Indonesia.go.id - Tiga Kartu Baru Pembawa Harapan Baru

Tiga Kartu Baru Pembawa Harapan Baru

  • Administrator
  • Rabu, 6 Maret 2019 | 01:41 WIB
BANTUAN SOSIAL
  Bursa Kerja Istora. Sumber foto: Antara Foto

Tiga kartu baru ada di tangan presiden. Bantuan sosial terbukti efektif menekan angka kemiskinan, mendorong indeks pembangunan manusia, dan membawa harapan baru.

Berbagai macam kartu bantuan pemerintah telah beredar luas di masyarakat. Ada Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), kartu PKH (Program Keluarga Harapan), juga Kartu Bantuan Bantuan Pangan Non-Tuna (BPNT). Kartu-kartu debit itu yang menjamin adanya konektivitas warga  prasejahtera dengan berbagai bantuan sosial (bansos) dari negara. Semua serba online, serba digital.

Karena dinilai memberi manfaat besar, kebijakan bagi-bagi kartu itu tak akan berhenti sampai di situ. Dalam menyampaikan programnya selaku petahana, di berbagai tempat dan kesempatan, Presiden Joko Widodo menyatakan tekadnya memperluas jangkauan kartu-kartu itu. Bila mendapat mandat melanjutkan pemerintahan di periode kedua, dia berniat  meluncurkan kartu sembako murah, kartu prakerja untuk pengangguran, dan KIP ekstra untuk mahasiswa.

Yang khas pada kepemimpinan seorang Joko Widodo ialah kepercayaannya yang begitu tinggi pada kekuatan teknologi informasi (TI) untuk pelayanan publik. Ketika maju sebagai calon Gubernur DKI 2012, ia berbicara tentang e-budgeting, e-procurement, dan e-catalog, demi manajemen anggaran yang kredibel dan akuntabel. Untuk pelayanan publik tersedia Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP).

Sisi  anggaran dan layanan bukanlah dua  hal yang terpisah. Dalam visi Jokowi, jika sisi anggarannya bisa lebih aman baik dari segi penerimaan maupun belanjanya, maka alokasi dana untuk pelayanan warga akan lebih tersedia. Semuanya akan lebih mudah dikontrol dengan pemanfaatan IT.

Tata kelola pemerintahan berbasis IT itu pun dijalankan saat Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta 2012-2014 hal yang kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sampai 2017. Dengan neraca anggaran yang terpapar transparan secara online itu, Gubernur lebih mudah melakukan pengawasan. Keluar-masuknya anggaran pun terpantau.

Hasilnya, sisi anggaran Pemprov DKI lebih sehat, bahkan tercatat terjadi lonjakan signifikan dari sisi penerimaan. Pendapatan asli daerah (PAD) naik dan pada gilirannya DAU (dana alokasi khusus) dari Pemerintah Pusat ke DKI juga naik. APBD DKI Jakarta melesat sejak 2014 KJP dan KJS aman sentosa.

Visi tata kelola pemerintahan berbasis IT ini pula yang diboyong ketika Presiden Joko Widodo mulai menjalankan pemerintahan negara. Sisi penerimaan maupun belanja terawasi secara lebih seksama. Sudah  menjadi rahasia umum, bahwa di era Pemerintahan Jokowi-JK aparatur negara semakin sulit bermain-main dengan urusan anggaran, baik dari sisi penerimaaan maupun belanja. Maka, besaran alokasi anggaran dalam skema bantuan langsung untuk masyarakat bisa digandakan.

Salah satu pos bantuan yang cakupan layanannya cukup besar adalah subsidi untuk BPJS Kesehatan. Bila pada 2018 tercatat ada 92,4 juta penerima bantuan iuran BPJS, di 2019 menjadi 96,8 juta orang. Mereka setiap bulan  menerima subsidi sekitar Rp25.500 untuk premi BPJS. Alokasi bantuan 2019 ini mencapai Rp26,7 triliun. Naik Rp1,2 triliun dari 2018.

https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1551837455_antarafoto_penyaluran_bantuan_sosial_non_tunai_061219_abhe_3.jpg" />Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita berbincang dengan pedagang e-warung dari Program Keluarga Harapan. Sumber foto: Antara Foto

Pelayanan dalam Program Keluarga Harapan (PKH) juga semakin ditingkatkan, baik dari sisi jumlah keluarga penerima manfaat maupun nominal bantuannya. Bila pada 2015 tercatat baru 3,5 juta keluarga penerima manfaat (KPM), angka itu berlipat menjadi 10 juta pada akhir 2018.  Setiap KPM menerima Rp1,89 juta per tahun, yang diarahkan untuk menunjang kebutuhan pendidikan, kesehatan/gizi dan pengembangan ekonomi keluarga. Untuk 2019 nilai bantuan sekitar Rp3 juta.

