Pulau Mapat, Desa Tanjung Buka, Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara merupakan contoh kawasan yang merasakan dampak dari rehabilitasi mangrove.
Mangrove berperan penting dalam kehidupan masyarakat di kawasan pesisir di tanah air, salah satunya di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara). Melansir data dinas kehutanan setempat, hingga November 2023, luas hutan mangrove di Kaltara mencapai 326.396,37 hektare. Terbagi lagi menjadi hutan primer (47.664,58 ha), hutan sekunder (124.099,22 ha), nipah (5.984,09 ha), dan tambak (148.648,49 ha).
Secara umum, kondisi hutan mangrove di Kaltara cukup baik kendati pada beberapa bagiannya mengalami degradasi, khususnya di wilayah yang berdekatan dengan perkotaan. Sejumlah faktor turut melingkupi degradasi tersebut, di antaranya terkait pembukaan lahan untuk tambak, pencemaran lingkungan, dan sedikit faktor pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan bakar.
Pemerintah Provinsi Kaltara tidak menutup mata akan degradasi tadi. Berbagai upaya telah dilakukan utamanya dalam merehabilitasi hutan mangrove. Sejak kegiatan itu diadakan pada tahun 2017 lalu, telah dilakukan penanaman mangrove seluas 2.701 ha di tiga kabupaten yakni Bulungan, Tana Tidung, dan Nunukan. Ini sekaligus untuk mengembalikan fungsi ekologi kawasan pesisir.
Pemprov juga menggandeng Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BGRM) dalam upaya rehabilitasi mangrove. Menariknya, upaya rehabilitasi mangrove bukan saja bertumpu pada pembiayaan melalui APBN dan APBD semata karena pihak Bank Dunia pun ikut turun tangan. Pembiayaan Bank Dunia bagi ekosistem mangrove di Kaltara dilakukan melalui program Indonesia’s Mangrove for Coastal Resilience (M4CR).
Pulau Mapat, Desa Tanjung Buka, Kecamatan Tanjung Palas Tengah, Bulungan, merupakan salah satu contoh kawasan yang telah merasakan dampak dari rehabilitasi mangrove. Jika sebelum 2010, lahan pesisirnya gundul akibat perluasan lahan tambak yang cukup masif, maka sejak beberapa tahun terakhir kembali menghijau oleh hutan mangrove memakai metode silvofishery.
Muhammad Jufri, selaku Ketua Kelompok Tani Pa Bilung, Tanjung Palas Tengah, mengungkapkan bahwa pihaknya sejauh ini telah menanam sebanyak 30.400 pohon bakau di kawasan hutan mangrove setempat. Tak berhenti sampai di situ saja karena sejak Juli 2023, kelompok tani yang berdomisili di Desa Salimbatu itu juga kembali menanam 6.000 bibit mangrove.
Dampaknya, aneka biota pesisir kembali datang dan menjadikan hutan mangrove sebagai lokasi berkembang biak. Sebab, mangrove menyediakan cadangan nutrisi yang baik seperti fosfor, nitrogen, kalsium, kalium, dan dibutuhkan bagi ikan, udang, dan kepiting untuk bertahan hidup. "Salah satu keberhasilan dari rehabilitasi adalah peningkatan hasil tangkapan seperti ikan, udang, dan kepiting bakau oleh warga. Ukurannya besar-besar," ucap Jufri seperti diberitakan Antara.
Melihat keuntungan yang diperoleh masyarakat sebagai dampak dari rehabilitasi mangrove tersebut, Pemprov Kaltara bersama Kementerian LHK melanjutkan pengembangan rehabilitasi ekosistem mangrove. Kegiatan ini sebagai bagian dari rencana aksi seperti tertuang di dalam Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RURHL) Mangrove 2022-2032 (Peraturan Menteri LHK nomor 10 tahun 2022).
Rencananya dalam kurun 10 tahun ke depan tersebut, rehabilitasi bakal dilakukan terhadap 181.553,61 ha mangrove di seantero Kaltara. Kegiatan rehabilitasi mencakup 3.822,63 ha lahan terbuka; 406,91 ha mangrove terkikis; 130.869,43 ha kawasan tambak; 18,98 ha tanah timbul; 1,782,95 ha mangrove jarang; dan 44.652,71 ha mangrove sedang.
Menurut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Kalimantan Timur, Prof. Esti Handayani Hardi, kebijakan rehabilitasi ekosistem mangrove harus dilakukan mengingat arti pentingnya bagi kehidupan di kawasan pesisir.
Akar-akar tanaman mangrove berfungsi menguatkan struktur tanah sehingga mampu meredam dampak badai dan abrasi pesisir dan ekosistem di dalamnya. Buah dan daun mangrove juga mengandung bahan metabolit sekunder yang menyimpan bahan antibakteri. Sehingga dapat menjadi obat alami bagi penyakit ikan dan udang seperti infeksi patogen.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari