Menkeu.

Perkembangan Perekonomian

Tingkat Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur global bulan Mei 2025 terus tertekan di zona kontraksi, sebesar 49,6 (turun dari April 49,8). Negara yang masih mengalami ekspansi adalah Australia, AS, Arab Saudi dan India. Sedangkan negara-negara yang berada di zona kontraksi antara lain Thailand, Jepang, Inggris, Kanada, Eropa dan termasuk Indonesia.

Meskipun kesepakatan AS-Tiongkok tercapai, kebijakan perdagangan global masih dalam pusaran ketidakpastian. Dampak langsung dan tidak langsung terhadap Indonesia perlu direspons dengan langkah mitigasi untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi.

Harga komoditas energi melonjak dampak serangan Israel ke Iran, sementara harga tembaga menguat didorong spekulasi tarif AS. Harga minyak bumi (Brent) pada 13 Juni 2025 naik sebesar 11,0 persen secara (month over month/mom), meski masih kontraksi -15,0 persen secara year on year. Sedangkanm harga batu bara naik 5,0 persen (mom), namun kontraksi -21,0 persen (yoy). Harga CPO naik 4,0 persen (mom) dan 18,0 persen (yoy). Harga beras naik 15,0 persen (mom) dan 3,0  persen  (yoy). Harga tembaga naik 0,5 persen (mom), dan 3,0 persen (yoy). Sementara harga nikel turun -4,0 persen (mom), dan - 12,0 persen (yoy).

Volatilitas pasar keuangan domestik masih berlanjut dampak sentimen global, meski yield SBN (Indonesia Government Bonds) tetap resilien di tengah ketidakpastian. Per 13 Juni 2025, yield SUN 10 tahun 6,72 persen atau turun 25 basis poin (bps) secara year to date. Pasar SBN mencatatkan inflow Rp53,9 triliun (ytd), sedangkan pasar saham mengalami outflow Rp49,1 triliun (ytd). SRBI (Surat Berharga Bank Indonesia) mengalami outflow Rp19,3 triliun (ytd). Nilai tukar Rupiah melemah 0,97 persen (ytd), namun bulan Juni menguat 0,18 persen (mtd 11/6).

Inflasi domestik bulan Mei 2025 terkendali sebesar 1,60 persen (yoy), -0,37 persen (mtm) dan 1,19  persen (ytd), dampak harga pangan yang terus terkendali didukung stok yang memadai, sementara inflasi inti masih dalam tren positif.

Indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tanda pemulihan, di tengah tingginya risiko global. Ekspektasi ke depan ditopang indikator konsumsi yang menunjukkan optimisme dengan IKK bulan Mei sebesar 117,5. Indikator konsumsi listrik di sektor bisnis tumbuh 4,5 persen dan sektor industri tumbuh 6,7 persen (yoy). Namun demikian PMI Manufaktur yang berada di zona kontraksi dan indikator konsumsi lain yang menunjukkan pelemahan membutuhkan kewaspadaan dan respons kebijakan yang tepat dan terukur.

Konflik geopolitik antara Israel dan Iran semakin menambah ketegangan geopolitik dunia yang memicu lonjakan harga minyak lebih dari 8 persen dari kisaran USD70 per barel menjadi USD78 per barel. Di sisi lain, belum tercapainya kesepakatan antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga turut menambah ketidakpastian. Hal ini disampaikan

“Risiko pertama adalah ketidakpastian harga cenderung naik, seperti harga minyak yang naik. Namun di sisi lain, dari sisi perekonomian global akan cenderung melemah. Jadi kombinasi kenaikan harga harga karena disrupsi geopolitik dan security itu menyebabkan tekanan harga berarti inflasi naik namun dikombinasikan dengan ketidakpastian yang menyebabkan ekonomi global melemah. Itu kombinasi yang harus kita waspadai,” ungkap Menkeu.

Situasi ini juga turut menekan sektor infrastruktur. PMI Manufaktur Global Mei 2025 berada pada level 49,6 yang merupakan terendah sejak Desember 2024. Sebanyak 70,8 persen negara ASEAN dan G20 mengalami kontraksi, termasuk Indonesia di 47,4. Ini adalah dampak dari kondisi geopolitik yang makin rentan yang menyebabkan implikasi pada kegiatan ekonomi, ekspor, impor, manufaktur, dan juga sisi capital flow yang berdampak kepada seluruh dunia.

“Risiko bagi Indonesia terlihat dengan global economic melemah kemungkinan mempengaruhi permintaan terhadap barang-barang ekspor kita. Harga komoditas ada yang pick up sangat tinggi, bukan karena supply demand dalam artian biasa, tapi lebih karena disruption karena adanya disrupsi. Nilai tukar juga dalam hal ini cenderung mengalami volatilitas dan suku bunga utang meningkat, terutama karena kebijakan fiskal di Amerika Serikat,” jelas Menkeu.

Prospek pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia masih lemah. IMF dan World Bank melakukan koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 menurun menjadi 2,8 persen dan 2,3 persen. Sementara untuk volume perdagangan proyeksi IMF di 1,7 persen, angka ini turun signifikan dari tahun 2024 sebesar 3,8 persen.

Di tengah kondisi ekonomi yang melemah dan pasar global yang tidak stabil, indikator ekonomi Indonesia masih terjaga. Ini terlihat dari indeks kepercayaan konsumen sebesar 117,5 yang masih relatif di zona optimistis, penjualan sektor riil yang membaik di 2,6, konsumsi listrik yang tumbuh positif 4,5 persen untuk bisnis dan 6,7 persen untuk industri manufaktur, serta penjualan semen yang tumbuh signifikan 29,98 persen.

Selain itu, pemerintah juga berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi sehingga tetap resilien di 4,87 persen pada triwulan I-2025. Inflasi juga terkendali di 1,6 persen (yoy) dengan kontribusi volatile food rendah yang berarti harga pangan terjaga baik, administered price 1,36 persen yang merupakan refleksi dari kebijakan pemerintah dan inflasi inti di 2,4 persen yang memperlihatkan bahwa masih ada demand dalam ekonomi.

Menkeu mengatakan, kuatnya ekonomi Indonesia ini tidak lepas dari peran APBN yang terus dikelola secara hati-hati, tapi tetap ekspansif sebagai instrumen countercyclical guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkuat fondasi ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Pendapatan negara hingga 31 Mei 2025 terealisasi sebesar Rp995,3 triliun dipengaruhi oleh ekonomi global, geopolitik, dan perkembangan harga komoditas. Belanja negara sebesar Rp1.016,3 triliun mempengaruhi kondisi ekonomi antara lain melalui berbagai program prioritas untuk menjaga ekonomi nasional. Defisit APBN juga terkendali di 0,09 persen Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menghadapi tekanan dan pelemahan ekonomi agar tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi dan masyarakat dengan surplus keseimbangan primer Rp192,1 triliun.

“Di tengah tensi global yang memuncak dan volatilitas dari pasar keuangan maupun perekonomian global, Indonesia tetap bisa menjaga stabilitas ekonomi dan juga menjaga stabilitas kebijakan fiskalnya yang responsif dan adaptif, namun tetap terjaga dari sisi kesehatan APBN-nya sendiri,” ujar Menkeu.

Dukungan APBN

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) semula sudah dianggarkan dalam APBN 2025 sebesar Rp71 triliun. Seluruh anggaran sebesar Rp71 triliun tersebut dialokasikan ke Badan Gizi Nasional.

Dalam APBN 2025, dari total anggaran Rp71 triliun tersebut, sebesar Rp51,5 triliun digunakan untuk belanja barang bahan makan untuk diberikan menjadi makan bergizi. Anggaran lainnya digunakan untuk belanja modal yang digunakan untuk mendukung program teknis, belanja pegawai, dan belanja barang yang digunakan untuk mendukung program pemenuhan gizi dan program dukungan manajemen.

Program MBG merupakan program prioritas utama Presiden (Asta Cita) dilaksanakan menggunakan dana APBN 2025, dengan mata anggaran sebagai Bantuan Pemerintah.

Alokasi anggaran yang disediakan pada kegiatan Bantuan Pemerintah ini adalah berupa paket bantuan MBG, yang dialokasikan melalui DIPA Badan Gizi Nasional Tahun Anggaran 2025.

Alokasi anggaran untuk Program MBG pada akun Bantuan Pemerintah semula sebesar Rp51,5 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 17,9 juta orang, dengan rincian 15,5 juta anak sekolah dan sebanyak 2,4 juta orang ibu hamil/menyusui dan balita.

Berdasarkan arahan Presiden, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pada Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Juni 2025 yang dilaksanakan pada 17 Juni 2025 menerangkan target penerima manfaat MBG akan dinaikkan pada kuartal IV 2025 menjadi 82,9 juta penerima manfaat.

"Sesuai dengan arahan Presiden, target penerima manfaat MBG tahun 2025 diarahkan menuju 82,9 juta penerima, dilayani oleh 32.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di seluruh Indonesia," ungkap Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.

Suahasil mengatakan, beberapa waktu yang lalu Kepala Badan Gizi Nasional telah menyebutkan di Dewan Perwakilan Rakyat bahwa akan ada kebutuhan tambahan anggaran di APBN untuk program MBG. Suahasil menyebut Kementerian Keuangan tetap menyiagakan untuk kebutuhan tambahan anggaran seperti yang telah disampaikan yaitu sebesar Rp100 triliun jika memang akan terlaksana 82,9 juta penerima di kuartal IV 2025.

"Kita menyiagakan menyiapkan anggaran tambahan sampai dengan Rp100 triliun yang nanti realisasinya akan kami sampaikan secara rutin, tentu bergantung kepada kecepatan realisasi penerima manfaat oleh Badan Gizi Nasional," tambah Suahasil.

Suahasil memaparkan realisasi belanja Badan Gizi Nasional sampai dengan 12 Juni 2025 sudah mencapai Rp4,4 triliun. Selama waktu tersebut, MBG telah menjangkau sebanyak 4,89 juta orang penerima manfaat (anak sekolah dan ibu hamil) serta dilayani oleh 1.716 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum yang telah beroperasi.

Dengan memperhatikan angka kemiskinan nasional tahun 2024 yang menyentuh angka 9,03 persen sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Teknokatrik pada tahun 2009 sebesar 4,5-5,0, maka diperlukan 11,3 juta jiwa yang harus dientaskan kemiskinannya sampai tahun 2009 untuk mengejar tingkat kemiskinan sebesar 5%. Indonesia juga masih mengalami permasalahan gizi seperti prevalensi stunting pada balita dan masalah gizi pada anak usia sekolah.

Selain itu, Indonesia juga masih mengalami tantangan ketahanan pangan. Menurut Global Food Security Indeks (GFSI) 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-69 dari 113 negara dalam hal ketahanan pangan. Indeks ini mengukur ketahanan pangan berdasarkan atas keterjangkauan harga pangan, ketersediaan pasokan, kualitas nutrisi dan keamanan pangan, serta ketahanan sumber daya alam. Pada parameter lain, Indonesia juga mencatatkan tingkat kelaparan di posisi kedua tertinggi di Asia Tenggara, berdasarkan Global Hunger Indeks (GHI) tahun 2023. Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan bahwa pada tahun 2021, sekitar 26,5 persen rumah tangga di Indonesia memiliki akses terbatas terhadap pangan bergizi.

Program Makan Bergizi Gratis menjadi solusi dengan harapan tingkat konsumsi pangan, kesehatan, serta pendidikan membaik sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing pekerja, meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi ketimpangan, kemiskinan, dan pengangguran yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kemiskinan.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan MBG merupakan salah satu program prioritas yang alokasi anggarannya diprioritaskan pemerintah. Namun, pada saat yang sama Indonesia juga dihadapkan pada masalah pendapatan yang turun dan jumlah pengangguran atau pencari kerja yang lebih besar.

Menurut Faisal, dikutip dari Media Keuangan, alangkah baiknya jika Program MBG juga diintegrasikan dengan kebutuhan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih besar. Program ini akan mampu mengatasi permasalahan kekurangan gizi, tetapi di sisi lain juga membantu untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan.

“Artinya bukan cuma masalah besaran alokasi anggaran. Tapi desain implementasi itu sangat menentukan. Implementasinya semestinya diarahkan seragam dan fokus untuk menggerakkan ekonomi lokal, menyerap sebesar-besar tenaga kerja yang ada di daerah tersebut. Apalagi kalau sampai juga merekrut orang-orang yang tadinya tidak bekerja atau yang pendapatannya sangat rendah menjadi meningkat pendapatannya,” pungkas Faisal

Program MBG diharapkan tak hanya berdampak pada kesehatan anak-anak, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Dengan melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani lokal, serta pelaku katering di sekitar sekolah, program ini menciptakan ekosistem produksi dan distribusi pangan yang memberdayakan masyarakat setempat. Perputaran dana di tingkat daerah meningkat, lapangan kerja baru terbuka, dan permintaan terhadap bahan pangan segar dan bergizi turut mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan kuliner lokal.

Suahasil Nazara juga melaporkan, jumlah masyarakat yang sudah menikmati pemeriksaan kesehatan gratis (PKG) per 31 Mei 2025 telah mencapai 7,22 juta warga.

