Beberapa peneliti memperkirakan jumlah keanekaragaman hayati yang sudah ditemukan saat ini baru sekitar 10 persen dari jumlah yang ada.
Pandemi virus corona yang telah melanda Indonesia sejak dua tahun terakhir tidak menyurutkan semangat para peneliti dari Pusat Riset Biologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mereka tetap produktif melaksanakan riset, menjelajahi hutan, pegunungan, dan lembah untuk menemukan dan mengungkap potensi kekayaan keanekaragaman hayati atau biodivesitas Indonesia.
Upaya mereka tak sia-sia, didukung kelengkapan fasilitas riset dan kolaborasi dengan para peneliti dalam serta luar negeri. Hasilnya, hingga akhir 2021, para peneliti itu BRIN berhasil mencatat 88 penemuan jenis baru yang telah dideskripsikan untuk data biodiversitas Indonesia.
Temuan spesies baru fauna mendominasi, dengan jumlah 75 spesies, sisanya flora sebanyak 13 spesies. Penemuan ini memiliki arti penting bagi studi taksonomi dan sistematika. Juga menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi. Sebagian besar spesies baru yang ditemukan merupakan endemik flora dan fauna dari lokasi penemuannya. Hampir 80 persen dari spesies baru tersebut ditemukan di Sulawesi. Sisanya berasal dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, dan beberapa pulau lainnya di Indonesia.
Sebanyak 68 persen dari 75 spesies fauna baru yang berhasil diidentifikasikan merupakan endemik Sulawesi. Kelompok fauna ini yaitu jenis baru kumbang, celurut, ular, cacing, udang, dan ikan. Sedangnya 32 persen sisanya berasal dari kelompok Coleoptera, cicak, kadal, katak, kecoa, burung, ikan, isopoda, dan krustasea yang ditemukan di beberapa tempat di Indonesia dan Papua Nugini. Begitu pula dengan 13 spesies flora baru yang ditemukan, 54 persen di antaranya dari Sulawesi. Mereka misalnya Begonia, jahe-jahean, anggrek, Cyrtandra, Bulbophyllum, Artocarpus. Sedangkan sisanya ditemukan di Pulau Sumatra, Jawa Barat, dan Filipina.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati (OR-IPH) BRIN Iman Hidayat, dalam siaran persnya di Cibinong, Jawa Barat, Jumat (28/1/2022), mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia, meliputi di darat dan laut. Namun, jumlah yang berhasil diungkap dan terekam saat ini masih minim. “Beberapa peneliti memperkirakan jumlah keanekaragaman hayati yang sudah ditemukan saat ini baru sekitar 10 persen dari total potensi yang ada,” ujarnya.
BRIN, kata Iman, telah melakukan beberapa upaya konservasi meliputi penyimpanan data whole genome sequence dan partial DNA/protein sequence kekayaan hayati; pengungkapan ancaman dan dampak perubahan global terhadap status ekosistem dan biodiversitas Nusantara. Kemudian rehabilitasi dan peningkatan populasi spesies terancam punah; eksplorasi dan konservasi secara ex situ serta ekologi dan restorasi spesies.
Kepala Pusat Riset Biologi Anang S Achmadi menerangkan, penelitian yang dilakukan BRIN memerlukan proses panjang. Dimulai dari eksplorasi, studi koleksi museum hingga penggunaan teknologi untuk proses identifikasi. Perjalanan penelitian tidak berhenti setelah menemukan spesies baru. Akan muncul banyak penelitian lanjutan yang dapat dilakukan terhadap penemuan spesies baru tersebut. "Seperti kandungan zat aktif apa yang terdapat pada spesies ini, atau menjadi indikator lingkungan perubahan lingkungan,” ungkap Anang.
Spesies Endemik Sulawesi
Berikut ini adalah beberapa temuan spesies fauna baru di Pulau Sulawesi. Misalnya, kumbang moncong dari keluarga Coleoptera di mana menurut peneliti BRIN Pramesa Narakusumo, terdapat 28 jenis kumbang moncong dari genus Trigonopterus. Kumbang moncong tidak dapat terbang dan tinggal di lokasi-lokasi terisolasi di hutan pegunungan. Ia diyakini telah berevolusi secara cepat selama jutaan tahun, sehingga tingkat endemisitas dan biodiversitasnya sangat tinggi.
Peneliti BRIN lainnya, Sih Kahono, juga menemukan lima spesies Coleoptera, di mana dua dari genus Merklomaia ditemukan di Pulau Sulawesi. Di Sulawesi Utara ditemukan Merklomaia viridipennis dan Merklomaia palopoensis dari Sulawesi Selatan.
