Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan peran penting dan strategis ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia.
Sejumlah kegiatan di tingkat menteri ekonomi antarnegara anggota ASEAN terus berlangsung sebelum menuju puncak dari Keketuaan ASEAN Indonesia 2023 dengan berlangsungnya Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-42 pada 9--11 Mei 2023 di Labuan Bajo.
Di puncak kegiatan, KTT ASEAN diharapkan menghasilkan sejumlah komunike bersama. Salah satunya, untuk memperkuat posisi negara-negara yang tergabung di organisasi regional itu sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan untuk kemakmuran rakyat ASEAN.
Wajar saja ASEAN akan menjadi kekuatan ekonomi yang cukup diperhitungkan di masa datang. Pasalnya, dengan produk domestik bruto (PDB) sebesar USD3,36 triliun, ASEAN tercatat menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia.
Untuk itu, sebagai salah satu negara pendiri dan terbesar di ASEAN, banyak pihak menyandarkan harapan pada Indonesia. Relavansinya sangat tepat, seiring dengan Indonesia yang memegang Keketuaan ASEAN 2023.
Nah, dalam konteks itulah, sejumlah isu mengemuka ketika Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN atau ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM) bertemu di Nusa Dua, Bali, Jumat (31/2/2023). Pertemuan kali itu diselenggarakan secara kolaboratif oleh Kementerian Keuangan RI dan Bank Indonesia.
Secara umum, hasil pertemuan itu mengukuhkan komitmen pada para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN untuk menjaga stabilitas keuangan dan memajukan integrasi keuangan terhadap prospek ekonomi yang tidak menentu (uncertain), yang dapat berdampak pada momentum pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN.
Hadir dalam pertemuan itu sejumlah Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari sembilan negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam).
Selain para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral, hadir juga perwakilan dari enam organisasi internasional, yaitu Asian Development Bank (ADB), ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), International Monetary Fund (IMF), Financial Supervisory Board (FSB), Bank for International Settlement (BIS) dan World Bank.
Pusat Pertumbuhan Dunia
Pada kesempatan itu, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan peran penting dan strategis ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia. "Kami percaya bahwa ASEAN memiliki tujuan untuk menjadi suatu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan.
Menurut Sri Mulyani, stabilitas pertumbuhan ekonomi ASEAN telah menjadi dan akan selalu menjadi bagian dari kisah ASEAN. Untuk memastikan bahwa keberhasilan ini akan berkelanjutan, negara yang tergabung ke dalam organisasi itu harus memperkuat kapasitas ASEAN dalam menghadapi berbagai tantangan.
“Tantangan itu baik yang pernah dialami di masa lalu, termasuk yang tidak kalah penting adalah menghadapi tantangan baru yang muncul saat ini, hingga tantangan dua puluh tahun ke depan," ujar Sri Mulyani.
Berbagai upaya bersama dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut telah terefleksikan dalam tema Keketuaan Indonesia, yaitu ASEAN Matters: Epicentrum of Growth.
Dengan tema ini, Indonesia berharap bahwa ASEAN akan tetap relevan, strategis, dan penting bagi dunia, atau dengan kata lain ASEAN Matters: Epicentrum of Growth mencerminkan bahwa Indonesia ingin menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional dan dunia.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ASEAN selalu menjadi suatu titik terang dalam perekonomian dunia, di mana kawasan ini menawarkan prospek ekonomi yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan prospek ekonomi dunia. Hal itu menjadi suatu landasan bahwa kolaborasi dan kerja sama ASEAN yang kuat perlu dilakukan agar ASEAN mampu bertahan terhadap berbagai risiko yang dapat mengancam perekonomian kawasan.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan bahwa untuk menjawab tantangan ASEAN, anggota harus bekerja sama secara kolaboratif dan kooperatif. "Sebagai Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan, kita harus memanfaatkan keahlian dan pengalaman kolektif kita untuk mengembangkan kebijakan dan langkah-langkah yang mempromosikan ketahanan ekonomi, keberlanjutan, dan inklusi,” ujarnya.
Tindakan tersebut dapat mencakup tiga agenda. Pertama, ASEAN harus memiliki pemahaman yang baik tentang dinamika stabilitas makroekonomi dan keuangan global dan regional serta mampu merumuskan bauran kebijakan yang optimal. Kedua, memanfaatkan agenda global di bidang pembayaran lintas batas. Ketiga, dengan dinamika pasar keuangan global saat ini yang sangat dipengaruhi oleh siklus kenaikan suku bunga yang cepat oleh bank sentral utama, lebih penting bagi pasar negara berkembang untuk melindungi sektor eksternal dari konsekuensi yang tidak diinginkan.
Pada kegiatan AFMGM tahun ini, Keketuaan ASEAN Indonesia 2023 mengusung tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth dengan tiga dorongan strategis, yakni (i) pemulihan dan pembangunan kembali, (ii) ekonomi digital, dan (iii) keberlanjutan.
Sejalan dengan tema, Epicentrum of Growth, ASEAN secara kolektif memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas makroekonomi yang paling aman di tataran ekonomi global. Bayangkan, ekonomi ASEAN-5 saat ini tercatat mencapai pertumbuhan sebesar 5,3 persen tahun lalu, dan secara kolektif diperkirakan menjadi 4,6 persen tahun ini dan meningkat menjadi 5,6 persen pada 2024.
Pertumbuhan ini, antara lain, akan terus berlanjut didukung oleh konsumsi, perdagangan, dan investasi yang kuat, serta perdagangan terbuka dan investasi ke negara lain. Meskipun demikian, ASEAN dan global masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain, dampak rambatan (spillover) dari perkonomian global, suku bunga tinggi, inflasi tinggi, serta ketidakpastian keuangan global.
ASEAN perlu menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dan kerja sama yang kuat, yang tergambar dalam Priority Economic Deliverables (PED), untuk mengatasi risiko-risiko yang mengancam ekonomi kawasan. Beberapa agenda turunan PED yang berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan adalah kesiapsiagaan kesehatan (health preparedness); pendanaan infrastruktur, perpajakan internasional, kerja sama kepabeanan dan cukai, inklusi keuangan digital untuk UMKM dan keuangan berkelanjutan.
Keenam agenda itu akan menguatkan kerja sama dan integrasi kerja sama sektor keuangan di ASEAN di bawah cetak biru 2025 dan akan membantu kawasan merespons tantangan global yang sedang dihadapi bersama untuk memastikan pemulihan ekonomi ASEAN.
Di sisi lain, dari sisi kepentingan bank sentral ASEAN, ada tiga prioritas. Pertama, memperkuat bauran kebijakan makroekonomi untuk menghadapi limpahan global dalam rangka mendukung stabilitas makroekonomi dan keuangan serta mendukung pemulihan dan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN.
Kedua, memperluas Regional Payment Connectivity (RPC) di antara negara anggota ASEAN dengan cepat. Tahun lalu, di bawah Presidensi G20 Indonesia, lima bank sentral ASEAN (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina) telah menandatangani MoU mengenai interkonektivitas dan interoperabilitas lintas batas, penggunaan QR, pembayaran cepat, dan LCT.
Melalui RPC, anggota ASEAN berupaya menyediakan sistem pembayaran yang mulus, cepat, dan efisien untuk seluruh kawasan ASEAN. Gubernur Sentral ASEAN sepakat soal pentingnya memitigasi risiko yang dapat muncul dari digitalisasi sistem pembayaran melalui penguatan regulasi, pengawasan, adopsi standar internasional, serta perlindungan konsumen.
Ketiga, memperkuat ketahanan keuangan, antara lain, melalui penggunaan mata uang lokal untuk mendukung perdagangan dan investasi lintas batas di kawasan ASEAN. Dari hasil pertemuan itu, para Menteri dan Gubernur Bank Sentral kemudian menyetujui Pernyataan Bersama (Joint Ministrial Statement/JMS) yang berisi perkembangan, pencapaian, dan kesepakatan bersama atas agenda-agenda tersebut berdasarkan poin-poin di atas.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari