Indonesia.go.id - Rumah Pengasingan Bung Besar di Bumi Rafflesia

Rumah Pengasingan Bung Besar di Bumi Rafflesia

  • Administrator
  • Minggu, 30 April 2023 | 14:17 WIB
PARIWISATA
  Rumah pengasingan Soekarno pada 1938 hingga 1942 di Bengkulu. WIKIPEDIA
Bengkulu pernah dijadikan salah satu tempat pengasingan Soekarno oleh Belanda, selama era prakemerdekaan antara 1938--1942.

Rumah putih besar bergaya Eropa berhalaman rumput hijau luas tampak lebih mencolok dibandingkan bangunan lain di sekitarnya. Berada di Jl Soekarno-Hatta nomor 8, RT 5 RW 2, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu, rumah bersejarah itu menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Di rumah dengan luas bangunan 162 meter persegi itulah Soekarno pernah diasingkan oleh penjajah Belanda. Ia dikirim ke Bengkulu di pesisir barat Pulau Sumatra pada 1938 sampai 1942 silam atau usai menjalani tindakan serupa di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur pada 1934-1938.

Bangunan cagar budaya nasional beratap limas itu dikelilingi oleh pagar besi kokoh. Dindingnya polos dengan model pintu masuk utama dan jendela seluruhnya sama, berdaun ganda serta persegi panjang. Ada dua bangunan di tempat ini, satu merupakan rumah utama dan lainnya yaitu penunjang terletak di belakang bangunan utama.

Struktur rumah terdiri dari teras, ruang tamu, beberapa kamar, serta teras belakang. Rumah dihiasi oleh sejumlah jendela kaca ukuran besar di seluruh sisi bangunan.

Ada tiga ruangan di sisi kanan bangunan dan dua kamar tidur pada sisi kirinya. Sebuah beranda, ukurannya lebih luas dari teras depan, dibangun di bagian belakang rumah dan pada sisi kanan teras terletak bangunan penunjang terdiri dari lima petak untuk kamar pembantu, kamar mandi, dapur, dan gudang.

Soekarno tiba di Bumi Rafflesia pada 14 Februari 1938 dan tidak langsung menempati rumah pengasingan karena sedang direnovasi. Rumah itu disewa Belanda dari pengusaha keturunan Tionghoa, Tjang Tjeng Kwat.

Tjeng Kwat dikenal sebagai penyalur bahan pokok untuk kebutuhan Belanda. Dia dia membangun rumah besar miliknya itu pada 1918 di atas lahan yang sangat luas, yakni sekitar 4 hektare.

Bung Karno memanfaatkan rumah pengasingannya bukan sekadar tempat tinggal.  Dia kerap menggelar pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat Bengkulu seperti tokoh Muhammadiyah Bengkulu Hassan Din, dan lain sebagainya.

Pascakemerdekaan, seperti dikutip dari website Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, luas lahan rumah pengasingan berkurang. Pemerintah Provinsi Bengkulu memecah lahan untuk beberapa kepentingan. Misalnya untuk dibangun gedung instansi, sekolah dan perumahan warga.

Alhasil, saat ini hanya menyisakan sekitar 4.813 meter persegi sebagai lahan utama kawasan rumah pengasingan. Pada masa setelah kemerdekaan, rumah ini pernah difungsikan sebagai markas perjuangan Pemuda Republik Indonesia (PRI), rumah dinas anggota Angkatan Udara RI (AURI), dan stasiun RRI Bengkulu.

Sebagai bagian dari sejarah perjalanan bangsa, rumah pengasingan Bung Besar, julukan Soekarno, masih mempertahankan sejumlah barang peninggalannya selama diasingkan. Misalnya saja satu lemari berisi 120 potong pakaian pentas tonil Monte Carlo, grup kesenian yang didirikan Soekarno selama pengasingan di Bengkulu, sepeda onthel, satu set kursi tamu, lemari makan.

Masih ada koleksi ranjang besi di kamar Soekarno, meja rias, ratusan eksemplar buku berbahasa Belanda yang didominasi tema politik dan ekonomi, foto rumah dan masjid rancangan Bung Karno, serta foto-foto Soekarno bersama keluarga yang terpasang hampir di seluruh ruangan rumah. Menariknya, ada sebuah sumur timba terletak di bagian belakang rumah dan sejajar bangunan penunjang.

Bung Karno sering memanfaatkan air dari sumur ini untuk mandi dan membasuh muka karena menurutnya airnya segar dan bersih.  Masyarakat setempat mempercayai bahwa air dari sumur timba di rumah pengasingan Bung Karno bisa membuat orang menjadi awet muda. Air dari sumur ini pernah dibawa oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu saat acara penyatuan tanah dan air di Ibu Kota Negara (IKN), beberapa waktu lalu.

Tersimpan juga koleksi surat cinta Soekarno dan Fatmawati, perempuan asli Bengkulu yang dinikahi Bung Karno selama masa pengasingan. Fatmawati kemudian dikenal sebagai penjahit bendera nasional merah putih saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sampai hari ini rumah pengasingan Bung Karno menjadi objek wisata sejarah dan selalu dikunjungi masyarakat ketika berada di Bengkulu.

Ketika berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno pada 3 Agustus 2022 lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengajak masyarakat untuk ikut merawat saksi bisu persiapan kemerdekaan Indonesia ini.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari