Indonesia.go.id - Mengejar Target Produksi 1 Juta Barel di 2031

Mengejar Target Produksi 1 Juta Barel di 2031

  • Administrator
  • Selasa, 31 Desember 2019 | 06:21 WIB
SEKTOR MIGAS
  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif (tengah) saat rapat bersama Komisi VII DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

SKK Migas menerapkan empat strategi jangka pendek dan panjang yang akan dilakukan guna mencapai target tersebut.

Bila diibaratkan, pelaku usaha kini berjalan di atas seutas tali. Tetap dibutuhkan kewaspadaan untuk menatap ke depan. Kendati diperkirakan tetap akan menghadapi badai, tapi peluang itu tetap ada.

Gambaran di atas merupakan gejala umum di dunia bisnis, termasuk pelaku usaha di sektor migas. Namun, bagi semua pemangku kepentingan, sikap optimistis di sektor migas tetap harus terus dikobarkan.

Benar, risiko dan peluang tetap ada. Oleh karena itu, kesepakatan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII DPR soal asumsi dasar target produksi siap jual (lifting) minyak dan gas (migas) sebesar 1,893 juta barel setara minyak per hari (bph) untuk 2020, cukup masuk akal.

Memang harus diakui, target tersebut merosot 6,5% dari target lifting migas tahun ini yang dipatok 2,025 juta boepd. Namun, beberapa faktor eksternal berupa adanya badai dari pelambatan ekonomi dunia tentu sangat berpengaruh bagi dunia usaha termasuk di sektor migas.

Sebelumnya, asumsi dasar pagu indikatif yang disepakati Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.

Berkaitan dengan kesepakatan itu, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas Dwi Soetjipto merinci target lifting minyak tahun depan sebesar 734.000 barel per hari (bph) atau turun sekitar 3% dari proyeksi rata-rata tahun ini.

Target produksi 2020 sudah ditetapkan. Tidak berhenti di titik itu saja. Lembaga itu di bawah komando Dwi Soetjipto melangkah lebih jauh lagi. SKK Migas pun menargetkan untuk mengejar produksi 1 juta barel minyak per hari/barrel oil per day (bopd) pada 2031.

Untuk mencapai sasaran itu, SKK Migas menerapkan empat strategi jangka pendek dan panjang yang akan dilakukan guna mencapai target tersebut. Dalam hal ini, empat strategi yang digarap oleh SKK Migas mengedepankan strategi eksplorasi yang masif.

Pasalnya, SKK Migas memiliki Komitmen Kerja Pasti (KKP) sebesar USD2,1 miliar. Selain itu SKK Migas juga melakukan KKP di Open Area Seismic di akhir Juli dan melakukan 3D Seismic Reprocessing seluas 200.000 km2 di area Kutai yang menjadi terbesar ke-3 di dunia (2019).

Strategi yang kedua mendorong dan mengkampanyekan penerapan enhanced oil recovery (EOR) di lapangan mature. Indonesia sendiri memiliki 129 lapangan (15 WK) dan 3,1 miliar barel minyak recoverable resource.

Untuk strategi kedua ini, SKK Migas memiliki KKP sebesar USD446 juta. SKK Migas juga mempercepat proyek-proyek EOR di antaranya Field Trial EOR pada 2019 meliputi Lapangan Tanjung, Jatibarang, dan Gemah. “SKK Migas juga akan melakukan strategi aliansi dengan pemain EOR kelas dunia.”

Yang ketiga adalah mengakselerasi monetisasi proyek-proyek utama sehingga mempercepat potensi sumber daya menjadi lifting. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepatan monetasi undeveloped discovery melalui POD (plan of development) baru atau 27 POD baru, optimalisasi lapangan dan reevaluasi POD-POD yang tertunda, World Class Project Management, dan juga mengelompokkan sumber daya gas, peluang proyek, dan pasar gas.

Tahan Penurunan

Strategi yang terakhir adalah menahan penurunan produksi alami serta mendorong peningkatan produksi. Merujuk ke hal ini, SKK Migas akan menjaga keandalan fasilitas produksi, maksimalisasi kegiatan kerja ulang dan perawatan sumur, reaktivasi sumur tidak berproduksi (idle), dan inovasi teknologi.

Berkaitan dengan realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) hingga kuartal tiga 2019 mencapai 89% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 2 juta barel setara minyak per hari (boepd).

Total lifting migas sebesar 1,8 juta boepd dengan rincian lifting minyak 745.000 bopd dan lifting gas 1,05 juta boepd. Sebesar 84% total lifting hulu migas merupakan kontribusi dari sepuluh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) utama dan 16% didukung 80 KKKS lainnya.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa lifting yang belum mencapai target juga berdampak pada realisasi penerimaan negara hingga September 2019 mencapai USD10,99 miliar.

"Hal ini (penerimaan negara) juga dipengaruhi ICP (Indonesia Crude Price) yang sebesar 60-an dolar per barel. Ini cukup jauh di bawah target asumsi makro APBN yaitu USD70," ungkap Dwi Soetjipto dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, investasi hulu migas hingga kuartal tiga 2019 sebesar USD8,4 miliar meningkat 11% dibandingkan dengan investasi di kuartal III 2018 sebesar USD7,6 miliar.

Lembaga itu juga berani memberikan jaminan bahwa investasi hulu migas ke depannya diprediksi terus meningkat mengingat hingga 2027 terdapat 42 proyek utama dengan total investasi USD43,3 miliar dan proyeksi pendapatan kotor (gross revenue) sebesar USD20 miliar.

Total produksi dari 42 proyek tersebut 1,1 juta bopd yang mencakup produksi minyak sebesar 92.100 bopd dan gas sebesar 6,1 miliar kaki kubik per hari. Empat di antaranya merupakan proyek strategis nasional (PSN) hulu migas yang menjadi prioritas untuk meningkatkan produksi migas demi memenuhi konsumsi migas domestik yang semakin meningkat.

Peningkatan kapasitas nasional yang dilakukan termasuk di hulu migas bukan hanya dengan mendukung kebutuhan energi, tetapi juga dengan melakukan efisiensi biaya dan efek berganda (multiplier effect) yang mendukung perekonomian daerah dan nasional.

Bahkan, lembaga itu juga terus meningkatkan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Di industri hulu migas, penggunaan TKDN hingga kuartal tiga 2019 telah mencapai angka 59% dari target 50% pada 2019.

"SKK Migas terus mengedepankan efisiensi di industri hulu migas, baik dengan kolaborasi kerja sama mitra strategis termasuk Pertamina dan kontraktor lainnya, " tutur Dwi Soetjipto. (F-1)