Pada minggu beberapa pekan lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti memimpin pawai monster plastik di kawasan car free day (CFD). Pawai aksi tolak plastik sekali pakai itu diikuti 1.500 orang. Pesan utama dari acara itu adalah isu sampah plastik perlu penanganan serius.
Menurut mereka sampah plastik bermuara di laut Indonesia. Yang paling membahayakan, sampah-sampah tersebut tertelan ikan-ikan. Sehingga dapat membahayakan masyarakat yang mengonsumsi ikan. Padahal, ikan merupakan sumber protein yang paling mudah didapat.
Guna mencegah menumpuknya sampah plastik, Susi mengajak masyarakat untuk mengurangi pemakaian plastik sekali pakai sehari-hari. Pesannya, kurangi penggunaan plastik sekali pakai. Janji tidak mau lagi pakai kresek, sedotan plastik, botol plastik sekali pakai, dan kemasan sachet.
Susi mengajak masyarakat mengganti penggunaan produk-produk plastik sekali pakai dengan produk yang lebih ramah lingkungan, seperti tas kain dan botol tumblr. "Minum juga tidak usah pakai sedotan, kecuali sedotannya bawa sendiri yang dari logam, bambu, atau kertas," ucapnya.
Untuk memperkuat gerakannya, mereka meminta agar institusi pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Perlu diketahui, saat ini sudah beberapa pemerintah daerah (pemda) telah mengeluarkan aturan terkait pembatasan pemakaian tas plastik di mal. Misalnya, Bali dan Banjarmasin. Gerakan itu semoga ditiru oleh lebih banyak lagi pemerintah daerah dalam mengeluarkan aturan serupa.
"Ilegal fishing kita tenggelamkan, pencuri ikan kita tenggelamkan. Pembuang sampah plastik ke lautan juga harus kita tenggelamkan!" ujar Susi.
Aksi menteri Susi dan kawan-kawannya yang mengingatkan bahaya plastik bukanlah tanpa alasan. Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Sumber yang sama menyebutkan, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.
Oleh karena itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta semua industri yang memproduksi plastik untuk menarik plastik mereka dari laut. Susi mengatakan Indonesia menjadi penyumbang plastik ke laut terbesar kedua di dunia. Hal ini akan mengancam ekspor ikan Indonesia ke dunia. Ia memperkirakan tahun 2040 nanti di laut Indonesia akan lebih banyak plastik daripada ikannya. Padahal selama ini Indonesia penyumbang ikan nomor 2 di Eropa, dan penyumbang ikan nomor 4 di dunia.
Sebanyak 70 persen sampah plastik berpotensi masuk ke laut Indonesia, mengingat 71 persen wilayah Indonesia adalah lautan. Dan menurut Susi, Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia yang dibuang ke laut.
“Kita terus mengadakan kegiatan untuk menghargai laut, mencintai laut, dengan kampanye-kampanye tentang bahayanya sampah plastik. Di beberapa pasar ikan sudah tidak digunakan plastik sekali pakai,” ujar Susi.
Bulan lalu, Susi membentuk Pandu Laut. Kelompok ini getol berkampanye soal pengurangan sampah plastik. Mereka berkomitmen mengurangi 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025.
Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut mikroplastik dengan ukuran 0,3 – 5 milimeter. Mikroplastik ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut.
Sebelumnya, berdasarkan data The World Bank tahun 2018, sebanyak 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan sekitar 1, 27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jenna R Jambeck dari University of Georgia, pada 2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut.
Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut diduga mencemari lautan.
Data itu juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. Cina memimpin dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke laut sekitar 1,23-3,53 juta ton/tahun.
Padahal jumlah penduduk pesisir Indonesia hampir sama dengan India, yaitu 187 juta jiwa. Namun tingkat pencemaran plastik ke laut India hanya sekitar 0,09-0,24 juta ton/tahun dan menempati urutan ke 12. Artinya memang ada sistem pengelolaan sampah yang buruk di Indonesia.
Sebelumnya, Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) M Reza Cordova juga membeberkan fakta tentang sampah plastik, khususnya mikroplastik. Menurut dia, mikroplastik memang sudah mengancam kerusakan ekosistem laut di Indonesia dan itu terus berlangsung sepanjang tahun tanpa henti.
Diperkirakan saat ini mikroplastik yang ada di air laut Indonesia jumlahnya ada di kisaran 30 hingga 960 partikel/liter. Keberadaan mikroplastik di dalam air laut Indonesia, jumlahnya sama dengan jumlah mikroplastik yang ditemukan di air laut Samudera Pasifik dan Laut Mediterania. Namun, lebih rendah dibandingkan di pesisir Tiongkok, Pesisir California, dan Barat Laut Samudera Atlantik.
Sepertinya pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Saat ini, industri-industri minuman di Indonesia merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya paling pesat. Pada kuartal I-2019, pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2% secara tahunan (YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi.
Atinya, pertumbuhan industri minuman yang sangat pesat tentu saja akan menghasilkan pertumbuhan jumlah sampah plastik yang semakin banyak.
Apa tindakan pemerintah Indonesia? Pemerintah Indonesia tak mau main-main dalam menyelesaikan persolan sampah plastik yang ada di wilayah laut Indonesia. Bukti keseriusan pemerintah untuk membersihkan sampah plastik di laut, di antaranya adalah dengan menyiapkan rencana aksi nasional (RAN) yang sudah disusun dari 2018. Melalui RAN, secara bertahap persoalan sampah diharapkan bisa diselesaikan.
Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang berisikan strategi, program, dan kegiatan yang sinergis, terukur, dan terarah untuk mengurangi jumlah sampah di laut, terutama sampah plastik.
Regulasi ini dituangkan dalam bentuk Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025. Rencana Aksi ini merupakan dokumen perencanaan yang memberikan arahan strategis bagi kementerian/lembaga, dan acuan bagi masyarakat serta pelaku usaha dalam rangka percepatan penanganan sampah laut untuk periode delapan tahun, terhitung sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2025.
Dalam RAN tersebut juga dicantumkan strategi dan mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, penegakan hukum, serta penelitian dan pengembangan. Program pertama yang dilaksanakan, antara lain, Diversifikasi Skema Pendanaan di luar APBN/APBD. Mendorong skema pendanaan pengelolaan sampah plastik melalui Kerja sama Pemerintah-Swasta, hibah Corporate Social Responsibility (CSR), dana masyarakat dan sumber-sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Program memperkuat kelembagaan berupa upaya mendorong komitmen eksekutif (pusat dan daerah) untuk memprioritaskan alokasi anggaran di sektor pengelolaan sampah plastik. Program ketiga adalah meningkatkan efektivitas pelaksanaan penegakan hukum dengan meningkatnya koordinasi melalui operasi bersama penindakan pelanggaran terkait sampah di laut. Sejalan dengan hal itu perlu diimplementasikan juga mengenai pemberian reward and punishment atas ketaatan dan pelanggaran terhadap SOP pengelolaan sampah di kawasan destinasi wisata bahari kepada pengelola, pemda, dan masyarakat setiap tahunnya oleh Kementerian Pariwisata.
Program lainnya adalah memacu inovasi pengelolaan sampah melalui riset dan pengembangan, kegiatan yang dapat dioptimalkan berupa, antara lain, mendorong penemuan bahan pengganti plastik dengan bahan yang ramah lingkungan, penyusunan SNI produk plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang, pregulasi SNI plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang secara wajib, membangun sistem informasi terpadu sampah plastik di laut untuk pemantauan dan pengendalian, kajian dampak mikro dan nano plastik pada tubuh manusia. (E-2)