Anang bersama dua sejawatnya ahli mamalia, masing-masing Jake Esselstyn dari Lousiana State University dan Kevin C Rowe (Museum Victoria Australia), menemukan 14 spesies celurut baru termasuk genus Crocidura yang merupakan fauna endemik Sulawesi. Mereka mengatakan, itu menjadi penemuan terbesar dari kelompok mamalia yang terpublikasikan sejak tahun 1931.
Terdapat 461 spesies celurut yang telah teridentifikasi di dunia. Fauna ini memiliki distribusi yang sangat luas dan mendunia. Hewan pemakan serangga ini adalah kerabat dekat dari landak dan moles, daripada jenis mamalia lainnya.
Peneliti zoologi BRIN Awal Riyanto juga berhasil menemukan beberapa spesies baru reptil. Salah satunya adalah Oligodon tolaki, sejenis ular di Sulawesi Tengah. Di kategori nematoda, peneliti zoologi BRIN lainnya, yakni Endang Purwaningsih, menemukan spesies baru cacing, Vegeloides morowaliensis di Morowali, Sulawesi Tengah.
Di Danau Poso, Sulawesi Tengah, peneliti Daisy Wowor menemukan lima spesies baru krustasea (Crustacea), sejenis udang berkulit keras. Kelimanya meliputi Caridina fusca, Caridina lilianae, Caridina marlinae, Caridina mayamareenae, dan Caridina poso. Mereka merupakan endemik Danau Poso.
Peneliti Hadi Dahruddin bersama Daisy ikut menemukan beberapa spesies baru ikan termasuk Schismatogobius limmoni di Taman Wisata Alam Air Terjun Wera, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Schismatogobius adalah genus dari jenis ikan gobi air tawar.
Penemuan itu menambah tujuh jenis ikan gobi yang sebelumnya tercatat ditemukan di Indonesia. Mereka adalah Schismatogobius insignus, S. bruynisi, S. arscuttoli, S. saurii, S. risdawatiae, S. bussoni, dan S. sapoliensis.
Penelitian itu buah kolaborasi para peneliti BRIN dengan kolega mereka dari Prancis dan Jerman dengan metode pendekatan secara genetik dan morfologi terhadap jenis baru tersebut. Philippe Keith dari Museum National d'Histoire Naturelle Paris menjadi motor dari penelitian itu.
Jenis endemik Sulawesi iitu berukuran kecil, kurang dari 27 milimeter, tubuhnya ramping, penampang hampir melingkar, kepala membulat, moncong agak runcing, mulut miring, bibir bawah lebih menonjol. Umumnya ikan ini hidup di air tawar yang mengalir dengan kecepatan sedang sampai cepat pada daerah dangkal berbatu, kerikil dan pasir.
Sementara itu, dari 13 spesies flora baru yang ditemukan hingga akhir 2021, terdapat beberapa dari Bumi Celebes. Botanis A. Kartonegoro berhasil mengidentifikasi empat spesies genus Cyrtandra dari tumbuhan berbunga (Gesneriaceae). Mereka terdiri dari Cyrtandra balgooyi, Cyrtandra flavomaculata, Cyrtandra longistamina, dan Cyrtandra parvicalyx.
Ada lagi temuan Begonia willemii di kawasan hutan perbukitan kapur di Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah oleh Deden Girmansyah bersama peneliti dari Singapore Botanic Gardens, Daniel C Thomas. Sebagai bagian dari petermannia, tanaman hias ini tumbuh merayap pada bongkahan batu kapur atau menempel secara vertikal pada dinding-dinding batu karst (kapur).
Temuan ini sekaligus melengkapi apa yang dilakukan oleh peneliti dari Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya BRIN, Wisnu Handoyo Ardi terhadap tiga spesies baru Begonia di Sulawesi belum lama ini. Ketiganya yakni Begonia enoplocampa, Begonia tjiasmantoi, dan Begonia sidolensis. Indonesia adalah rumah bagi kekayaan Begonia di Asia Tenggara dengan koleksi 243 spesies dari sekitar 2.052 spesies tanaman hias berbunga besar ini di dunia.
Masih ada temuan jahe-jahean (Zingiberaceae) berupa Etlinger comosa dari Pegunungan Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dan Zingiber ultralimitale subsp. Matarombeoense dari Pegunungan Matarombeo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Terakhir adalah penemuan anggrek hutan dari marga Bulbophyllum, yang tumbuhnya menempel pada tanaman lain dan tidak bersifat parasit atau dikenal sebagai epifit. Ia adalah Bulbophyllum mamasatense yang ditemukan di hutan pedalaman Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktu: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari