Indonesia.go.id - Menggali Potensi Angin: Langkah Indonesia Menuju Energi Terbarukan

Menggali Potensi Angin: Langkah Indonesia Menuju Energi Terbarukan

  • Administrator
  • Kamis, 24 Oktober 2024 | 07:30 WIB
TRANSISI ENERGI
  Presiden Joko Widodo memperhatikan turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) terus mendorong agar PT PLN menggunakan bauran energi, dalam hal ini, memperbanyak suplai energi baru dan terbarukan (EBT), salah satunya adalah tenaga angin. SETPRES
Pemerintah menargetkan untuk menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga bayu sebanyak 5 gigawatt (GW) hingga 2030.

Sebagai negara dengan beragam jenis geografis, seperti pesisir pantai yang panjang di setiap pulau-pulau utamanya, perbukitan, gunung berapi, perairan yang luas, teluk, hingga hutan tropis, Indonesia sangat kaya dengan potensi sumber daya energi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia menyentuh 66.514,31 megawatt (MW) pada 2021. 

Dari angka yang diperoleh BPS itu, sebesar 66 persen atau setara dengan 33.092 MW di antaranya adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Alhasil, PLTU merupakan sumber listrik utama bagi Indonesia.

Seiring dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon hingga tingkat nol pada 2060, operasional PLTU berbahan bakar batu bara maupun solar tentunya harus dikurangi.  Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) terus mendorong agar PT PLN menggunakan bauran energi, dalam hal ini, memperbanyak suplai energi baru dan terbarukan (EBT) seperti gas bumi, panas bumi, air, angin, energi surya (panas matahari) hingga nuklir untuk pembangkit listriknya.

Salah satu energi altenatif yang kini dilirik pemerintah, yaitu tenaga angin (bayu). Dari sejumlah hasil studi, menunjukkan kecepatan angin di beberapa kawasan timur berpotensi menghasilkan tenaga listrik. Misalnya Oelbubuk, Nusa Tenggara Timur (NTT), kecepatan anginnya rata-rata 6,1 meter per detik (m/s), kemudian di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, kecepatannya rata-rata 6,43 m/s dan wilayah Jeneponto, Sulawesi Selatan, rata-ratanya 7,96 m/s.

Sejak 10 tahun terakhir, Sulawesi Selatan tumbuh pesat menjadi wilayah industri namun kerap mengalami defisit listrik. Hal itu mendorong pemerintah membangun instalasi pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di daerah tesebut.  Wilayah Sidrap dan Jeneponto yang dipilih untuk instalasi PLTB. 

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Sidrap dibangun di areal seluas 100 hektare (ha) di perbukitan Pabbaresseng, Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap. Pembangkit ini memproduksi daya listrik sebesar 75 MW. Daya listrik sebesar itu dihasilkan dari 30 turbin angin keluaran Gamesa Lolica Corporation pada menara baja setinggi 80 meter dengan panjang baling-baling 57 meter. Daya yang dihasilkan PLTB ini dialirkan ke sistem Sulawesi bagian selatan yang meliputi sebagian wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Selain di Sidrap, pembangkit listrik tenaga angin lainnya terdapat di Kabupaten Jeneponto. PLTB Tolo yang dibangun di areal seluas 60 ha di Kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto ini berkapasitas 72 MW yang terdiri dari 20 turbin angin Siemens SWT-3.6-130 dengan masing-masing berkapasitas 6,3 MW. Dengan 60 baling-baling berjenis sovanius (three blade) upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin dengan panjang 63 meter dan tinggi menara 135 meter. PLTB ini terkoneksi dengan jaringan transmisi 150 KV yang melalui gardu Induk Jeneponto.

Adapun, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi mengungkapkan bahwa pemerintah bersama dengan PT PLN tengah menyusun Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025--2035 serta Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Dalam rancangan kebijakan yang tengah digodok tersebut, pemerintah menargetkan akan menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga bayu sebanyak 5 gigawatt (GW) hingga 2030.

“Saat ini RUKN sedang dibahas, selanjutnya dibuat RUPTL baru dan di dalamnya target 5 tahun ke depan. Kita sudah tahu langkahnya 5 GW, jadi sampai dengan 2030 kita butuh 5 GW dari angin,” ungkap Eniya, ketika hadir dalam acara bertajuk 'Penguatan Pengembangan Energi Angin di Indonesia' di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (26/9/2024).

Indonesia memiliki potensi sumber daya angin sangat besar, yang menjadikan potensi angin sebagai sumber Energi Baru Terbarukan terbesar kedua setelah energi surya. Eniya mengatakan bahwa selain sebagai sumber energi, PLTB nantinya juga bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata, seperti yang ada di Eropa, khususnya Belanda. Potensi angin di Indonesia juga berada di daerah-daerah wisata seperti di wilayah Indonesia Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Timur dan Jawa Bagian Selatan.

Mengacu pada data Kementerian ESDM, potensi angin di Indonesia, yakni sebesar 154,6 GW dengan rincian potensi angin onshore sebesar 60,4 GW dan potensi angin offshore sebesar 94,2 GW. Jika dirincikan lebih detail, wilayah timur Indonesia (Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara) memiliki potensi mencapai 40 persen dari potensi angin nasional. Namun, potensi angin yang dimanfaatkan menjadi PLTB hingga tahun 2024 ini masih sangat kecil, yakni hanya sebesar 152,3 MW. Sementara itu, pemerintah menargetkan pada 2060, kapasitas terpasang PLTB akan menjadi 37 GW.

Oleh sebab itu, Eniya menekankan bahwa diperlukan kolaborasi dan kerja sama dengan dunia internasional, sehingga bisa menjadi kunci dalam pengelolaan investasi penyediaan tenaga listrik berbasis EBT, khususnya yang berasal dari angin. Ia mengapresiasi kerja sama antara Kementerian ESDM bersama Energy Transition Partnership-United Nations Office for Project Services (ETP-UNOPS) untuk memfasilitasi pengembangan serangkaian studi dalam mengembangkan PLTB di Indonesia.

Hasil dari kerja sama Kementerian ESDM dan ETP-UNOPS terdapat delapan lokasi PLTB potensial di Pulau Jawa dan Sumatra telah dinilai kelayakan tekno-ekonominya. Lokasi tersebut adalah Aceh Besar (Aceh), Dairi (Sumatra Utara), Gunung Kidul (DI Yogyakarta), Kediri (Jawa Timur), Padang Lawas Utara-Tapanuli Selatan (Sumatra Utara), Ponorogo (Jawa Timur), Probolinggo-Lumajang (Jawa Timur), dan Ciracap-Sukabumi (Jawa Barat).

Keberadaan PLTB di sejumlah daerah tidak hanya semata menghasilkan aliran listrik bagi masyarakat, melainkan mendorong pula pertumbuhan sosial ekonomi setempat. Sebagai contoh, di dalam lahan PLTB Sidrap, pihak Pemerintah Kabupaten Sidrap pada 2023 sudah membangun Pusat Pariwisata dengan segala fasilitas pendukungnya dan mengenalkan wisata kincir angin bagi para pelancong lokal maupun dari luar Sulsel. 


Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf