Indonesia.go.id - Keringanan Fiskal Diberikan, Produksi Terdongkrak

Keringanan Fiskal Diberikan, Produksi Terdongkrak

  • Administrator
  • Jumat, 6 September 2019 | 03:03 WIB
SEKTOR MIGAS
  Eksplorasi sumur migas. Foto: Dok. SKK Migas

Konsumsi energi yang semakin besar membuat sektor industri migas perlu mendapat perhatian khusus.

Keringanan fiskal kembali dinikmati kontraktor kontrak migas. Tujuan pemberian pemanis cukup jelas, agar kontraktor terdorong giat melakukan ekplorasi dan eksploitasi dan akhirnya produksi migas pun terdongkrak.

Namun jangan salah, keringanan fiskal berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang keluar pada 27 Agustus itu juga tidak ringan. Pemanis itu hanya diberikan bagi kontraktor yangz bersedia menggarap green field--lapangan migas yang masuk kategori areal baru.

Apa saja yang tertuang dalam PMK No.122/PMK.03/2019? Otoritas fiskal membagi fasilitas fiskal itu dalam bentuk dua tahapan produksi. Pertama, barang kena pajak (BKP) tertentu, jasa kena pajak (JKP) tertentu, maupun BKP tak berwujud yang terkait dengan operasi perminyakan di tahap eksplorasi tak dipungut PPN dan PPnBM.

Tak hanya itu, pemerintah juga mengurangi hingga 100% Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari PBB Migas terutang yang tercantum dalam SPT terutang.

Kedua, fasilitas fiskal berupa pembebasan PPN dan PPnBM serta pengurangan PBB migas hingga 100% yang berlaku pada tahap eksplorasi tersebut juga masih dapat dinikmati dalam tahap eksploitasi.

Hanya saja, dalam tahap eksploitasi, pemberian fasilitas fiskal baik pembebasan PPN dan PPnBM bagi BKP, JKP, maupun BKP tak berwujud yang diimpor maupun yang tidak, penentuannya akan disesuaikan dengan pertimbangan nilai keekonomian proyek oleh Kementerian ESDM.

Namun demikian, pertimbangan keekonomian proyek tersebut hanya diberikan bagi kontraktor yang tidak dapat mencapai Internal Rate of Return berdasarkan perhitungan keekonomian dalam suatu periode Kontrak Bagi Hasil.

Termasuk kontraktor yang memiliki wilayah kerja yang mencakup lima aspek. Pertama, wilayah kerja di laut dalam. Kedua, memiliki potensi hydrocarbon yang berada pada kedalaman reservoir yang berkarakteristik high pressure; high temperature; atau high impurities yang memiliki kandungan karbondioksida (C02) atau kandungan hidrogen sulfida (H2S).

Ketiga, berada di suatu wilayah yang keberadaan infrastruktur penunjang migasnya masih terbatas, berlokasi di offshore, dan sama sekali belum tersedia infrastruktur penunjang; atau berlokasi di onshore dan sama sekali belum tersedia infrastruktur penunjang. Keempat, merupakan pengembangan lapangan secondary dan lapangan tertiary. Kelima, merupakan pengembangan lapangan unconventional.

Tak dipungkiri, tidak lagi ditemukannya cadangan migas skala besar dalam beberapa puluh tahun terakhir, dan konsumsi energi yang semakin besar membuat sektor industri migas perlu mendapat perhatian khusus.

Disebut-sebut, sektor migas tetap akan menjadi energi di dunia dalam 30 tahun ke depan. Dan, porsinya, meskipun penggunaan energi baru dan terbarukan terus didorong, penggunaan migas masih cukup besar, yakni 30%.

Wajar saja, dalam Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) menetapkan porsi migas hingga 2050 juga masih mencapai 44% dari total energi nasional. Artinya, migas masih jadi tulang punggung energi dalam 30 tahun ke depan.

