Roger Knight dalam bukunya Sugar Steam and Steel (2014) mencatat beberapa kota di pesisir utara Jawa bagian timur (versi VOC) yang bertransformasi menjadi kota-kota industri baru di abad 19. Salah satu kota itu adalah Tegal.
Tegal adalah sebuah bandar kecil di pantai utara Jawa yang menjadi persinggahan Tome Pires pada kurun abad 16. Itulah catatan tertua tentang Tegal yang dijadikan tempat bagi pembukaan industri raksasa penghasil gula di pertengahan abad 19. Pada masa itu Tegal berbentuk afdeling atau saat ini dikenal sebagai kabupaten. Luasnya sekitar 600 km persegi. Bentuknya seperti segitiga terbalik dengan puncak segitiga mengarah ke kaki gunung Slamet. Buku Tegal dari Masa Ke Masa karangan Suputro (1959) bercerita banyak tentang kondisi Tegal sampai dengan masa revolusi gula Kolonial Belanda.
Legenda Laskar Sultan Agung
Sejarah Tegal adalah sebuah sejarah desa kecil yang berada di muara sungai yang menyambung ke laut lepas yakni Kali Gung. Para peneliti sejarah menunjuk tahun 1580 sebagai tahun permulaan kawasan kabupaten Tegal. Ki Gede Sebayu adalah salah seorang patih atau perwakilan dari kekuasaan Sultan Agung di Mataram untuk mengelola kawasan pesisir utara Jawa bagian barat yang sebagian besar masih berupa rawa-rawa. Menurut perkiraan para peneliti sejarah pada masa pembukaan Tegal oleh Ki Gede Sebayu atau masa pembabatan hutan biasanya kawasn yang menjadi hunian awal adalah kawasan yang jauh dari pantai. Pada saat itu pantai utara Jawa terkenal dengan nyamuk Malaria yang bisa mengancam nyawa. Ki Gede Sebayu tinggal di Danawarih. Saat ini, Desa Danawarih berjarak sekitar 30 kilometer dari pantai.
Anak keturunan Ki Gede Sebayu lah yang kemudian mendirikan desa-desa yang rata-rata berjarak cukup jauh dari garis pantai. Wilayah seputar Slawi hingga Jatinegara adalah wilayah yang cukup berpenghuni pada masa kekuasaan Sultan Agung. Pada jaman anak Sultan Agung, yakni Amangkurat I yang berkraton di Pleret Bantul, wilayah Tegal mulai berkembang mendekati garis pantai. Setelah kematian penguasa Mataram yang kontroversial ini dibangunlah Makam Tegal Arum. Makam Tegal Arum ini oleh peneliti sejarah diyakni berada tidak jauh dari garis pantai. Setelah pendirian makam ini, Tegal berkembang menjadi wilayah perdikan yang sedikit demi sediki berkembang menjadi wilayah yang mempunyai otonomi sendiri.
Tujuh Pabrik Gula
Pada tahun 1832 di wilayah Tegal ke arah timur, atau di desa Pangkah dibangunlah pabrik gula pertama di Tegal. Pendirinya adalah investor swasta yang bernama NV Kosy & Sucier. Pabrik gula ini adalah yang tertua di Tegal teatpi masih bertahan dan beroperasi hingga sekarang ini. Setelah kemerdekaan Indonsia, pabrik gula ini dinasionalisasi oleh pemerintah dan berubah bentuk menjadi Badan Usaha Milik Negara.
Roger Knight mencatat bahwa pada tahun 1841-1842 di desa Kemanglen dan Dukuwringin telah dibangun sebuah pabrik yang dilengkapi dengan teknologi paling canggih pada waktu itu. Kedua pabrik dilengkapi dengan mesin-mesin uap yang diimpor dari pengusaha baja Prancis Belgia Derosne et Cail. Pengusaha ini lah yang sebelumnya membuat mesin-mesin untuk pabrikasi di Karibia dan benua baru Amerika Serikat. Kedua kawasan ini sekarang telah berubah menjadi markas Brigif Infanteri 407 Dewa Ratna dan sebagian menjadi bagian dari Polres Slawi dan SMA 1 Slawi.
Pemilik dua pabrik gula ini adalah seorang pensiunan tentara Kerajaan Belanda, Colonel Theodore Lucassen. Dia adalah veteran perang Belanda melawan Prancis yang menikmati gaya hidup kelas atas karena prestasi dan keberaniannya. Lucassen menjadi perwira tentara kerajaan Belanda di Batavia selama kurang lebih tiga dekade. Lucassen ini lah yang mengerahkan insinyur-insinyur muda asal Skotlandia untuk merancang pabrik-pabrik gula di Tegal yang menggunakan teknologi termaju padaa saat itu.
Pabrik gula selanjutnya adalah pabrik gula Adiwerna atau Ujungrusi. Pembuatnya adalah Otto Carel Holmberg, dia adalah salah satu pengusaha gula paling sukses yang dipunyai oleh Belanda. Kesuksesannya bahkan bisa mengalahkan Lucassen yang lebih senior. Holmberg ini pula yang membuat pabrik gula Jatibarang yang secara administratif kemudian masuk di dalam wilayah kabupaten Brebes. Kawasan bekas pabrik gula Ujungrusi saat ini telah berubah menjadi markas Yonif 407 Padmakusuma.
Kesuksesan Lucassen dan Holmberg membuat para investor mendirikan pabrik di kawasan Kemantran yang masih dekat dengan pabrik gula Pangkah. Pabrik ini didirikan pada tahun 1868 dan mendapatkan tambahan permodalan pada tahun 1882. Menyusul setelahnya adalah pabrik gula Balapulang yang dibangun pada tahun 1890. Setelah Balapulang Belanda kemudian membuat pabrik yang berada di dekat kawasan Makam Tegal Arum. Pada tahun 1928 berdiri pabrik gula Pagongan yang saat ini telah berganti rupa menjadi Depot Kesehatan Tentara dan Kodim 0712 Tegal.
Kota Industri Abad 19
Pada masa keemasan industri gula Hindia Belanda, Tegal pernah menjadi ibukota karesidenan. Pada tahun 1901 Karesidenan Tegal terdiri dari kabupaten Brebes, Tegal, dan Pemalang. Strategisnya Tegal pada waktu itu karena dilewati oleh jalur Stoomtram (kereta api) Semarang Cirebon. Untuk mencukupi kebutuhan pengiriman gula ke kapal-kapal besar yang berlabuh di pelabuhan Tegal, pemerintah Hindia Belanda kemudian membuat kawasan pelabuhan yang saat ini menjadi kawasan pelabuhan Tegal dan pelabuhan penangkapan ikan Tegal. Pada waktu itu kereta-kereta uap dari kawasan pabrik di selatan Tegal bisa langsung menuju pelabuhan. Pada 1879 Belanda membuat stoombbaggermolen atau dinas kapal keruk untuk menjamin agar pelabuhan Tegal selalu siap dengan kedalaman yang cukup bagi kapal-kapal pengangkut kargo ekspor. HIngga saat ini problem pendangkalan pelabuhan Tegal adalah masalah utama yang membuat pengembangan pelabuhan Tegal menjadi pelabuhan niaga yang lebih besar mengalami kendala. (Y-1)