Akan halnya KIP penerima manfaatnya tahun 2018 telah mencapai 19,6 juta siswa. Bantuan KIP ini besarannya Rp450 ribu untuk siswa SD/Ibtidaiyah, Rp750.000 untuk siswa SMP/ Tsananawiyah, dan  SMK Rp1 juta untuk siswa SMA/SMK/Aliyah. Bantuan tersebut diserahkan setahun dua kali di awal semester baru.

Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) juga dinilai memberikan manfaat bagi para  penerimanya. BPNT adalah format baru dari bantuan rastra (beras sejahtera), yang pada era sebelumnya disebut raskin (beras untuk warga miskin). Jumlah penerimanya sekitar 15,5 keluarga. Dalam format raskin, warga dibagi kupon untuk membeli beras murah 15 kg seharga Rp24 ribu.

Dalam rastra, format diubah. Warga mendapat bantuan beras 10 kg tanpa harus membayar. Secara bertahap, rastra diubah menjadi BPNT. Di sini, setiap penerima manfaat memperoleh sebuah  kartu debit  yang tiap bulannya menerima transfer senilai Rp110 ribu. Kartu itu bisa didebet di e-warong (elektronik warung gotong-royong) yang ditunjuk sebagai tempat menukar beras dan telor sesuai harga yang berlaku.

Kartu BPNT dianggap lebih baik ketimbang rastra yang membagikan beras secara langsung ke warga di kantor lurah atau kepala desa. Pembagian secara in natura rawan kebocoran. Belum lagi, aparat kelurahan sering tak bisa mencegah warga yang mengaku miskin berbondong-bondong datang dan meminta bagian. Alhasil, beras dibagi ke lebih banyak orang. Tidak tepat sasaran.

Dengan skema BPNT, bantuan diberikan by name dan by address. Si penerima manfaat memegang kartu debit dan bantuan dikirim lewat transfer bank. Cara ini lebih tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu. Tak ada celah aparatur kelurahan untuk menyunatnya.

Bantuan langsung pada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan itu yang dianggap memberi kontribusi nyata atas menyusutnya angka kemiskinan dari 10,96% pada akhir 2014 menjadi 9,66% di September 2018. Di sisi lain, ada peningkatan pada indeks pembangunan manusia (IPM) dari 70,18 ke 70,9,  yang mengindikasikan perbaikan pendidikan, pendapatan, dan kesehatan masyarakat.

Maka, bantuan-bantuan itu tidak hanya dilanjutkan, bahkan ditingkatkan. Kebijakan ini juga sejalan dengan prioritas anggaran 2019 yang akan memberi perhatian yang lebih besar pada pembangunan SDM (sumber daya manusia).

Tidak heran,  bila pos Program Keluarga Harapan yang pada 2018 dianggarkan Rp17 triliun melesat menjadi Rp34,4 triliun di 2019. Secara keseluruhan, anggaran bantuan sosial dalam APBN 2019  dipatok Rp381 triliun, membumbung tinggi dengan kenaikan Rp93,3 triliun dibandingkan realisasi 2018 yang tercatat Rp287,7 triliun. Pos pembiayaan infrastruktur direm.

Maka, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merasa tak harus terkejut atas rencana kartu-kartu baru Presiden Jokowi itu. Bahkan, Menkeu menilai tak perlu ada pos khusus untuk mengakomodir kartu-kartu baru itu, dan jumlah alokasinya pun dianggap tak menimbulkan “ledakan” pada neraca APBN.

Kementerian Sosial sendiri masih mengutak-utik rencana tentang kartu baru yang disebut Presiden Joko Widodo itu. Kartu sembako murah itu diandaikan hanya pengembangan dari BPNT. KIP untuk kuliah tak lebih dari KIP biasa, hanya persyaratan penerimanya saja yang berubah, yakni usia lebih tinggi, sekolahnya di perguruan tinggi atau politeknik. Kartu ini boleh disebut kelanjutan dari KIP biasa.

Sementara itu kartu prakerja juga bukan hal yang terlalu asing. Tinggal memastikan si pemohon belum bekerja, atau baru kehilangan pekerjaan. Mereka juga bersedia mengikuti pelatihan kerja. Sesudah itu, bantuan pemerintah bisa ditransfer lewat bank guna membantu para pencari kerja ini bertahan hingga mendapatkan pekerjaan baru. Anggaranya pun sudah ada

Ketiga kartu itu tidak lebih dari bantuan sosial biasa untuk membangun harapan. Jadi, tak perlu ada kontroversi dan kegaduhan untuk menjalankannya. (P-1)