Suahasil menyebut, jumlah pendaftar tersebut telah dilayani 9.511 puskesmas yang tersebar di 504 kabupaten/kota di 38 provinsi seluruh Indonesia. Ke depan, dirinya berharap agar pemeriksaan kesehatan gratis bisa terus digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

"Program pemeriksaan kesehatan gratis pesertanya terus meningkat. Sekarang sudah 7.229.591 pendaftar hadir memeriksaan kesehatan dan dilakukan di seluruh kabupaten/kota se-Indonesia, 9.511 puskesmas dapat melayani," kata Suahasil.

Pada bulan Mei 2025, jumlah warga yang mendapatkan pemeriksaan kesehatan gratis sebanyak 3,6 juta orang. Pendaftar PKG berdasarkan usia didominasi kategori dewasa, yakni usianya berkisar 25 tahun sampai dengan 59 tahun. "Jadi kelompok umur produktif kita kesehatannya terpantau secara baik oleh puskesmas di seluruh Indonesia," imbuhnya.

Rinciannya, pendaftar PKG berdasarkan usia didominasi kategori dewasa 40-59 tahun sebesar 2,48 juta orang. Kemudian diikuti oleh kategori dewasa 25-39 tahun sebanyak 2,19 juta orang; lansia lebih dari atau sama dengan 60 tahun sebanyak 1,06 juta orang.

Selanjutnya, kategori dewasa 18-24 tahun sebanyak 812 ribu orang; balita anak prasekolah sebanyak 583 ribu orang; dan bayi baru lahir sebanyak 93 ribu orang.

Jika ditilik lebih jauh, jumlah peserta PKG mengalami tren pertumbuhan setiap bulannya dari bulan Februari hingga akhir Mei 2025.

Pada bulan Februari tercatat ada 144.500 orang, kemudian pada Maret ada 1,23 juta orang dan 2,24 juta pada April. Lalu, hingga akhir Mei 2025 ada 3,6 juta orang peserta.

Daya dukung APBN untuk stimulus ekonomi hingga penguatan sosial juga signifikan. Memasuki kuartal II, pemerintah mulai menggulirkan berbagai stimulus ekonomi.

Diskon transportasi seperti tiket pesawat, kereta, dan angkutan laut dibiayai dari APBN sebesar Rp0,94 triliun. Diskon tarif tol dialokasikan Rp0,65 triliun.

Penebalan bantuan sosial, subsidi upah, dan perpanjangan insentif perpajakan juga masuk dalam stimulus tahap ini, dengan total anggaran Rp 24,44 triliun. Adapun, sebanyak Rp 23,6 triliun berasal dari APBN.

Instrumen Keadilan Masyarakat

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen vital dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan nasional. Namun lebih dari sekadar neraca keuangan negara, APBN sejatinya adalah alat utama negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam setiap rupiah yang dialokasikan, terkandung tanggung jawab besar: membangun kehidupan rakyat yang lebih baik, adil, dan berkelanjutan.

Lebih dari sekadar belanja dan pendapatan, APBN memiliki berbagai dimensi, salah satunya dimensi keadilan. Prinsip redistribusi dalam kebijakan fiskal memastikan bahwa kelompok masyarakat miskin dan rentan mendapatkan perlindungan lebih besar dari negara. Ketika pemerintah menyesuaikan subsidi, mengarahkan bansos, atau memperluas cakupan JKN, semua itu bermuara pada satu tujuan yakni tidak boleh ada warga yang tertinggal dalam arus pembangunan.

Kesejahteraan masyarakat bukan hanya tentang angka pertumbuhan ekonomi, tapi tentang kualitas hidup yang nyata yaitu akses terhadap pendidikan, pekerjaan yang layak, perumahan yang manusiawi, dan lingkungan yang sehat. APBN adalah alat untuk mencapainya.

Ke depan, tantangan akan semakin kompleks, mulai dari perubahan iklim, revolusi teknologi, hingga dinamika geopolitik global. Namun selama APBN dikelola secara bijak, transparan, dan berpihak pada rakyat, maka ia akan tetap menjadi jangkar kesejahteraan nasional.

Kesejahteraan masyarakat bukanlah hasil dari kebetulan, melainkan dari kebijakan yang terencana dan terimplementasi dengan baik. Dan di tengah semua kebijakan itu, APBN adalah denyut nadi negara yang menghidupkan harapan rakyat.

 

Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto

Berita in sudah terbit di infopublik.id: https://www.infopublik.id/kategori/sorot-ekonomi-bisnis/925301/daya-dukung-apbn-perkuat-fondasi-ekonomi-dalam-ketidakpastian-global