Khusus minyak, seiring dengan meningkatnya konsumsinya, negara ini telah menjadi net importir sejak 2002. Bahkan, Indonesia diperkirakan nett importer gas pada 2022. Artinya, negara ini perlu investasi besar untuk temukan sumber migas baru.

Tantangan untuk investasi migas ke depannya juga semakin besar untuk meningkatkan produksi, dan menyeimbangkan kebutuhan dan pasokan migas di Indonesia. Sumur-sumur produksi migas semakin kecil debitnya karena sudah dieksplorasi puluhan tahun.

 Tantangan besar saat ini adalah bagaimana kontraktor bersedia melakukan eksplorasi telah geser ke daerah frontier dan laut dalam, dan itu butuh investasi besar dan teknologi tinggi.

Oleh karena itu, pemerintah dalam beberapa kebijakannnya terus melakukan relaksasi di bidang ekonomi, termasuk memberikan pelbagai insentif, salah satunya melalui PMK No.122/PMK.03/2019 tersebut.

Harus diakui, sektor migas masih menjadi andalan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bagi Kementerian ESDM. Pada 2018, kementerian itu mengklaim bahwa sektornya sebagai salah satu sektor yang memberikan PNBP yang terbesar, atau 53,4% dari PNBP nasional.

Sumbangan PNBP

Bahkan mereka juga mengklaim 181% melebihi target yang ditentukan. Pada tahun itu, sektor migas menyumbang PNBP Rp163,4 triliun, Minerba (Rp50 triliun), EBTKE (Rp2,3 triliun), dan lainnya Rp1,8 triliun).

Tidak itu saja, kementerian itu juga mencatat penerimaan migas 2018 sebesar Rp228 triliun. Di sisi lain, subsidi BBM/elpiji Rp97 triliun. Artinya, kementerian mencatat surplus migas selama tahun itu Rp131 triliun

Catatan moncer selama 2018 tidak tergambarkan pada semester I 2019. Berdasarkan data SKK Migas, produksi minyak hingga akhir Juni 2019 tercatat sebanyak 752 barel per hari (bph), atau sekitar 97,03% dari target 775.000 bph. Untuk gas, realisasi produksinya sebanyak 1,05 juta Barel oil equivalent per day (BOEPD), atau 84,48% dari target 1,25 juta BOEPD.

Dari kinerja selama semester I itu, tercatat ada lima kontraktor minyak terbesar dengan kontribusi mencapai 75% dari total produksi/lifting nasional. Kelima kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tersebut adalah ExxonMobil Cepu Ltd (220.000 bph), Chevron Pacific Indonesia (194.000 bph), Pertamina EP (80.000 bph), Pertamina Hulu Mahakam (37.000 bph), Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (29.000 bph).

Lembaga itu juga menyebutkan ada lima produsen gas terbesar yang berkontribusi 65% dari total lifting gas nasional. Urutan teratas ditempati BP Berau Ltd (174.000 BOEPD), ConocoPhilips (Grissik) Ltd (148.000 BORPD), Pertamina EP (137.000 BOEPD), Pertamina Hulu Mahakam (118.000 BOEPD), dan Eni Muara Bakau (115.000 BOEPD).

Dalam siaran persnya Selasa (9/7/2019), SKK Migas sendiri berharap target lifting migas 2019 dapat tercapai pada paruh kedua tahun ini dengan adanya 8 dari 11 proyek akan onstream di semester II/2019.

Sejumlah stimulus yang telah diberikan agar iklim usaha di sektor migas semakin menarik minat dan mendorong kontraktor menggenjot produksinya, atau masih perlu sejumlah jurus stimulus lagi?

Harapannya, kontraktor kian terpacu untuk menemukan eksplorasi dan eksploitasi lapangan migas baru sehingga penurunan produksi dari sumur-sumur tua bisa dieliminir dan bangsa ini segera bangkit lagi menjadi produsen migas kelas dunia. (F-1)