Namanya Tari Ratoh Jaroe. Tarian itu berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam. Biasanya tari itu ditampilkan dalam acara penyambutan tamu penting di Aceh dan juga sebagai hiburan. Kini, tari ini banyak diajarkan dalam ekstrakulikuler sekolah dan universitas.
Banyak orang yang menyebut tarian Ratoh Jaroe sebagai Tari Saman. Memang ada kemiripan antara kedua tarian tersebut, baik gerakan badan dan tangannya. Tapi sebenarnya, jika diperhatikan dengan seksama, perbedaan akan tampak jelas.
Pada tari saman, gerakan badannya lebih menonjol. Sedangkan di tari Ratoh Jaroe dominan dengan gerakan tangan yang digabung dengan gerakan badan.
Bukan hanya gerakan, sejarah tari Saman pun berbeda dengan tari Ratoh Jaroe. Tari Ratoh Jaroe merupakan tarian “pendatang baru” di Aceh dan belum menjadi tari tradisional. Tarian itu dikembangkan Yusri Saleh atau sering disebut dengan Dek Gam dari Aceh, pada tahun 2000.
Dek Gam dari Aceh, memilih hijrah ke Jakarta dengan tujuan mencari nafkah di Ibu Kota, dengan membawa alat musik tradisional Aceh bernama Rapa’i. Singkat cerita, kemudian Ratoh Jaroe terkenal di Jakarta. Gerakan yang ada di Ratoh Jaroe diangkat dari berbagai tarian yang ada di Aceh, seperti Ratep Meuseukat, Likok Pulo, Rapai Geleng, dan tari asal Aceh lainnya.
Ratoh Jaroe dibuat untuk membangkitkan semangat para wanita Aceh, yang dikenal pantang menyerah, pemberani, dan kompak satu sama lain. Setiap gerakan yang seirama dan teriakan yang meledak-ledak merupakan ekspresi dari semangat dan tekad kuat para perempuan Aceh. Tari ini memang memiliki arti mendalam, yaitu mencerminkan puji-pujian dan zikir kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pembeda lain kedua tarian ini juga terletak pada penarinya. Tari Ratoh Jaroe dimainkan oleh para perempuan yang biasanya berjumlah genap. Sedangkan Saman dimainkan oleh para laki-laki.
Ratoh Jaroe diiringi dengan musik rapa’i yang merupakan instrumen perkusi asli Aceh yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik rapa’i terbuat dari bahan dasar kayu dan kulit binatang, berbentuk rebana yang ditabuh oleh seorang yang disebut dengan Syahi.
Tarian yang sudah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya Internasional, sejak 2011, ditarikan dengan kompak oleh para penari, dari tempo pelan hingga tempo cepat. Para penari biasanya menari sambil mendendangkan lagu dan menepuk-nepuk dada, menjentikkan jari sambil menggeleng-gelengkan kepala, dengan posisi duduk, sesekali berdiri di atas lutut mereka, kemudian sesekali juga membungkukkan badan.
Para penari menyesuaikan irama tabuhan rapa’i, dan kerap melantunkan syair juga untuk membalas syair dari syahi. Kadangkla, terdengar pula suara melengking dari salah satu penari yang merupakan ciri khas dari tari Ratoh Jaroe.
Para penari Ratoh Jaroe biasanya menggunakan kostum polos berwarna kuning, hijau, merah, dan lainnya yang dipadukan dengan songket khas Aceh, dan menggunakan hijab lengkap dengan ikat kepala polos berwarna.
Tarian yang mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan ini sukses memukau jutaan mata di pembukaan acara internasional Asian Games 2018, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan, Agustus lalu. Tampil seirama dan kompak, sekitar 1.600 penari wanita dari berbagai SMA di DKI Jakarta berhasil membawakan tarian Ratoh Jaroe dengan sukses.
Tanah Air Indonesia penuh akan khazanah budaya dan kesenian rakyat. Terdapat banyak jenis kesenian yang dapat kita banggakan. Sudah sepatutnya kita selalu menjaga keragaman budaya kita sendiri supaya tidak lagi dijarah dan diambil negara lain.